Pemerintah AS dan Tiongkok punya kebijakan yang nyaris sama soal pengunjung atau wisatawan [Foto: istimewa]

Koran Sulindo – Tiongkok nampaknya tidak mau ketinggalan untuk mengikuti jejak Amerika Serikat (AS). Setelah Presiden Donald Trump menetapkan kebijakan membatasi pengunngsi korban perang, imigran, dan warga muslim, kini Tiongkok punya kebijakan serupa.

Berdasarkan laporan Reuters, pemerintah Tiongkok akan mengambil sidik jari wisatawan asing yang berkunjung ke negeri tersebut. Kementerian Keamanan Publik Tiongkok pada Kamis (9/2) menyebutkan, langkah tersebut sebagai bentuk pengamanan. Dan mulai akan diterapkan pada Jumat nanti di Bandara Shenzhen.

Secara bertahap kebijakan ini akan dilaksanakan di seluruh penjuru negeri. Pemegang paspor yang berusia 14 tahun hingga 70 tahun wajib memberikan sidik jarinya kepada otoritas Tiongkok. Akan tetapi, pernyataan ini tanpa menjelaskan apakah akan ada data biometrik lainnya yang harus diserahkan pengunjung.

Langkah ini sebagai bentuk memperkuat aturan imigrasi serta meningkatkan efisiensi. Beberapa negara yang telah menetapkan kebijakan serupa antara lain AS, Jepang, Taiwan dan Kamboja.

Pemeriksaan terhadap wistawan di pos-pos perbatasan Tiongkok pada umumnya tidak terlalu ketat. Sebagian wisatawan menggunakan visa dan sebagian lainnya karena kebijakan wilayah setempat tak memerlukan visa. Itu dalam rangka meningkatkan kunjungan wisatawan asing.

Password Media Sosial
Sementara pemerintah AS, setelah kebijakan membatasi para pengunjung ke negeri Uwak Sam itu menuai protes besar-besaran, Trump kembali dengan gagasan ekstremnya. Ia sedang mempertimbangkan aturan agar setiap orang yang masuk ke AS menyerahkan kata kunci atau password akun media sosial mereka seperti Twitter.

Menteri Dalam Negeri AS John Kelly mengatakan, kebijakan itu terutama ditujukan kepada warga dari tujuh negara mayoritas muslim yang dilarang masuk ke AS. “Kami ingin mengetahui isi media sosial mereka, terutama soal kegiatan mereka,” kata Kelly seperti dikutip news.com.au pada hari ini.

“Jika pengunjung tidak mau bekeja sama, maka mereka tidak bisa masuk.”

Gagasan ini sesungguhnya sudah dibahas sejak era Barrack Obama. Aturan itu rencananya disatukan ke dalam aplikasi bebas visa untuk 38 negara, termasuk Australia. Wisatawan akan dimintai informasi secara sukarela tentang media sosial mereka seperti Facebook, Twitter dan lain-lain. Tujuannya sama: demi keamanan.

KIni perubahan di bawah Trump justru lebih ekstrem karena ingin mendapatkan akses penuh terhadap akun media sosial pengunjung terutama warga dari tujuh negara itu. Dan pemerintah AS, kata Kelly, ingin tahu apa saja kegiatan dan yang akan dikunjungi wisatawan tersebut.

Melihat kebijakan Tiongkok dan AS itu, maka pemerintah kedua negara nampaknya tidak terlalu berbeda dalam memandang para pengunjung. [KRG]