Dalam debat perdana calon presiden (capres) 2024, Senin (12/12/2023), Anies Baswedan dan Prabowo Subianto sempat adu argumentasi soal polusi udara di Jakarta. Anies yang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, menjawab pertanyaan Prabowo soal penanganan polusi udara di Jakarta dengan anggaran Rp 80 triliun.
Anies mengatakan bahwa polusi udara di Jakarta tidak konsisten. Dia mencontohkan bahwa polusi udara Jakarta bisa tinggi pada hari Minggu pagi, tetapi bisa rendah pada hari Senin pagi. Hal ini, kata Anies, karena polusi udara mengikuti arah angin.
“Polusi udara tak punya KTP, angin tak ada KTP-nya,” kata Anies.
Prabowo pun merespons. Dia menilai Anies tidak seharusnya menyalahkan angin. Prabowo kembali menegaskan pertanyaannya yakni tentang penanganan polusi udara Jakarta dengan anggaran sebesar itu.
“Ya susah kalau kita menyalahkan angin dari mananya. Jadi saya bertanya, dengan anggaran segitu besar, langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk dengan real dalam 5 tahun mengurangi polusi juga, di mana rakyat Jakarta itu banyak yang mengalami sakit pernapasan,” ujar Prabowo.
Prabowo lantas mengatakan jika menyalahkan angin, maka tidak perlu ada pemerintahan untuk menangani masalah ini.
“Jadi saya kira gampang menyalahkan angin, hujan dan sebagainya ya mungkin tidak perlu ada pemerintahan kalau begitu,” sambungnya.
Anies yang kembali merespons pernyataan Prabowo lantas menyinggung perihal jawaban dengan data dan fiksi. Dia kemudian memaparkan data sumber polutan Jakarta.
“Ini lah bedanya yang berbicara pakai data dan yang berbicara pakai fiksi. Ini pakai data. Jadi ketika tunjukan ya memang ada sumber polutan dari dalam kota, tapi kalau sumber polutan itu hanya dari dalam kota maka pakai logika sederhana sekali,” kata Anies menanggapi Prabowo perihal ‘menyalahkan angin’.
Anies mengatakan jumlah sepeda motor dan mobil di Jakarta selalu sama. Namun, ada perbedaan satu waktu polusi di Jakarta tak muncul.
“Jumlah motor dari hari ke hari sama, jumlah mobil dari hari ke hari sama, maka harusnya angka polusinya sama setiap waktu, betul tidak? Tapi jumlah motor sama, jumlah mobil sama, ada posisi sangat tidak polusi. Nanti kalau perlu saya kirimkan gambar satelitnya ke Pak,” ujar Anies.
“Supaya Bapak bisa menyaksikan. Inilah mengapa kita mengambil langkah itu pakai ilmu pengetahuan, pakai data, dan menggunakan scientist. Kalau tidak pakai itu, tidak akan ada langkah yang benar,” imbuhnya.
Anies menegaskan bahwa pengendalian polusi di Jakarta menggunakan data. Jika menjadi presiden, Anies akan menggunakan cara itu di wilayah lainnya.
“Bagaimana pengendalian itu dikerjakan untuk dalam Jakarta. Jika saya terpilih presiden, maka yang luar Jakarta saya kendalikan juga,” katanya.
Adu argumentasi antara Anies Baswedan dan Prabowo Subianto soal polusi udara di Jakarta menunjukkan perbedaan pandangan kedua capres dalam penanganan masalah tersebut.
Anies Baswedan menekankan bahwa polusi udara di Jakarta tidak hanya disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam kota, tetapi juga faktor-faktor dari luar kota, seperti polusi yang dibawa oleh angin dari wilayah lain. Dia juga menekankan pentingnya penggunaan data dan ilmu pengetahuan dalam penanganan polusi udara.
Sementara itu, Prabowo Subianto menilai bahwa Anies Baswedan tidak seharusnya menyalahkan angin. Dia juga mempertanyakan langkah-langkah konkret yang telah dilakukan Anies untuk mengurangi polusi udara Jakarta.
Perbedaan pandangan ini menunjukkan bahwa penanganan polusi udara di Jakarta masih menjadi tantangan yang kompleks. Diperlukan kerja sama dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah ini. [Ulfa Nurfauziah]