Massa rakyat geruduk KPK untuk tuntaskan dugaan korupsi 34 proyek pembangkit listrik [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Ribuan massa rakyat penolak pembangunan pembangkit listrik Batang berbasis batu bara menggeruduk kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka meminta lembaga anti-rasuah itu serius menyelamatkan sumber daya alam yang menjadi bagian dari rancangan KPK sejak 2015.

Kendati hujan mengguyur kantor KPK di Jakarta, massa yang memadati Jalan Rasuna Said hingga mengular ke jembatan penyeberangan tetap bertahan. Selain menyampaikan pidato politik, massa juga menampilkan aksi kebudayaan berupa teatrikal yang mendukung KPK mengusut kasus korupsi pertambangan.

Massa rakyat ini bersama dengan aliansi masyarakat sipil yang terdiri atas Greenpeace, Walhi, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), 350.org Indonesia dan Yayasan Auriga Nusantara. Dalam kesempatan itu, massa membawa spanduk, poster-poster anti-korupsi dan dampak buruk pertambangan batu bara.

Juru bicara kampanye Greenpeace Didit Wicaksono mengatakan, batu bara selain merusak lingkungan, juga dijadikan sebagai lahan korupsi oleh para elite. Itu sebabnya, pertambangan batu bara mesti segera diakhiri. Aksi ini juga menjadi bagian dari dukungan kepada KPK, kata Didit.

Dugaan korupsi dalam proyek pembangkit listrik berbasis batu bara ini dapat dilihat dari mulai perencanaannya yang buruk. Maka, tidak perlu heran sekitar 34 proyek pembangkit listrik tenaga uap berbasis batu bara menjadi mangkrak.

Didit karena itu meminta KPK untuk mengusut 34 proyek tersebut. Apalagi pada dasarnya batu bara merupakan energi kotor, tidak saja dari segi sosial dan juga lingkungan.

Menanggapi tuntutan itu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif berterima kasih kepada massa rakyat karena mendukung langkah KPK memberantas korupsi. KPK karena itu akan menyelidiki lebih jauh tentang korupsi di bidang sumber daya alam.

Jauh sebelum aksi massa itu, KPK telah menerima laporan sekitar 36 proyek pembangkit listrik di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Untuk menyelidiki perkara dugaan korupsi di proyek tersebut, KPK menunggu laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, proyek yang mangkrak itu sedang diaudit BPKP. Ada banyak pihak yang melaporkan proyek tersebut ke KPK. Laporan tersebutlah yang akan ditelusuri KPK apakah ada indikasi korupsinya atau tidak.

Beberapa proyek yang diduga merugikan negara adalah pengadaan 7.000 megawatt berlandaskan Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2006 dan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010. Proyek tersebut tidak tuntas.

Menurut Sekretaris Kabinet Pramoni Anung, BPKP juga menemukan adanya uang negara keluar untuk pembayaran 34 proyek dari 7.000 megawatt itu senilai Rp 4,94 triliun. Dari 34 proyek, 12 di antaranya dipastikan tidak bisa dilanjutkan sehingga berpotensi merugikan negara senilai Rp 3,76 triliun. [KRG]