SUDAH SEPANTASNYA memang bila Aldrin kemudian dipercaya untuk berkontribusi di Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN). Ia duduk sebagai anggota Kompartemen Ekonomi Kreatif KEIN. Apalagi, ia bukan akademisi menara gading, yang hanya asyik berkutat dengan persoalan-persoalan kemasyarakatan lewat analisis di atas kertas. Aldrin punya pengalaman panjang sebagai manajer dan pekerja profesional yang terjun langsung ke tengah masyarakat.
Di Unpad pun begitu. Ia senantiasa memberikan yang terbaik dari apa yang ia miliki kepada almamaternya tersebut, baik berupa pemandangannya atas suatu masalah, upaya memberikan solusi atas suatu masalah, sampai caranya dalam mengambil keputusan saat menjadi pemimpin di kelembagaan kampus. Aldrin tercatat pernah menjadi Direktur Laboratorium Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpad.
Pada September 2018 lalu, ia terpilih sebagai salah satu kandidat Rektor Unpad untuk periode 2019-2024. Dalam penyampaian gagasannya di forum para kandidat rektor, Aldrin antara lain mengungkapkan, Unpad harus memperhatikan kebutuhan dasar mahasiswa, yaitu akademis dan nonakademis. Kepastian untuk tetap berkuliah di Unpad merupakan sisi yang harus diperhatikan dari sudut pandang nonakademis.
Menurut Aldrin, Unpad memiliki banyak aset yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis. Selain menggunakan dana universitas dan kemitraan, dana beasiswa bagi mahasiswa tidak mampu juga dapat diperoleh dari hasil aset bisnis Unpad. Ia juga mengungkapkan, bila diberi amanah untuk menjadi nakhoda Unpad, dirinya akan menjadikan Unpad bukan hanya perguruan tinggi riset, tapi juga perguruan tinggi yang mampu melakukan sinergi dan inovasi.
“Universitas yang punya sinergi dengan banyak lembaga pemerintahan, institusi, bahkan antar-fakultas dan antar-jurusan, kemudian dapat membuahkan inovasi sebanyak-banyaknya dari hasil sinergitas itu,” ujarnya.
Sebagai ekonom, Aldrin juga punya kepedulian yang tinggi terhadap ekonomi kerakyatan. Dalam sebuah kesempatan, antara lain, dia mengatakan keberadaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Jawa Barat harus diperhitungkan.
“Karena, pada tahun 2013 saja, jumlah tenaga kerja di UMKM yang ada di Jawa Barat mencapai 13,86 juta jiwa, sedangkan pada usaha besar ada 2,37 juta jiwa. Jumlah UMKM di Jawa Barat pada tahun 2013 mencapai lebih dari 9.042.519 unit dan usaha besar 1.853 unit. Perbandingan kontribusi UMKM dan usaha besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto Jawa Barat itu 55 banding 45. Jadi, sekali lagi, keberadaan UMKM di Jawa Barat harus diperhitungkan,” tutur Aldrin.
Sayangnya, kata Aldrin lagi, seperti halnya terjadi di banyak daerah di Indonesia, UMKM di Jawa Barat juga kurang mengalami perbaikan dari waktu ke waktu. Penyebabnya antara lain kurang kondusifnya iklim usaha, di samping tumpangtindihnya program antar-dinas, kementerian, dan lembaga.