Ilustrasi

Koran Sulindo – Kepolisian RI (Polri) mengaku tenaga dan waktunya akan habis jika hanya fokus menelusuri seluruh beita hoax. Karena itu, Polri memilih mengantisipasinya dengan memberi stempel hoax pada berita atau isi yang tidak benar.

Informasi itu, kata Rikwanto, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, akan diunggah ke akun media sosial Divisi Humas Mabes Polri. Tujuannya, untuk mendidik masyarakat tentang berita yang benar dan mana yang bohong.

Rikwanto menuturkan, pihaknya telah menerima sebanyak empat ribu laporan tentang berita bohong, ujaran kebencian, fitnah dan lain-lain. Dari jumlah itu, baru 400 kasus yang ditangani kepolisian dengan menggunakan Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Laporan yang masuk itu disebut tidak seimbang dengan jumlah sumber daya penyidik di Mabes Polri. Itu sebabnya, di saat kepolisian melakukan penindakan, juga melakukan langkah pencegahan dengan menekan jumlah informasi bohong. Kebanyakan berita bohong yang menyebar saat ini berkaitan dengan pemilihan kepala daerah DKI Jakarta.

Untuk itu, Polri mempersiapkan sumber daya manusia untuk membangun kekuatan penyebar berita bohong. Salah satu caranya adalah dengan menyeleksi anggota kepolisian yang mumpuni di bidang teknologi dan informasi. Sayangnya, dari 30, misalnya, hanya satu yang mumpuni dan punya hasrat di bidang itu.

Menanggapi hal ini, Dewan Pers meminta masyarakat untuk melakukan cek silang atas informasi yang beredar. Kesadaran demikian, kata Imam Wahyudi menjadi penting.

Apalagi, kata Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers itu, informasi di media sosial sulit dibendung dan menyebar dengan cepat. Dan itu terjadi lantaran masyarakat menyebarkan berita tanpa melihat isinya. [KRG]