Koran Sulindo – Presiden Joko Widodo meresmikan Tugu Titik Nol Islam Nusantara di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara akhir Maret lalu. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ikut mendukung program Barus sebagai pusat masuknya Islam pertama di Nusantara.
Tugu Titik Nol yang berada di sisi pantai merupakan upaya untuk kilas balik kemegahan kawasan Barus yang menjadi pusat perdagangan internasional. Pada abad 1-17 Masehi, melalui pintu perdagangan di Barus, para pedagang yang membawa misi penyebaran agama masuk ke Indonesia. Beberapa nama besar dunia yang pernah menjejakkan kaki di Barus adalah Marco Polo, Napoleon Bonaparte, sumner-sumber Cina, dan Kitab-kitab Arab.
Masuknya Islam ke Nusantara dipercaya turut dalam jalur perdagangan ke Barus ini. Jalur perdagangan ini dikenal sebagai Jalur Rempah karena memang para pedagang memiliki misi untuk mencari rempah-rempah.
Bukti bahwa Islam pertama kali masuk ke Nusantara lewat Barus adalah ditemukannya makam Syekh Rukunuddin yang wafat pada tahun 672 Masehi atau 48 Hijriah. Makam tersebut terdapat di kompleks Makam Mahligai di Barus.
Berdasakan buku Nuchbatuddar karya Addimasqi, Barus dikenal sebagai daerah awal masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad 7 Masehi.
Sebuah makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus, di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi. Ini memperkuat dugaan bahwa komunitas Muslim di Barus sudah ada pada era itu. Menurut literatur kuno Tiongkok, sekitar tahun 625 Masehi telah ada sebuah perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatera (Barus). Jadi hanya 9 tahun sejak Nabi Muhammad SAW memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir Sumatera sudah terdapat sebuah perkampungan Islam.
Hasil temuan G.R. Tibbets yang diperkuat Prof. Dr. Hamka, menyebut seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang membuat kampung dan berdiam di pesisir Barat Sumatera. Hamka menulis penemuan tersebut telah mengubah pandangan orang tentang sejarah masuknya agama Islam di Tanah Air.
Islam di Barus saat itu terkenal dengan toleransinya, terbukti agama Kristen, Hindu, dan lainnya juga menadapat tempat yang adil. Barus sebagai sebuah pelabuhan pada masanya juga dapat dilihat sebagai pintu masuk yang sangat terbuka bagi kedatangan para pedagang/musafir asing dari Barat maupun Timur. [DAS]