Agustin Teras Narang

Koran Sulindo – Sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu (BP Pemilu) Pusat PDI Perjuangan, Agustin Teras Narang, merupakan salah seorang yang pantas bangga dengan meningkatnya elektabilitas partai banteng. “Saya mengapresiasi berbagai survei yang menunjukkan tingginya elektabilitas PDI Perjuangan. Tapi, saya pribadi menganggap hal itu lebih sebagai tantangan, sebagai cambuk, untuk bekerja lebih keras lagi agar bisa mempertahankan, bahkan meningkatkan elektabilitas partai di masa depan,” katanya.

Pada Selasa pekan lalu (11/5), wartawan Koran Suluh Indonesia menemui tokoh yang telah menjalani karir di tiga bidang Trias Politica itu—di bidang yudikatif (sebagai pengacara), di bidang legislatif (sebagai Ketua Komisi Hukum DPR periode 1999-2005), dan eksekutif (sebagai Gubernur Kalimantan Tengah dua periode 2005-2010). Berikut petikannya wawancaranya.

Sebagai Ketua BP Pemilu PDI Perjuangan, bagaimana Anda menyikapi sejumlah survei yang menunjukkan tingginya elektabilitas partai saat ini?

Kami mengapresiasi survei-survei tersebut dan tentunya ini merupakan suatu kebanggaan. Tapi, secara pribadi, saya justru melihat hal itu sebagai suatu tantangan untuk mempertahankan, bahkan meningkatkan, elektabilitas partai di masa depan.  Ini merupakan tugas berat bagi segenap pengurus dan kader PDI Perjuangan. Saya selalu bilang kepada teman-teman di partai, hasil survei tersebut merupakan cambuk untuk kita. Kita jangan sekali-kali lengah dan terbuai.  Apa yang sudah dicapai itu kan berhenti saat Pilkada 2017 atau Pilkada 2018, tapi puncaknya adalah Pemilu 2019.

Elektabilitas yang tinggi itu tak terlepas dari perencanaan yang sudah kita lakukan dalam Kongres PDI Perjuangan tahun 2015. Dalam kongres, kami sudah mampu menginventarisasi hal-hal apa saja yang kami harapkan ke depan akan terjadi di masyarakat. Kenapa kami melakukan itu? Karena, memang target PDI Perjuangan adalah berupaya memberikan yang terbaik kepada bangsa dan negara. Jadi, kami mempersiapkan betul kader-kader partai untuk benar-benar paham tentang ideologi dan program-program partai serta punya naluri untuk memperjuangankan dan mengimplemantisikan ideologi dan program tersebut di tengah masyarakat. Untuk itu, kader-kader partai kami harus memahami betul kebutuhan masyarakat, bukan keinginan masyarakat. Dengan demikian, ketika memimpin di wilayahnya masing-masing, mereka mampu menyejahterakan dan memakmurkan rakyat.

Dari aspek internal partai, faktor apa yang paling mendukung meningkatkan elektabilitas partai tersebut?

Yang paling utama adalah soliditas partai. Jujur saya katakan, soliditas merupakan modal sosial partai yang merupakan suatu kebanggaan bagi partai, yang mungkin kurang dimiliki partai lain. Soliditas ini terutama berkat kepemimpinan Ibu Megawati Soekarnoputri. Sekali ketua umum memutuskan A, sampai pengurus partai di tingkat paling bawah—yaitu ranting dan anak ranting—akan melaksanakan A. Jadi, koordinasi, konsolidasi, komando partai jalan.

Bisa dikatakan proses untuk mencapai soliditas itu tidak datang ujug-ujug, tapi merupakan proses panjang?

Ya, sangat panjang. Bahkan, bisa saya katakan, proses tersebut adalah sesutau yang tidak pernah berhenti, yang selalu berjalan dengan dinamikanya. Proses inilah yang harus terus dijaga. Dan, saya tegaskan sekali lagi, kunci soliditas itu adalah kepemimpinan: mulai dari ketua umum, pengurus DPP, hingga sampai ke pengurus partai di tingkat bawah. Bahwa dalam perjalanannya terjadi “kecelakaan” di sana-sini, itu tak bisa dimungkiri. Tapi, kami kan tidak boleh meratapi kecelakaan tersebut, justru itu menjadi pembelajaran agar kami semakin solid.

Tadi Anda menyebut ideologi partai sebagai faktor penting soliditas. Lalu,  bagaimana ideologi itu bisa diturunkan hingga ke bawah?

DPP PDI Perjuangan dan BP Pemilu sudah membuat suatu garis kebijakan partai, yang terejahwantakan dalam AD/ART partai. Di dalamnya ada benang merah yang tidak pernah putus, yaitu Trisakti yang pernah dirumuskan Bung Karno. Trisakti itu merupakan suatu pegangan bagi partai dan seluruh kader, di samping pemahaman tentang ideologi Pancasila 1 Juni 1945. Kalau para kader paham, itu akan selalu melekat di pikiran, perkataan, dan perbuatan para kader. Termasuk manakala mereka menjadi pemimpin di tengah masyarakat: apakah menjadi presiden, menteri, anggota parlemen, gubernur, bupati, walikota, hingga pengurus anak ranting. Jadi, semua kebijakan dan program partai dasarnya adalah Trisakti dan Pancasila 1 Juni 1945.

Peran para kader yang menjadi pemimpin juga memengaruhi elektabilitas PDI Perjuangan?

Tentu saja. Mereka itu kan bagaikan aktor panggung yang memainkan perannnya sesuai dengan skenario yang digariskan ideologi dan kebijakan partai. Jadi, ketika sang aktor memainkan perannya yang baik di tengah rakyat, tentunya berefek bagi citra partai. Sebaliknya, bila mereka menyajikan permainan yang jelek atau tercela, partai pun akan tercoreng. Jadi, peran aktor sangatlah penting. Sebagus apa pun panggungnya yang kami buat, kalau aktornya bermain jelek, keseluruhan pementasan akan dicap jelek, termasuk nama grup teaternya akan tercoreng.

Tren elektabilitas PDI Perjuangan terus meningkat dalam berbagai survei. Menurut Anda, apakah tren ini akan terus naik hingga Pemilu 2019?

Saya pribadi, juga sebagai Ketua BP Pemilu, meyakini hal tersebut. Tapi, saya tidak mau terpaku target berupa angka persentase. Karena, seketika kami mematok angka persentase, kami akan terjebak dengan kuantitas dan mengabaikan kualitas. Saya justru lebih cenderung meningkatkan kualitas. Ngapain persentase elektabilitas kami bagus, tapi kualitasnya anjlok? Jadi, harus berbarengan.

Nah, kualitas yang perlu terus-menerus kami tingkatkan adalah kualitas para kader, terutama “aktor-aktor” yang akan tampil di panggung kepemimpinan politik di seluruh negeri. Tentunya ini memerlukan kerja berat, yang berkaitan dengan empat hal: kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, dan kerja tuntas.

Politik yang kami inginkan adalah politik yang membuat rakyat sejahtera dan damai. Itu akan tercapai dan bukan hanya dengan omongan, tapi juga  dengan pemikiran dan perbuatan. Di sinilah pentingnya apa yang dikatakan Bung Karno tentang gotong-royong, kebersamaan. Partai adalah suatu wadah besar, pasti ada individu-individu yang berbeda-beda kualitas personalnya. Nah, tugas kita adalah bagaimana dengan kebersamaan itu saling melengkapi. Pengalaman saya, menjaga kebersamaan itu membutuhkan ketekunan dan kerja keras. Keberhasilan seorang kader tidak terlepas dari keberhasilan partai. Maka, seorang kader yang baik tidak bisa mengklaim keberhasilannya semata-mata karena pribadinya.

Apa yang bisa mengikat kebersamaan para kader partai?

Terutama adalah ideologi partai. Kebetulan, ideologi PDI Perjuangan sejalan dengan ideologi bangsa dan negara. Jadi, tidak sulit bagi PDI Perjuangan mengimplementasikan ideologi negara tersebut. Ideologi PDI Perjuangan berasal dari rakyat. Karena kami merasa berasal dari rakyat, tugas kader sebagai pemimpin adalah memenuhi kebutuhan rakyat. Untuk tercapainya kesejahteraan rakyat itu tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Kalau memahami itu, kepentingan diri sendiri dan kepentingan golongan akan dibelakangkan daripada kepentingan rakyat.

Menurut Anda, apakah PDI Perjuangan sudah bisa dikatakan sebagai partai modern?

Ya, PDI Perjuangan sudah partai modern. Fungsi-fungsi partai politik sebagaimana dijabarkan dalam berbagai teori politik sudah kami lakukan dan terus kami usahakan seoptimalkan mungkin. Contohnya pendelegasian wewenang kepada DPD, DPC, hingga ke pengurus partai di tingkat bawah sudah diterapkan secara luas. Saya berani mengatakan hal ini, karena saya kan pernah 10 tahun berada di daerah. Jadi, saya merasakan, PDI Perjuangan sudah menjadi partai modern. Tapi, itu bukan berarti kami menghilangkan nilai-nilai luhur yang melekat di partai selama ini. Saya paling takut orang menyatakan dirinya partai modern tapi hanya bermain di panggung, tidak memahami kehidupan masyarakat yang sebenarnya. [DIS/JAN/IHS]