Luna Maya

Koran Sulindo – Vokalis kelompok musik Noah (dulu Peter Pan), Nazriel Ilham  alias Ariel, telah menjalani hukuman kurung badan di hotel prodeo selama 3 ½ tahun. Ia oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, dinyatakan telah sengaja memenuhi unsur memberi kesempatan kepada orang lain untuk mengopi dan menyebarkan video seksnya dan membuat serta menyediakan pornografi. Selain dipenjara, ia juga harus membayar denda Rp 250 juta. Vonis itu diktuk akhir Januari 2011 lampau.

Terkait kasus tersebut, artis Cut Tari dan Luna Maya pun ditetapkan sebagai tersangka pada 9 Juli 2010. Dugaannya: ikut membuat serta menyediakan pornografi. Keduanya diduga telah melanggar Pasal 282 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Namun, sampai hari ini, kasus Cut Tari dan Luna Maya tak terdengar kabar pemrosesannya. Kalau belum selesai pemrosesannya selama lebih dari tujuh tahun, artinya keduanya sampai kini masih menyandang status tersangka.

Sekelompok masyarakat pun mempertanyakan perkembangan kasus Cut Tari dan Luna Maya itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (2/8). Mereka menamakan kelompoknya Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI).

“Sampai saat ini, kasus Luna Maya dan Cut Tari belum pernah disidangkan dan tidak ada kejalasan prosesnya, apakah diteruskan atau dihentikan, mengambang tanpa kepastian,” ujar Wakil Ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho dalam keterangan tertulisnya yang diterima Jumat (3/8).

Karena itu, pihaknya akan mengajukan gugatan praperadilan. Menurut Kurniawan, gugatan praperadilan tersebut merupakan upaya pihaknya untuk menghadirkan kepastian hukum bagi seluruh masyarakat.

Ia pun menyatakan, gugatan itu tidak dilayangkan berdasarkan permintaan dari Luna Maya atau Cut Tari. Kurniawan mengaku, baik dirinya maupun teman-temannya di LP3HI, tidak mengenal kedua artis tersebut. “LP3HI secara personal tidak mengenal dan tidak ada hubungan dengan Luna Maya dan Cut Tari. Namun, demi kepastian hukum, kami dengan sukarela dan tanpa dibayar oleh siapap un mengajukan gugatan praperadilan ini,” kata Kurniawan.

Dalam gugatan praperadilan yang teregistrasi dengan Nomor 70/Pid.Prap/2018/PN.JKT.SEL, lanjut Kurniawan, pihaknya meminta hakim memerintahkan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam kasus kedua artis itu.

Menurut Kurniawan, SP3 terhadap kasus yang menjerat Luna Maya dan Cut Tari itu penting. Karena, hukum tidak boleh menggantung nasib orang sebagai tersangka seumur hidupnya. Gugatan praperadilan ini, lanjutnya, juga merupakan bukti keyakinan pihaknya bahwa polisi tidak memiliki bukti yang cukup untuk memenuhi petunjuk jaksa terkait status tersangka Luna Maya dan Cut Tari.

“LP3HI yakin kasus Luna Maya dan Cut Tari tidak cukup bukti dan polisi tidak mampu memenuhi petunjuk Jaksa Penuntut Umum sehingga kasusnya berlarut-larut,” tutur Kurniawan.

Ia juga memastikan, gugatan praperadilan pihaknya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah masuk dalam agenda kesimpulan pada Kamis (2/8). Lebih lanjut Kurniawan mengatakan, jawaban kuasa hukum Kepala Polri menyatakan tidak pernah menghentikan penyidikan terhadap Luna Maya dan Cut Tari. Berdasarkan yang diajukan polisi, sejumlah berkas bukti telah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung sejak 4 Agustus 2010.

Meskipun begitu, ungkap Kurniawan lagi, kuasa hukum Kepala Polri tidak bisa menjawab, apakah perkara tersebut dinyatakan lengkap oleh jaksa (P21) atau sebaliknya, dikembalikan oleh jaksa untuk dilengkapi polisi (P19). “Setelah agenda kesimpulan kemarin, agenda berikutnya minggu depan adalah pembacaan keputusan hakim, apakah menerima atau menolak gugatan ini,” ujar Kurniawan.

Sebenarnya, dari hasil riset kecil-kecilan saja di Internet dapat dilihat, kasus seperti yang menimpa Cut Tari dan Luna Maya bukan “barang baru” di jagat peradilan Indonesia. Yang relatif belum lama misalnya kasus yang membelit mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Prof. Denny Indrayana. Ia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi sejak 2015 lalu. Tapi, sampai sekarang tak keruan pula juntrungan kasusnya.

Status tersangka juga disandang pekerja seni Sitok Srengenge sejak tahun 2014.  Sitok dikenai Pasal 335 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan; Pasal 286 KUHP tentang Kejahatan terhadap Kesusilaan, dan; Pasal 294 KUHP tentang Pencabulan. Sitok diancam hukuman di atas lima tahun penjara.

Kasus dugaan perbuatan tidak menyenangkan Sitok Srengenge sempat akan dihentikan Penyidik Polda Metro Jaya. Alasannya: penyidik kesulitan dalam mencari alat bukti. Namun, setelah itu tak terdengar lagi kelanjutan kasusnya dan Sitok masih menyandang status tersangka. [RAF]