Di tengah padang pasir barat laut Arab Saudi, berdiri reruntuhan kota kuno dengan keindahan yang menakjubkan: Al-Ula. Bagi sebagian orang, Al-Ula adalah keajaiban arsitektur dan geologi. Namun, bagi umat Islam, kota ini juga dikenal dengan sisi kelamnya dalam sejarah kenabian—yakni sebagai tempat kaum yang dibinasakan, dan wilayah yang pernah dikutuk Nabi Muhammad SAW.
Kaum Tsamud dan Penghancuran oleh Azab
Al-Ula pada masa lampau dikenal sebagai wilayah tempat tinggal Kaum Tsamud, keturunan dari kaum ‘Ad. Mereka dikenal sebagai bangsa yang kuat dan pandai memahat rumah-rumah megah di bukit batu, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an.
“Dan kamu pahat sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan penuh keahlian.” (QS. Asy-Syu’ara: 149)
Namun, keangkuhan mereka membuat mereka menolak ajakan Nabi Shaleh untuk menyembah Allah. Mereka bahkan membunuh unta betina mukjizat yang menjadi bukti kerasulan Nabi Shaleh. Atas pembangkangan itu, Allah menurunkan azab dahsyat berupa gempa bumi dan suara petir yang mengguntur, menghancurkan mereka secara total.
“Maka mereka membunuh unta itu, lalu Tuhan mereka menimpakan azab kepada mereka karena dosa mereka, lalu Allah meratakan mereka dengan tanah.” (QS. Asy-Syams: 14)
Kutukan dari Nabi Muhammad SAW
Dikutip dari berbagai sumber tafsir dan hadits, ketika Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dalam perjalanan menuju Tabuk, mereka sempat melewati kawasan bekas tempat tinggal Kaum Tsamud, termasuk Al-Hijr (nama lain dari Madain Shaleh/Al-Ula). Nabi saat itu melarang para sahabat untuk masuk ke wilayah itu dengan rasa kagum atau untuk beristirahat.
Dalam salah satu riwayat dari Imam Al-Bukhari dan Muslim, Nabi bersabda:
“Janganlah kalian memasuki tempat orang-orang yang diazab itu, kecuali kalian dalam keadaan menangis. Jika tidak bisa menangis, maka jangan memasukinya karena kalian akan tertimpa seperti apa yang menimpa mereka.” (HR. Bukhari-Muslim)
Nabi bahkan memerintahkan untuk tidak meminum air dari sumur-sumur di sana, dan membuang air adonan roti yang telah dibuat dengan air kawasan itu.
Antara Larangan Religius dan Komersialisasi Modern
Kini, Al-Ula justru tengah dipromosikan besar-besaran oleh pemerintah Arab Saudi sebagai destinasi pariwisata sejarah kelas dunia. Dengan dukungan proyek Vision 2030 dari Putra Mahkota Mohammed bin Salman, Al-Ula dikembangkan menjadi kota budaya dan festival seni, yang menuai berbagai kontroversi di kalangan ulama.
Sejumlah tokoh Islam menyayangkan kebijakan ini. Dalam pandangan mereka, mempromosikan tempat yang disebut dalam hadits sebagai “wilayah azab” berpotensi melupakan pesan moral dan spiritual di balik kehancurannya.
Sementara itu, di kalangan umat Islam, masih banyak yang menjaga adab dan anjuran Nabi ketika melewati wilayah ini: tidak menetap, tidak kagum pada peninggalan kaum durhaka, serta selalu mengingat azab Allah sebagai pelajaran umat akhir zaman.
Al-Ula mengajarkan bahwa kehebatan peradaban tidak menjamin keselamatan sebuah bangsa jika mereka kufur dan zalim. Reruntuhan megah yang tersisa hanyalah monumen kehancuran akibat kesombongan manusia.
Dalam konteks kekinian, kota ini menjadi simbol bahwa sejarah bukan hanya untuk dikagumi secara estetis, tetapi direnungkan secara moral. [IQT]

