Penambak garam di Tanah Air.

Koran Sulindo – Stok garam untuk kebutuhan industri nyaris habis memasuki Maret 2018 ini. Penyebabnya, izin impor garam industri sampai sekarang belum juga terbit. Ada perbedaan data antara Kementerian Perindustrian (Kemperin) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) soal kebutuhan garam industri dan produksi garam nasional.

Dengan kondisi seperti sekarang, menurut Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk, mestinya kekurangkompakan tersebut tidak perlu diperpanjang. Karena, industri yang membutuhkan garam di Tanah Air akan berhenti beroperasi jika pemerintah belum juga mengeluarkan izin, “Jangan sampai industri menjerit dulu baru kemudian disetujui impornya,” kata Tony, Kamis kemarin (8/3).

Pihak Industri, tambahnya, jauh-jauh hari telah mengajukan izin impor garam industri ke Kemperin dan Kementerian Perdagangan (Kemdag). Izin impor itu pun telah disetujui dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas), sejumlah 3,7 juta ton.

Masalahnya muncul ketika KKP memiliki data berbeda, sementara izin impor oleh Kemdag baru dapat direalisasi jika ada rekomendasi impor dari KKP. “Karena ada yang menentang, jadinya tertahan,” tutur Tony.

Diakui Direktur Jenderal Industri Agro Kemperin Panggah Susanto, sulit mengimpor garam sekarang ini, karena kewenangan mengeluarkan rekomendasi impor ada di KKP. Pangah menilai, akan sulit bila KKP tetap mempertahankan ada panen garam industri jika hanya didasarkan data. “Kalau menyebut panen sekian, ada di mana? Jangan disebut panen di mana, karena ternyata masih di ladang. Industri jadi susah mendapatkan bahan baku,” katanya.

Perbedaan angka kebutuhan garam industri antara Kemperin dan KKP, lanjutnya, mestinya tidak perlu terjadi kalau semua pihak melihat data-data kebutuhan garam yang ada. “Kemperin kan punya data kebutuhan industri dan data itu sudah kami sampaikan,” ungkap Panggah.

Namun, pihak KKP sebelumnya sudah menyatakan, keterlambatan mengeluarkan rekomendasi impor garam industri bukan karena pihaknya. KKP, menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Brahmantya Satyamurti Poerwadi, telah merekomendasikan impor garam untuk tahun 2018 sebesar 1,8 juta ton. Dasarnya: data kekurangan garam 2,1 juta ton. Dari angka itu, 300.000 ton garam merupakan garam konsumsi rumah tangga.

KKP mengeluarkan rekomendasi impor berdasarkan peraturan yang berlaku. Menurut Brahmantya, bentuk rekomendasinya merupakan rekomendasi dari menteri ke menteri. Selain itu, rekomendasi impor garam industri tidak dibuat berdasarkan kebutuhan industri, namun berdasarkan neraca garam. “Kami hanya membicarakan jumlah dan titik pelabuhan bongkar serta waktunya,” tuturnya. [RAF]