Semasa berdomisili di Palembang itulah Gani menjadi tokoh yang diidolakan kalangan muda nasionalis di kota tersebut. Salah seorang di antaranya, ya, itu tadi: Taufiq Kiemas. Bahkan, bisa dibilang Gani merupakan salah seorang yang paling memengaruhi Taufiq Kiemas di masa awal karir politiknya. Ya, AK Gani adalah mentor politik utama Taufiq ketika ia masih menjadi aktivis mahasiswa di Palembang, pertengahan tahun 1960-an. “Dari Pak Ganilah saya dan kawan-kawan aktivis GMNI Palembang mendapat semangat gerakan, sekaligus pencerahan pemikiran. Pandangan-pandangan politik beliau meninggalkan jejak yang kuat dalam gagasan-gagasan saya tentang kebangsaan,” kata Taufiq Kiemas.
Di masa itu, Gani merupakan salah seorang tokoh politik utama di Sumatera Selatan, bahkan di wilayah Sumatrea. Ia juga menjabat Ketua Front Nasional Sumatra Selatan.
Tapi, yang paling dikagumi Taufiq Kiemas dari mentor politiknya itu adalah solidaritas sosial dan sikap kerakyatannya yang kuat. Sikap kerakyatan itu tampak jelas saat ia melakukan praktik dokter di Palembang. Jika pasien yang berobat dari kalangan kurang mampu, Gani dengan ikhlas tak menarik biaya sepeser pun alias gratis.
Memang, tak lama lulus dari Stovia di tahun 1940, ia pindah ke Palembang, dan membuka praktik dokter di kota itu. Praktik dokternya di Palembang ramai. Pasien-pasiennya suka meminta injeksi spesial kepada Gani agar lekas sembuh, dikenal sebagai “suntikan maut”. Kata “maut’ dalam frasa itu berkonotoso positif.
AK Gani meninggal dunia pada Desember 1968 di usia 63 tahun. “Kepergian Pak Gani membuat aku dan kawan-kawan GMNI merasa kehilangan. Bagaimanapun, beliau merupakan mentor politik dan inspiratorku dalam berpolitik,” tutur Taufiq Kiemas, yang juga sudah menyusul sang mentor ke haribaan Ilahi beberapa tahun lalu. [Imran Hasibuan, Pemimpin Redaksi Suluh Indonesia]
(Tulisan ini pernah dimuat pada tanggal 5 Februari 2016)