Bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum ketika bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta soal e-KTP [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Ketika namanya disebut terlibat dalam kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP), bekas Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum meradang. Ia menuduh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang berfantasi memasukkan namanya dalam kasus itu.

Apalagi, Anas mengaku sama sekali tidak mengenal Andi Agustinus atau Andi Narogong, pengusaha yang mengelola proyek e-KTP. Karena itu, ia meminta kepada hakim agar mempertemukannya dengan Andi Narogong.

Mendengar jawaban Anas itu, salah satu hakim lalu membacakan dakwaan jaksa KPK untuk terdakwa Irman, bekas pejabat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Mendengar dakwaan tersebut, Anas kembali membantahnya, terlebih setelah terpilih menjadi ketua umum Partai Demokrat pada 2010, ia tak lagi menjadi anggota DPR.

Pertemuannya bersama Andi Narogong, Setya Novanto dan Muhammad Nazaruddin bekas Bendahara Partai Demokrat untuk mengatur komisi proyek e-KTP disebut Anas sebagai fiksi, fantasi dan fitnah. Padahal dalam dakwaan Anas dikatakan menerima US$ 5 juta sebagai imbalan dari proyek tersebut.

Dibanding anggota DPR yang lain, tuduhan kepada Anas ini boleh dibilang cukup besar. Dan masih berdasarkan dakwaan pula, orang-orang ini termasuk Anas sepakat mengatur pembagian total anggaran untuk e-KTP yang mencapai sekitar Rp 5,9 triliun.

Sebanyak 51 persen atau sekitar Rp 2,6 triliun akan digunakan sebagai belanja modal untuk proyek. Sisanya atau sekitar 2,5 triliun akan dibagi-bagikan ke berbagai pihak.

Sebelumnya, mantan rekan Anas di Demokrat, Nazaruddin juga membenarkan dakwaan jaksa itu. Tentu saja Anas langsung membantah keterangan Nazaruddin. Karena itu, fitnah Nazaruddin ia sebut lebih kejam daripada pembunuhan. Apalagi lagi tudingan Nazaruddin kepada Anas bukanlah sesuatu yang baru. Sudah berkali-kali.

Dalam persidangan Anas mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi terkadang memang membutuhkan penjahat. Akan tetapi, penjahat tersebut jangan terlalu cepat dianggap sebagai orang suci baru atau pahlawan. Mungkin sekali orang tersebut masih melakukan hal yang sebelumnya, tapi dengan model yang lain. Demikian Anas. [KRG]