Alasan Jokowi Naikkan Pangkat Prabowo jadi Jenderal TNI Kehormatan

Presiden Joko Widodo resmi menganugerahkan kenaikan pangkat kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menjadi Jenderal TNI Kehormatan Purnawirawan. - CNBC

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) resmi menaikkan pangkat Prabowo Subianto menjadi Jenderal TNI Kehormatan (HOR). Prabowo menerima kenaikan pangkat dalam acara Rapat Pimpinan TNI-Polri di Jakarta, Rabu (28/2).

Kenaikan pangkat militer kehotmatan disebut Jokowi sebagai bentuk penghargaan kepada Prabowo. Sekaligus peneguhan untuk berbakti kepada rakyat, bangsa, dan negara.

“Saya ucapkan selamat kepada bapak Jenderal Prabowo Subianto,” kata Jokowi dalam pidatonya.

Proses penyematan pangkat militer kehormatan itu dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi. Ia mencopot tanda pangkat letnan jenderal dari pundak Prabowo, kemudian menyematkan tanda pangkat jenderal bintang empat.

Sebelumnya pada tahun 2022 Prabowo juga pernah dianugerahi Bintang Yuda Darmautama. Anugerah tersebut diberikan atas jasa jasanya di bidang pertahanan sehingga memberikan kontribusi bagi kemajuan TNI dan kemajuan negara.

Atas dasar penerimaan anugerah bintang jasa itu, sesuai dengan UU nomor 20 tahun 2009, Panglima TNI mengusulkan agar Prabowo diberikan pengangkatan dan kenaikan pangkat secara istimewa.

Pemberian kenaikan pangkat militer kehormatan oleh Jokowi banyak mendapatkan pertanyaan, terutama terkait rekam jejak Prabowo Subianto di militer pada jaman Orde Baru. Prabowo pada tahun 1998 diberhentikan dari militer karena dinyatakan bersalah dalam kasus penculikan aktivis.

Menurut Jokowi semuanya memang berangkat dari bawah berdasarkan usulan panglima TNI. Lalu dirinya menyetujui untuk memberikan kenaikan pangkat secara istimewa berupajenderal TNI kehormatan.

Pemberian pangkat jenderal TNI kehormatan menurut Jokowi bukan saat ini saja. Namun juga pernah diberikan sebelumnya, seperti untuk Susilo Bambang Yudhoyono dan Luhut Binsar Pandjaitan.

Jokowi juga membantah bahwa pemberian pangkat jenderal TNI kehormatan bagian dari transaksi politik. Menurutnya, jika transaksi politik, bisa saja pemberian pangkat itu diberikan sebelum pelaksanaan pemilu.

“Ini kan setelah pemilu, jadi supaya tidak ada anggapan anggapan seperti itu,” kata Jokowi.

Respons masyarakat sipil

Tindakan Presiden Jokowi itu mendapat respons negatif dari berbagai organisasi masyarakat. Hingga kini Prabowo masih dikaitkan dengan kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang belum terselesaikan dan menjadi bagian rezim Orba yang digulingkan saat reformasi 98.

Koalisi Masyarakat Sipil mengecam pemberian kenaikan pangkat kehormatan Jenderal (HOR) bintang empat untuk Prabowo Subianto. Hal ini tidak hanya tidak tepat, tetapi juga melukai perasaan korban dan mengkhianati Reformasi 1998.

“Pemberian gelar jenderal kehormatan kepada Prabowo Subianto merupakan langkah keliru. Gelar ini tidak pantas diberikan mengingat yang bersangkutan memiliki rekam jejak buruk dalam karir militer, khususnya berkaitan dengan keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu,” ujar Ketua YLBHI Muhammad Isnur, Rabu (28/2).

Sementara itu, Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan mengatakan, bintang kepangkatan militer itu bermasalah bila diberikan Presiden Jokowi kepada Prabowo. Berdasarkan Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor: KEP/03/VIII/1998/DKP, Prabowo Subianto telah ditetapkan bersalah dan terbukti melakukan beberapa penyimpangan dan kesalahan termasuk melakukan penculikan terhadap beberapa aktivis pro demokrasi pada tahun 1998.

Berdasarkan surat keputusan itu Prabowo Subianto kemudian dijatuhkan hukuman berupa diberhentikan dari dinas keprajuritan.

“Sehingga keabsahan pemberian bintang kehormatan itu problematik. Mana mungkin sosok yang diberhentikan dari dinas kemiliteran kemudian mendapatkan gelar kehormatan kemiliteran,” jelas Halili.

Koalisi masyarakat sipil menilai, pemberian gelar tersebut lebih merupakan langkah politis transaksi elektoral dari Presiden Joko Widodo yang menganulir keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu.

Koalisi Masyarakat Sipil pun mendesak Presiden untuk membatalkan rencana pemberian pangkat kehormatan terhadap Prabowo Subianto yang diduga terlibat dalam kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998.

Bahkan Komnas HAM RI diminta mengusut dengan serius kasus kejahatan pelanggaran HAM berat masa lalu dengan memanggil serta memeriksa Prabowo Subianto atas keterlibatannya dalam kasus penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998.

Pemerintah juga dituntut menjalankan rekomendasi DPR RI tahun 2009 yakni untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc, mencari 13 orang korban yang masih hilang, merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang hilang. Serta meratifikasi konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik penghilangan paksa di Indonesia. [PAR]