Aksi 112 di Istiqlal Diizinkan hingga Pukul 10 Malam

Ilustrasi: Aksi 112/ntmcpolri.info

Koran Sulindo – Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Polisi M Iriawan, mengatakan aksi 112 yang digelar di Masjid Istiqlal, Jakarta, diperbolehkan hingga malam hari. Pembatasan waktu itu karena masjid terbesar di Asia Tenggara itu akan dipergunakan untuk kegiatan lain.

“Waktunya sampai jam 10. Jam 10 selesai. Imam Besar Istiqlal juga menyampaikan demikian,” kata Kapolda, saat ditemui di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (11/2).

Dari catatan aparat kepolisian, massa yang memadati Istiqlal mencapai 70 ribu orang. Sampai saat ini peserta aksi masih terus berdatangan memenuhi Jalan Medan Merdeka Timur. Arus massa terus bertambah banyak datang dari arah Cikini, Stasiun Gondangdia, dan  persimpangan Patung Pahlawan (Tugu Tani) dan berjalan kaki ke arah Istiqlal. Hujan deras yang mengguyur sejak subuh tak menyurutkan niat mereka.

Jalan Medan Merdeka Timur sudah berubah menjadi tempat parkir kendaraan bermotor, baik kendaraan milik peserta aksi yang sengaja memarkir kendaraannya maupun kendaraan warga yang terjebak macet. Sebagian besar mobil pribadi dan taksi tampak sudah terparkir ditinggalkan pengemudinya.

Beberapa kelompok peserta aksi membawa spanduk yang isinya menyerukan bela ulama, seruan untuk tidak mengganggu ulama, bela negara, mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan bela Islam.

Menurut data dari PT KAI Commuter Jabodetabek, jumlah penumpang KRL yang naik maupun turun di stasiun Juanda, sekitar 100 meter dari Istiqlal, naik 5 kali lipat dari biasanya.

Tanpa Long March

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan, massa dipersilahkan menggelar kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di Istiqlal, namun jika tetap turun ke jalan, polisi akan melakukan pembubaran.

“Karena potensial melanggar Undang-undang Pilkada sekaligus potensial melanggar Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998, tentang penyampaian pendapat di muka umum khususnya Pasal 6 yang menyatakan berpotensi mengganggu ketertiban publik,” kata Kapolri di Mapolda Metro Jaya, Jumat (10/2).

Menurut Tito, dalam menyampaikan pendapat di muka umum terdapat batasan dalam menyampaikan pendapat, yakni tidak boleh mengganggu hak azasi orang lain dan ketertiban publik. “Apalagi mengusung isu politik,” katanya.

“Kita melihat bahwa masalah keagamaan, sebaiknya tidak dikaitkan dengan masalah politik. Karena itu kita juga sudah mengimbau dan meminta kepada panitia, termasuk dari pengurus Masjid Istiqlal dan Imam Besar Masjid Istiqlal sudah memberikan warning kepada panitia untuk menggunakan Masjid Istiqlal bukan untuk kegiatan politik, meskipun dengan bungkus keagamaan,” kata Kapolri. [ntmcpolri.info/tribratanews.com/DAS]