Ilustrasi

Koran Sulindo – Sejumlah aturan tindak pidana khusus dinilai akan tumpul ketika Rancangan Undang Undang KUHP jadi disahkan menjadi UU. Pasalnya, sejumlah aturan tindak pidana khusus itu dimasukkan ke dalam RUU KUHP.

Lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi mengatakan, salah satu tindak pidana khusus yang dimasukkan ke RUU KUHP adalah tindak pidana korupsi. Menurut peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Lola Ester, jika tindak pidana korupsi tetap masuk di RUU KUHP, maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menjadi “korban”.

Ia bahkan meyakini secara perlahan justru itu akan “membunuh” KPK karena ketidakjelasan perumusan pasal di RUU KUHP. Kendati banyak pihak mengatakanhal itu tidak akan menggembosi KPK, Lola merasa tidak ada jaminan akan hal itu. Terlebih semuanya kembali menjadi keputusan pengadilan.

“Dimasukkannya tindak pidana korupsi di RUU KUHP justru membuat ambiguitas. Pasalnya ada UU lain yang mengaturnya selain UU Tindak Pidana Korupsi,” kata Lola dalam keterangan resminya seperti dikutip Kompas.com pada Minggu (3/6).

Ia lalu mencontohkan salah satu pasal di UU Tipikir yang juga terdapat di RUU KUHP. Pasal 2 UU Tipikor mengatur soal kerugian negara. Sementara Pasal 687 di RUU KUHP mengatur hal yang sama. Bedanya hanya ancaman sanksi penjara dan dendanya. Dari kedua norma ini yang sama ini mana yang akan dipakai? Karena tidak ada kejelasan, maka penegak hukum punya diskresi.

Dari situasi ini, ia khawatir justru itu akan membuka peluang perilaku transaksional yang cenderung koruptif. Para koruptor bisa memanfaatkannya untuk berkongkalikong agar denda yang dijatuhkan tidak seberat yang terdapat di UU Tipikor. Dari sini, Aliansi menjadi khawatir Pengadilan Tipikor menjadi mati suri jika delik korupsi masuk RUU KUHP.

Selanjutnya, jika tindak pidana korupsi masuk RUU KUHP, kasusnya kelak akan ditangani Pengadilan Umum. Padahal sesuai dengan UU tentang Pengadilan Tipikor tahun 2009, perkara tindak pidana korupsi masuk Pengadilan Tipikor. Karena itu, Aliansi berpendapat, sebaiknya tindak pidana korupsi jangan disamakan penangannya dengan pencurian, penggelapan dan sebagainya.

Berdasarkan fakta itu, kata Lola, Aliansi Nasional Reformasi menolak RUU KUHP. [KRG]