Koran Sulindo – Sebagai kader PDI Perjuangan, Ananda Emira Moeis, memahami benar, muara perjuangan partainya adalah menyejahterakan kehidupan rakyat. Bahkan, pemahaman itu sudah tertanam dalam dirinya sejak remaja, sejak masih duduk di bangku sekolah lanjutan tingkat atas.
Ketika itu, Ananda remaja kerap mengikuti aktivitas politik sang ayah, Emir Moeis, yang merupakan politisi dari PDI Perjuangan. Emir sendiri semasa mudanya aktif di partai politik bentukan Bung Karno, Partai Nasional Indonesia (PNI). Emir pun mengikuti jejak ayahnya, Inche Abdoel Moeis, yang merupakan pengurus DPP PNI dan merupakan Kepala Daerah Swatantra Pertama Kalimantan Timur (Kaltim).
Ananda sejak beberapa tahun lalu telah diberi amanat oleh partainya untuk menjadi Sekretaris DPD PDI Perjuangan Kaltim, tanah asal leluhur ayah dan kakeknya. Adapun ibunda dari Ananda berasal dari Jawa.
Amanah tersebut masih ia jalankan sampai sekarang. Malah, untuk Pemilihan Umum 2019, oleh partai yang diketuai Megawati Soekarnoputri itu, Ananda ditugaskan menjadi calon anggota legislatif (caleg).
Ananda Emira Moeis adalah Caleg Nomor 1 DPRD Provinsi Kaltim dari PDI Perjuangan. Daerah pemilihannya Kaltim 1 Kota Samarinda.
Menurut Nanda, begitu ia biasa disapa keluarga dan kawan-kawannya, masyarakat Kaltim adalah masyarakat multikultur, yang terdiri dari beberapa etnis. Kultur dan bahasa lokalnya beragam. Juga agama yang dipeluk masyarakatnya.
“Keragaman ini merupakan aset dan kekayaan yang harus dipelihara. Jangan sampai ada yang memecah-belah. Dengan begitu, persatuan dalam keberagaman sesuai Bhinneka Tunggal Ika dalam Pancasila benar-benar harus dipahami dan dipraktikkan. Menurut saya, pendidikan moral Pancasila dalam betuk apa pun harus dimulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi,” ujar Nanda.
Lebih lanjut, perempuan yang dilahirkan pada tahun 1984 ini mengungkapkan, ada dua program utama yang akan ia usung jika menjadi anggota DPRD Provinsi Kaltim. “Pertama: bagaimana memajukan dan membela Provinsi Kaltim. Kedua: bagaimana membela dan memajukan Kota Samarinda. Itu yang akan saya lakukan,” kata Nanda.
Provinsi Kaltim, lanjutnya, tidak bisa lagi dibayangkan seperti 20 tahun atau bahkan 10 tahun yang lalu. Pada masa-masa itu, Kaltim menggantungkan pendapatannya pada bisnis ekstraksi,seperti mineral dan batubara, minyak dan gas, serta emas, yang dilakukan dengan kapital besar oleh perusahaan multinasional.
“Pada masa itu, penerimaan negara dari komoditas-komoditas itu sangat besar. Dana bagi hasil sumber daya alam sangat tinggi, tertinggi di Indonesia malah. Bahkan, di masyarakat luas sampai muncul persepsi Provinsi Kaltim adalah provinsi terkaya se-Indonesia,” tuturnya.
Namun, sekarang, situasi sudah berbalik, akibat berkurangnya volume lifting minyak dan gas serta harganya yang merosot tajam. Hal yang sama terjadi pada batubara. “Kini saatnya masyarakat Kaltim berani melepaskan diri dari ketergantungan pada para konglomerat, dengan menggerakkan usaha mikro, kecil, dan menengah, UMKM. Pemerintah Provinsi Kaltim dan pemerintahh kabupaten/kota harus mau bersusah-payah mendukung perubahan ini,” kata Nanda.
Bidang pertanian, perkebunan, kerajinan, parawisata, dan berbagai bidang jasa lainnya, lanjut Nanda, harus segera digarap maksimal oleh masyarakat Kaltim. “Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota juga sudah harus serius mempersiapkan masyarakat untuk menggeluti bidang-bidang tersebut. Karena, itulah yang akan menjadi andalan Kaltim untuk mendongkrak kenaikan Pendapatan Asli Daerah-nya, yang sejak belasan tahun lalu terpuruk,” ujar Nanda, yang menyandang gelar sarjana seni dari Universitas Trisakti, Jakarta.
Untuk itu, kata Nanda lagi, jumlah sekolah dan lembaga pendidikan di bidang pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, kerajinan, dan juga manufaktur harus lebih ditingkatkan. “Begitu pula dengan balai latihan kerja, BLK, harus diperbanyak dan program latihannya diintensifkan. Saya akan memperjuangkan ini, termasuk mencari dukungan pendanaannya dari pemerintah pusat,” tuturnya.
Akan halnya untuk Kota Samarinda sebagai daerah pemilihannya, Nanda akan memperjuangkan perbaikan drainase dan aliran sungai di ibu kota Provinsi Kaltim tersebut. Dengan demikian, penyakit Kota Samarinda yang bisa dikatakan sudah kronis, sehingga dijuluki Kota Banjir, bisa dihilangkan.
”Masalah utamanya antara lain adalah soal drainase, masalah aliran sungai, yang bolak-balik diperbaiki dan sampai hari ini masih ada yang belum tuntas. Ini harus diperbaiki sampai benar-benar tuntas,” ungkapnya.
Masalah lainnya dari Kota Samarinda adalah masalah air bersih. “Sumber air bersih ini juga di Samarinda masih menjadi masalah. Kebiasaan yang langsung menggunakan air dari Sungai Mahakam sekarang sudah hampir tidak mungkin karena sungainya sudah semakin terpolusi. Karena itu, pekerjaan pembuatan sumber air bersih harus benar-benar diutamakan,” tutur Nanda.
Selain itu, ia juga akan mendorong Pemerintah Provinsi Kaltim dan Pemerintah Kota Samarinda mulai mempersiapkan pengalihan atau perluasan kota ke daerah pinggiran. Karena, daerah pusat atau daerah bawah, yang berdekatan dengan Sungai Mahakam, sudah semakin sempit dan kumuh, sehingga daya dukung alamnya tidak bisa dipaksakan lagi, sebelum terjadinya bencana.
“Ini juga akan menghindari banjir dan dapat mengurangi kepadatan dan kekumuhan Kota Samarinda,” kata Ananda Emira Moeis.
Ia menegaskan sekali lagi, dirinya akan memperjuangkan dengan seluruh kemampuannya agar Kaltim dapat berubah ke arah yang lebih baik. “Kaltim ke depan harus berubah, tidak lagi sebagai pengeruk Bumi,” ujar Nanda. [PUR]