Bung Karno dan ‘Bisikan’ yang Persatukan Asia-Afrika

Bung Karno dan Pemimpin India Jawaharlal Nehru. [Foto/Getty Image]

Koran Sulindo – Sebagai politikus dan negarawan tangguh, Bung Karno benar-benar memiliki banyak talenta. Selain seorang orator, ia adalah seniman dan bahkan sanggup tampil sebagai diplomat ulung.

Bung Karno memiliki banyak taktik dan cara tergantung bagaimana dan keadaan yang tengah dihadapi dan siapa lawan bicaranya.

Salah satu keberhasilan diplomasi ala Bung Karno itulah yang dipraktikan saat Konferensi Non Blok di Beograd tahun 1961 seperti diceritakan Guntur Soekarnoputra dalam bukunya Bung Karno Bapakku-Kawanku-Guruku.

Dalam konferensi itu, sidang berlangsung dengan bertele-tele meski para delegasi memiliki tujuan yang sama yakni perjuangan anti neo-kolonialisme dan imperialisme.

Sementara beberapa anggota delegasi tertidur dengan beberapa jelas-jelas ngorok, juga tak terkecuali delegasi asal Indonesia yang bahkan suara dekurnya dihapal Bung Karno.

“Kalau di belakang atau di sampingku ada suara ngorok yang begini, ah itu pasti ngoroknya Pak Yamin, kalau ngoroknya begitu, itu Pak Ali Sastro,” kata Bung Karno kepada Guntur Soekarnoputra.

Dalam kondisi konferensi macam itu, menurut Bung Karno bakalan sulit meraih kata akur dari semua peserta konferensi karena masing-masing mempertahankan konsepsi-konsepsi yang dilontarkan jagoan masing-masing.

Delegasi dari Arab, umumnya menyokong pendapatnya Gamal Addul Nasser, bangsa-bangsa Asia menyokong Jawaharal Nehru sementara Nkrumah didukung negara-negara Afrika yang baru merdeka.

“Saking bertele-telenya sidang lama-lama akupun menjadi judeg memecahkannya. Waktu pemimpin-pemimpin bangsa-bangsa lain berpidato panjang lebar aku peras aku punya otak dan ber doa mudah-mudahan Tuhan memberikan aku ilham buat mempersatukan mereka yang sedang berdebat itu,” kata Bung Karno.

Dekat giliran berpidato, sekonyong-konyong Bung Karno bangkit dari tempat duduknya dan mendatangi Nasser yang liyer-liyer mengantuk mendengarkan pidato pembicara.

Itu jelas bukan pemandangan biasa yang terjadi dalam sebuah ruang sidang sehingga langsung menjadi pusat perhatian. Nasser yang kaget ditepuk punggungnya segera dibisiki ‘sesuatu’ dengan muka angker oleh Bung Karno.

“Nasser pun mengangguk-angguk tanda setuju kepada apa yang kubisikkan. Wah, seluruh delegasi matanya tertuju pada Bapak dan pada Nasser yang sedang berbicara serius itu,” kata Bung Karno.

Setelah duduk beberapa waktu, kembali Bung Karno menjadi perhatian ketika ia mendatangi Nehru dan merangkulnya dari belakang. Tak lupa ia juga membisikkan sesuatu dengan serius sementara terlihat Nehru mengangguk-angguk tanda setuju.

Ketika kemudian akhirnya giliran berpidato, Bung Karno dengan berapi-api melontarkan konsepsi Indonesia sebagai taktik perjuangan negara-negara Non Blok menghadapi Neo-kolonialisme  dan imperialisme.

Setiap konsepsi yang kemukakan Bung Karno selalu mendapatkan tepuk tangan riuh para peserta baik itu oleh negara-negara Arab, Asia dan khususnya negara-negara Afrika yang baru merdeka itu karena mereka pikir konsepsi itulah yang telah disetujui Nasser dan Nehru.

“Ingin tahu apa yang kubisikkan? Kurang lebih begini Indonesia-nya,” tanya Bung Karno kepada Guntur.

Kepada Nasser atau Nehru, Bung Karno bertanya apakah mereka masih betah duduk di sini lebih lama lagi? Bung Karno yang mengaku capek dan lapar, perutnya sampai melilit-lilit dan menanyakan apakah keduanya lapar juga.

“Gimana kalau kau aku undang makan siang sehabis sidang ini di hotelku? Kau setuju? Nasser dan Nehru pun acc… lalu mengangguk-angguk!! Cuma itu! Dan semua peserta konperensi mengira Nasser dan Nehru sudah acc dengan konsep indonesia!.” [TGU]