Ilustrasi/new-indonesia.org

Koran Sulindo – Anak perempuan di Indonesia cenderung memiliki kemungkinan putus sekolah yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, khususnya pada jenjang pendidikan dasar.

Tingginya angka putus sekolah pada jenjang tersebut antara lain disebabkan faktor pertimbangan prioritas bahwa nilai ekonomi atau tingkat pengembalian anak laki-laki dianggap lebih tinggi dibandingkan perempuan. Anak laki-laki dianggap harus mencari nafkah sehingga harus dibekali pendidikan lebih tinggi. Kondisi ini menegaskan adanya kesenjangan gender antara anak perempuan dan laki-laki dalam partisipasi sekolah.

Demikian dikemukakan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjajaran, Bayu Kharisma, SE., MM., M.E., saat ujian terbuka promosi doktor yang berlangsung di Gedung Auditorium BRI Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Senin (9/1). “Adanya tradisi dan budaya serta persepsi negatif  bahwa anak perempuan terkendala soal keselamatan, biaya dan jarak yang menjadi kendala mereka untuk melanjutkan pendidikan,” kata Bayu yang mengajukan disertasi berjudul ‘Guncangan Pendapatan dan Investasi Modal Manusia di Indonesia.’

Dalam berbagai penelitian, menurut Bayu, umumnya rumah tangga di pedesaan dalam upaya mengantisipasi krisis ekonomi cenderung mengurangi investasi pendidikan anak berusia muda untuk melindungi pendidikan anak yang berusia lebih tua. Untuk itu Bayu menekankan hendaknya pemerintah lebih memprioritaskan anak perempuan diberikan akses pendidikan lebih luas, sehingga bias gender dalam pendidikan dapat diminimalisir.

“Pendidikan rendah pada anak perempuan sangat berpengaruh terhadap akses dan sumber–sumber produktif sehingga rentan dengan berbagai guncangan ekonomi akibatnya anak perempuan lebih banyak terkonsentrasi pada pekerjaan informal dan domestik yang cenderung memiliki upah rendah,” tutur Bayu.

Adanya kebijakan untuk meningkatkan kesetaraan gender ini, lanjutnya, merupakan aspek penting dari strategi pembangunan dalam upaya memberdayakan masyarakat, khususnya bagi perempuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan serta keluar dari rantai kemiskinan yang selama ini menjadi masalah mendasar bagi Indonesia.

Bayu mengingatkan, investasi modal manusia pada masa anak-anak sangat penting dalam menopang tingkat kesejahteraan pada saat mereka menginjak usia dewasa. Sebab, anak-anak yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung akan lebih produktif, kesempatan memperoleh upah tinggi dan memiliki status kesehatan yang lebih baik. Oleh karena itu pendidikan merupakan salah satu faktor mendasar dalam menopang pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Menurut Bayu,  program pemberian beasiswa yang diberikan pemerintah pada keluarga kurang dan tidak mampu merupakan salah satu instrumen kebijakan yang bisa mengurangi angkat putus sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Hal ini mengingat jenjang tersebut sangat rentan terkena putus sekolah apalagi terkena dampak krisis ekonomi.

“Dengan demikian siswa mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk terus bersekolah dan melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya,” ujarnya.[YUK]