Koran Sulindo – Amnesty International Indonesia (AII) menyatakan Undang-undang Penodaan Agama (Undang-Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama) bermasala, karena itu harus dibatalkan. Ketentuan tentang penodaan agama ini juga melemahkan jaminan hukum atas kemerdekaan berpendapat dan beragama di Indonesia serta dipakai sebagai alat politik pembelahan.
“Secara keseluruhan undang-undang ini bermasalah, tidak ada pasal yang terkecuali termasuk beberapa pasal dalam KUHP yang mendukung undang-undang ini,” kata Direktur Eksekutif AII, Usman Hamid, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (5/4/2018), seperti dikutip antaranews.com.
Menurut Usman, UU itu sering digunakan mengarah pada pembelahan masyarakat berdasarkan identitas agama atau perbedaan lainnya.
“Sekarang, ketentuan ini juga tidak hanya mengacu pada perbedaan tapi juga pada minoritas seksual,” katanya.
UU itu juga rentan digunakan untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) lainnya.
“Batas kebebasan berekspresi atau berpendapat adalah ketika seseorang menyebarkan kebencian seperti mangancam, atau mengajak untuk melakukan tindak kekerasan,” katanya.
Bebaskan Seluruh Terpidana
Amnesty Indonesia juga mendesak pemerintah dan otoritas terkait membebaskan seluruh terpidana kasus penodaan agama.
“Praktik pemenjaraan dengan vonis penodaan agama tidak adil dan melanggar kewajiban HAM Indonesia dalam hukum international. Amnesty Internasional Indonesia meminta bebaskan seluruh orang-orang yang divonis bersalah karena penodaan agama tanpa syarat dan segera,” kata Usman.
Tercatat, antara 1965-1998 pasal penodaan agama tersebut telah menjerat sekitar 10 orang, sedangkan antara 2005-2014, pasal penodaan agama tersebut telah menjerat paling sedikit 106 orang yang dituntut dan dipidana dengan pasal penodaan agama.
Pasal penodaan agama bertentangan dengan UUD 1945 yang memegang teguh hak kebebasan berpendapat.
“Meminta pemerintah Indonesia untuk hapuskan UU penodaan agama, UU ini sudah penjarakan orang-orang yang sekedar sampaikan pandangan atau jalankan keyakinann mereka, Ahok dan Gafatar hanya contoh UU ini timbulkan masalah serius dari jalankan kemerdekaan,” kata Usman.
Latar Belakang
Amnesty Indonesia bersama organisasi sosial lainnya seperti Elsam pernah mengajukan uji materi atas UU ini pada 2009. Putusan Mahkamah Konstitusi pada 2010 menolak permohonan itu karena menilai UU itu masih diperlukan.
Pada 2012, beberapa warga negara juga mengajukan hal sama kepada MK, tapi lagi-lagi ditolak.
Belakangan penggunaan UU ini makin sering dilakukan, bahkan jauh berlipatganda daripada masa pemerintah Jendral Soeharto. [DAS]