Ilustrasi pertumbuhan perekonomian Indonesia
Ilustrasi pertumbuhan perekonomian Indonesia [Foto: istimewa]

Koran Sulindo – Pertumbuhan ekonomi dalam triwulan (tiga bulan) pertama 2017 disebut akan menurun dibandingkan triwulan keempat 2016 yang mencapai 4,94 persen. Penurunan itu disebabkan karena komponen harga yang ditentukan pemerintah menekan daya beli masyarakat.

Karena itu, kata Enny Sri Hartati, pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama diperkirakan hanya 4,9 persen. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) itu mengatakan, kebijakan pemerintah menaikkan harga secara serentak justru akan menekan pertumbuhan konsumsi rumah tangga.

Padahal, itu merupakan komponen utama pendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Di awal tahun ini, pemerintah menaikkan berbagai harga yang berkaitan dengan kemampuan daya beli masyarakat. Kenaikan harga itu meliputi kenaikan biaya pengurusan surat kendaraan bermotor, tarif tenaga listrik dan bahan bakar minyak.

“Agar pertumbuhan ekonomi berkesinambungan, pemerintah semestinya tidak membuat kebijakan yang memicu kenaikan harga barang,” kata Enny di Jakarta, Senin (6/2).

BPS Optimistis
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan perekonomian Indonesia pada 2016 yang diukur berdasarkan produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga yang berlaku mencapai Rp12.406,8 triliun dan PDB perkapita mencapai Rp 47,96 juta atau US$ 3.605,1.

Berdasarkan itu, ekonomi Indonesia dinyatakan tumbuh 5,02 persen dan angka ini lebih tinggi dibandingkan 2015 pada periode yang sama hanya mencapai 4,88 persen.

Meski tidak menyebutkan perkiraan pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama 2017, BPS optimistis perekonomian Indonesia akan melaju mencapai target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2017 yakni 5,1 persen. Pada tahun sebelumnya target pertumbuhan ekonomi sesuai APBN 2016 yakni 5,2 persen. Sedangkan realisasinya hanya 5,02 persen.

Karena itu, keyakinan BPS ini berbeda dengan Indef yang memperkirakan triwulan pertama 2017 pertumbuhan ekonomi akan menurun dibandingkan triwulan keempat 2016. BPS berkeyakinan karena pertumbuhan ekonomi 2016 secara year on year (yoy) lebih tinggi dibanding capaian pertumbuhan ekonomi 2015. [KRG]