Novel Baswedan/Instagram-@spripimpoldametro

Koran Sulindo – Polri menyatakan penanganan kasus penyiraman air keras kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan sulit diungkap karena ada kendala teknis di lapangan.

Polisi telah memeriksa lima orang yang diduga pelaku tindakan brutal yang terjadi 6 bulan lalu itu, namun semua disimpulkan tidak terlibat.

“Belum terungkapnya kasus tersebut bukan berarti penyidik tidak bekerja atau tidak mengungkap namun kendala teknis yang ditemukan di lapangan,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Polisi Rikwanto di Jakarta, Sabtu (4/11), seperti dikutip Antaranews.com.

Rikwanto mengharapkan Novel dan masyarakat menyampaikan informasi signifikan kepada penyidik untuk menjadi dasar bahan pengungkapan kasus  ini.

“Sudah kurang lebih enam bulan kasus penyiraman belum terungkap juga siapa pelakunya,” katanya.

Polisi biasanya menggunakan teknik induktif berdasarkan olah tempat kejadian perkara dan deduktif yaitu menggali dari motif, serta latar belakang, untuk mengungkap sebuah perkara. Namun karakter penanganan kasus memiliki kesulitan berbeda seperti kasus penyiraman Novel Baswedan ini.

Rikwanto mencontohkan kasus peledakan Kedutaan Besar Indonesia untuk Paris pada 2004 yang belum terungkap sampai sekarang padahal polisi Prancis memiliki kamera pemantau yang canggih. Contoh lain, penembakan anggota Provost Polri di Jalan HR Rasuna Said Kuningan, Jakarta Selatan, serta penembakan anggota Polri di Ciputat,  Tangerang Selatan.

Presiden Panggil Kapolri

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan akan mengundang Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Tito Karnavian soal kasus ini.

“Nanti Kapolri saya undang, saya panggil. Yang jelas, semua masalah harus gamblang dan jelas,” kata Presiden Jokowi di Bekasi Barat Jawa Barat, Jumat (2/11), seperti dikutip Antaranews.com.

Sebelumnya Pimpinan KPK juga mempertimbangkan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).

“Memang diusulkan adanya TGPF. Kami, karena yang menerima hanya dua orang, Pak Laode tidak ada, yang pasti KPK (prinsipnya) collective collegial, hasilnya pasti kami akan tanya pimpinan yang lain. Seandainya pimpinan lain setuju, bisa saja KPK mengusulkan ke Presiden untuk membentuk tim independen,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Jakarta, Selasa (31/10).

Menurut Agus, KPK selama ini sudah memberikan kesempatan kepada Polri untuk mengungkapkan kasus tersebut, dan juga masih bekerja untuk mengungkapkan kasus-kasus korupsi besar lain sehingga belum mengusulkan TGPF ke Presiden.

Latar Belakang

Novel Baswedan disiram air keras oleh dua orang pengendara motor di dekat rumahnya pada 11 April 2017 seusai Shalat Subuh di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya. Mata Novel pun mengalami kerusakan sehingga ia harus menjalani perawatan di Singapore National Eye Centre (SNEC) sejak 12 April 2017.

Pada Juni 2017, Novel menuding ada perwira tinggi (Pati) Polri terlibat dalam kasus penyiraman air keras yang membuat keduanya matanya terluka. Hal itu diungkapkan Novel saat wawancara kepada Majalah Time beberapa waktu lalu. “Sebenarnya saya sudah menerima informasi bahwa seorang jenderal polisi seorang pejabat polisi tingkat atas telah terlibat. Awalnya, saya mengatakan informasi itu bisa saja salah. Namun kini, ketika telah 2 bulan berlalu dan kasus tersebut belum juga terpecahkan, saya katakan, perasaan terhadap informasi itu bisa saja benar,” kata Novel, seperti dilansir Time.com, Selasa (13/6).

Pada Juli 2017, Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai mandeknya pengungkapan kasus itu bukan semata-mata ketidakmampuan penyidik Polri dalam mengungkap tetapi karena banyak kepentingan di internal Polri yang mempengaruhi proses penyidikan.

“Sehingga terjadi politik saling sandera di internal kepolisian. Kami mempercayai bahwa sebenarnya Polri mampu untuk mengungkap kasus Novel Baswedan, dengan barang bukti dan informasi yang cukup banyak yang telah dikumpulkan oleh penyidik,” tulis siaran pers Koalisi, di Jakarta, Rabu (27/7), seperti dikutip bantuanhukum.or.id.

Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Presiden Joko Widodo untuk turun tangan menyelesaikan kasus penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Jokowi diminta membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta untuk mengungkap kasus Novel. Dengan begitu, persoalannya tidak berlarut-larut dan bisa segera tuntas. Koalisi menduga ada kejanggalan atas sikap Polri itu.

Menurut bekas Koordinator Kontras Haris Azhar, kasus Novel seolah-olah menjadi alat untuk barter dalam kasus lain yang sedang ditangani KPK. Menurutnya, ada barang bukti dalam kasus tertentu yang sengaja dirusak atau dihilangkan orang dalam KPK. [DAS]