Guru Besar Universitas Al-Azhar, Prof. Dr. Suparji Ahmad (baju biru) saat menjadi saksi ahli dari Jaksa di sidang praperadilan Nadiem Makarim.

Jakarta – Ahli dari Jaksa tegaskan adanya audit investigatif yang memungkinkan untuk menentukan adanya kerugian keuangan negara. Hal ini disampaikan Guru Besar Universitas Al-Azhar, Prof. Dr. Suparji Ahmad, ahli yang dihadirkan oleh pihak termohon yakni Kejaksaan Agung (Kejagung) saat memberikan kesaksian di sidang Praperadilan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook dengan tersangka Nadiem Makarim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Rabu, (8/10).

‎”Ya, saya kira bahwa dalam konteks laporan keuangan itu kan ada audit keuangan, audit kinerja, audit investigatif, ada audit yang berupa perhitungan kerugian keuangan negara,” kata Suparji.

‎Ia juga menilai perhitungan kerugian keuangan negara bisa dihitung Jaksa, tidak sepenuhnya hanya berupa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

‎”Bahwa dalam pandangan saya, bahwa sebetulnya unsur kerugian keuangan negara itu tidak mutlak harus berupa LHP,” ujar Suparji.

‎”Ketika sudah ada keterangan dari, misalnya ini BPKP, terus ada expose dari BPKP, terus kemudian ada surat yang menunjukkan tentang bagaimana mekanisme penghitungan kerugian keuangan negara tadi itu, saya kira sudah cukup untuk menuju syarat formil untuk menjadi penetapan tersangka, karena telah menilai unsur tentang kerugian keuangan negara,” tambahnya.

‎Menurut Suparji dengan reputasi Kejagung yang yang baik, tidak mungkin gegabah dalam menetapkan tersangka. Suparji menilai Kejagung sudah melaksanakan tugasnya sesuai prosedur dengan kecukupan alat bukti yang dibutuhkan untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka.

‎”Pasti sudah mendasarkan kecukupan alat bukti, baik unsur melawan hukum, unsur memperkaya, unsur kerugian keuangan negara. Jadi menurut saya secara administratif prosedur sudah sah secara hukum dalam protek penetapan tersangka itu,” Ungkapnya.

Sebagai informasi, Nadiem Makarim ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 4 September 2025 lalu. Nadiem diduga melakukan persekongkolan jahat dengan 4 tersangka lainya di lingkungan Kemendikbudristek dengan mengarahkan pada spesifikasi barang atau dalam kasus ini laptop tertentu yakni Laptop Chromebook.

‎Kejagung mengatakan, keputusan atas pemilihan spesifikasi laptop dengan system operasi Chromebook ini dilakukan sebelum pelaksaan pengadaan dan belum adanya kajian yang mengunggulkan produk tersebut.

‎Nadiem juga dikatakan sempat mengadakan pertemuan dengan pihak dari Google pada bulan Februari dan April 2020. Hasil pertemuannya dengan pihak Google membuahkan kesepakatan agar produk yang digunakan dalam program digitalisasi Pendidikan adalah Google. Kerugiaan negara dalam kasus ini senilai Rp1,9 triliun. [IQT]