Koran Sulindo – Residen Representatif Senior Dana Moneter Internasional (IMF) untuk Indonesia, Ben Bingham, menyinyalir pemerintah Indonesia akan mengalami kekurangan penerimaan dari sektor pajak (shortfall). “Seperti pengalaman tahun lalu, risiko menghadapi shortfall tetap ada jika pemerintah tidak mampu menjawab tantangan dalam memungut pajak,” kata Ben Bingham di Jakarta, akhir Maret 2016 lalu.
Jika nantinya penerimaan negara masih menjadi kendala, menurut Ben Bingham, bisa memengaruhi alokasi anggaran sektor infrastruktur. Dia mengimbau pemerintah untuk merevisi kapasitas APBN yang ada. “Kami melihat perlu ada penyesuaian lebih cepat untuk memberikan kepastian terhadap keberlanjutan pembangunan infrastruktur,” tuturnya.
Sinyalemen tersebut langsung disambut Presiden Jokowi. Dalam lawatan ke negara-negara Eropa, Jokowi mengajak perusahaan yang ada di Jerman, Inggris, dan Belanda untuk terlibat dalam proyek infratruktur di Indonesia. Hasil kunjungan tersebut membuahkan hasil, tercermin dari komitmen investasi yang bisa diboyong ke Indonesia mencapai US$ 20,5 miliar atau setara Rp 266,5 triliun.
Tawaran investasi paling tinggi diberikan Pemerintah Inggris, yang berkomitmen berinvestasi US$ 19,02 miliar ke Indonesia. “Jerman, nilainya US$ 875 juta. Ada yang terkait smelter nikel, Antam dengan Ferrostaal, kemudian Siemens dengan
PLN,” kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Franky Sibarani. Sementara itu, nilai investasi dari Belanda diperkirakan dapat mencapai US$ 604,2 juta.
Masuknya investasi asing terhadap sejumlah proyek infrastruktur di Tanah Air dikhawatirkan akan menyisihkan investor lokal. Menurut ekonom Universitas Gadjah Mada-Yogyakarta dan Kepala Ekonom PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), Anggito Abimanyu, menggali dana asing (capital inflow) itu baik, namun harus dipastikan tidak ada ikatan politik atau apa pun yang merugikan masa depan Indonesia.
“Dana asing perlu dikerjasamakan dengan dana atau investasi domestik dan dikhususkan bagi pembangunan infrastruktur yang memiliki nilai ekonomis jangka panjang,” kata Anggito. Langkah yang mesti diambil pemerintah dihadapkan pada kenyataan bahwa penerimaan pada APBN 2016 masih didera shortfall.
Berikut petikan wawancara wartawan Koran Suluh Indonesia, Arief Setianto, dengan Anggito Abimanyu.
Apa saja program prioritas yang harus dijalankan pemerintah dengan dana yangterbatas?
Prioritasnya adalah pembangunan infrastruktur dan dana sosial untuk memberikan jaminan hidup, untuk mengentaskan orang miskin.
Bagaimana kondisi makro ekonomi Indonesia sekarang ini? Apa yang mesti dibenahi?
Kondisi makro ekonomi 2016 membaik, namun risiko pembalikan masih cukup tinggi. Yang mesti jadi perhatian adalah kondisi kerberlanjutan fiskal (APBN) dan efisiensi/ketahanan sektor keuangan.
Cukup efektifkah pengampunan pajak (tax amnesty) untuk menambal kekurangan penerimaan APBN?
Tax amnesty baru akan berhasil jika diikuti denga tax reform dan iklim investasi yang lebih kondusif dan menarik bagi potensi dana repatriasi yang masuk. Tax amnesty dapat mengurangi kekuarangan penerimaan APBN 2016, namun jumlahnya akan tergantung pada kedua kebijakan tersebut dan persyaratan lainnya, seperti uang tebusan, kemudahan administrasi, dan kompensasi lainnya, termasuk masalah hukumnya.
Haruskah APBN Perubahan 2016 menunggu Undang-Undang Pengampunan Pajak?
Sebaiknya APBN Perubahan (APBN-P) 2016 tidak menunggu Undang-Undang Pengampunan Pajak karena ketidakpastian adanya dukungan DPR terhadap RUU tersebut, terkait dengan waktu pengesahan, persyaratan pengampunan, besaran uang tebusan dan subtansi lainnya. Saran saya, pemerintah segera mengajukan APBN-P 2016 kepada DPR karena saat ini kondisi perekonomian di Tanah Air berubah dan penerimaan negara diprediksi sulit mencapai target yang dicanangkan. Pengajuan APBNP 2016 kepada parlemen tidak perlu menunggu Undang-Undang Pengampunan Pajak disahkan. Sebab, dengan anggaran yang sekarang, penerimaan negara akan sulit tercapai. Kondisi perekonomian di Indonesia saat ini telah berubah, mulai dari harga minyak dunia yang fluktuatif, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang menguat, serta tingkat suku bunga yang terus diturunkan. Hal tersebut tentu akan mengubah berbagai asumsi yang telah diajukan dalam APBN 2016. Belum lagi daya beli, terus lagi pertumbuhan ekonomi dikoreksi. Jadi, asumsi makro sudah berubah dan regulasi berubah.
Dalam APBNP 2016, pemerintah perlu menurunkan target pendapatan negara, meskipun sebagai konsekuensinya belanja pemerintah pun harus dikoreksi.
Komposisi yang realistis dalam APBN-P 2016 seperti apa?
Menurut best practice, komposisi belanja gaji dan barang maksimum adalah 30%, belanja sosial 30%, dan belanja modal adalah 20%. Sisanya adalah belanja lainnya.
Adakah catatan khusus tentang tax amnesty?
Ada beberapa catatan saya tentang tax amnesty. Pertama: pemahaman falsafah undang-undang pengampunan pajak belum solid di DPR dan masyarakat umum. Kedua: road map dari reformasi perpajakan lanjutan pasca-pengesahan undang-undang tax amnesty. Ketiga: besaran uang tebusan. Keempat: persyaratan mendapat pengampunan pajak. Kelima: jenis pajak yang dimasukkan dalam obyek pengampunan. Keenam: jaminan kerahasiaan serta sanksi bagi petugas pajak. Ini perlu diedukasikan. []