Mantan Ketua KPK Antasari Azhar
Mantan Ketua KPK Antasari Azhar/koransulindo.com

Koran Sulindo – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar mempertanyakan uang senilai Rp 546 miliar yang menjadi barang bukti dalam kasus korupsi cessie (hak tagih) Bank Bali dengan terdakwa Djoko Sugiarto Tjandra. Uang tersebut, kata Antasari, pada waktu itu disita dan kemudian dititipkan ke rekening escrow account di Bank Permata.

“Kepada semua pihak yang peduli pada kasus ini dan pemberantasan korupsi di saat ini dan masa depan, saya secara pribadi mempertanyakan itu, apakah itu sudah dieksekusi atau belum?” kata Antasari saat dihubungi di Jakarta beberapa waktu lalu.

Menurut Antasari ini penting. Sebagai penyidik sekaligus jaksa penuntut umum dalam kasus korupsi cessie Bank Bali, dia punya beban moral agar kasus ini tuntas. Antasari juga menyayangkan bahwa ujung dari kasus ini malah menjadi karut marut seperti saat ini.

“Yang perlu diingat penyidik baik dari jaksa, KPK maupun kepolisian dalam pemberantasan korupsi yang utama adalah penyelamatan uang negara,” tambah Antasari.

Antasari mengatakan, eksekusi putusan pengadilan dalam kasus korupsi cessie Bank Bali terutama barang bukti uang yang disita penyidik harus dibuatkan berita acaranya. Di situ juga akan tertera siapa yang mengeksekusi putusan itu. Ini menjadi bentuk transparansi penegak hukum dalam mengeksekusi sebuah putusan.

“Kalau sudah (dieksekusi) kok tidak ada transparansinya? Eksekusi itu disita untuk negara, bukan untuk dibagi-bagi dan saya secara moral juga merasa tuntas (kasus) ini,” kata Antasari.

Karena kasus korupsi cessie Bank Bali pada tingkat pertama disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kata Antasari, eksekutor putusan pengadilan adalah Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Untuk mengetahui apakah putusan pengadilan itu sudah dieksekusi lengkap dengan berita acaranya, maka kepolisian bisa meminta keterangan kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang menjabat waktu itu.

“Siapa kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan waktu itu, tinggal dipanggil. Kalau menunjuk petugas, siapa petugasnya. Jadi begitu,” kata Antasari.

Seperti diketahui Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada waktu itu adalah Setia Untung Arimuladi. Dia menduduki posisi itu sejak 23 September 2008. Untung yang kini menjabat sebagai Wakil Jaksa Agung disebut mengeksekusi uang milik terpidana kasus korupsi cessie Bank Bali Djoko Tjandra senilai Rp 546 milliar.

Sebelumnya, Antasari hadir memenuhi panggilan penyidik Mabes Polri untuk memberi keterangan mengenai duduk perkara yang menjadikan Djoko Tjandra sebagai terpidana dalam kasus itu. Keterangan Antasari dibutuhkan karena dia menjadi penyidik sekaligus menjadi jaksa penuntut umum dalam kasus korupsi cessie Bank Bali pada 1999.

Di tahun 2000, kasus ini mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan majelis hakim membebaskan Djoko Tjandra dari segala tuntutan. Setelah itu Antasari mengajukan memori kasasi dan pada 2001, Mahkamah Agung menolak kasasi jaksa penuntut umum dengan putusan yang tidak bulat.

“Saya memang diminta untuk ajukan peninjauan kembali (PK) waktu itu oleh pimpinan (Kejaksaan Agung), tapi saya nggak mau karena berdasarkan KUHAP, PK hanya untuk waris dan terpidana. Sebagai penegak hukum, saya tidak mau melanggar hukum,” kata Antasari. [KRG]