Ilustrasi

Koran Sulindo – Indonesia bukan hanya berada di lokasi strategis, diapit dua benua dan dua samudra, sehingga menjadi wilayah perlintasan internasional. Tapi, Indonesia juga merupakan negara kepulauan, bahkan terbesar di dunia. Dengan kondisi seperti itu, adalah suatu keniscayaan jika negeri ini seperti rumah seribu pintu. Imigran bisa masuk dari mana saja. Begitu juga dengan imigran ilegal, bisa menyusup dengan mudahnya bila pintu-pintu itu tak dijaga ketat keamanannya.

Sejarah sudah merekam soal itu. Ada imigran yang datang dengan damai ke Nusantara dan menjalin persahabatan, ada juga yang kemudian menjadi penjajah dan mengeruk kekayaan negeri ini.

Jadi, sebenarnya, bila kemudian Indonesia pada beberapa bulan belakangan ini diberitakan dibanjiri imigran ilegal, yang harus segera diperbaiki adalah sistem keamanan seribu pintu itu. Termasuk dalam upaya perbaikan tersebut adalah meningkatkan kualitas aparat keamanannya.

Bila kemudian banyak rakyat “berteriak” dengan beragam gaya soal membanjirnya imigran gelap atau imigran yang menyalahgunakan izin kedatangannya, pemerintah mestinya tidak merespons itu secara negatif. Sangat berlebihan juga bila pemerintah menakuti-nakuti rakyatnya dengan hukuman penjara bagi mereka yang meneriakkan adanya serbuan tenaga kerja kerja asing, terutama dari Tiongkok.

Pemerintah punya tanggung jawab mengayomi rakyatnya. Karena itu, sebagai pengayom, pemerintah tak boleh tipis telinga. Teriakan rakyat tersebut janganlah didengar sebagai hasutan untuk mendelegitimasi kekuasaan pemerintah, tapi harus diterima sebagai jeritan kecemasan rakyat akan masa depan bangsa dan negara. Terutama kecemasan akan semakin mengecilnya kesempatan kerja bagi rakyat di negaranya sendiri.

Apalagi, menurut data Survei Angkatan Kerja Nasional Badan Pusat Statistik pada Februari 2016, angkatan kerja Indonesia mencapai 127,67 juta jiwa, dengan 60,38%-nya adalah lulusan sekolah menengah pertama ke bawah.Bahkan, jika dijumlahkan dengan angkatan kerja berpendidikan hingga sekolah lanjutan atas, persentasenya 77,81%. Data Bank Dunia juga menunjukkan, 21,8% angkatan kerja Indonesia berusia 15-24 tahun menganggur, sementara di Thailand 3,9%, Vietnam 6,3%, Malaysia 6,7%, India 10,4%, dan Tiongkok 10,5%.

Orang lazimnya cemas karena kurang mendapat informasi atau tak dapat melihat gambaran yang jelas akan satu atau beberapa hal. Karena itu, dengan mendengar teriakan rakyat sebagai ekspresi kecemasan, pemerintah sebaiknya memang memberikan penjelasan apa yang sebenarnya terjadi. Juga menjelaskan apa yang akan pemerintah lakukan agar rakyat tak perlu lagi merisaukan datangnya imigran, baik yang legal maupun ilegal. Dengan demikian, rakyat akan merasakan hadirnya pemerintah atau negara di tengah kehidupan keseharian mereka.

Sebagai pihak yang diberi amanat untuk menyelenggarakan jalannya negara, pemerintah tentu wajib juga bersikap curiga mengenai kemungkinan adanya pihak yang mencoba memprovokasi masyarakat dengan isu “serbuan” imigran ilegal. Namun, kecurigaan itu tetaplah dalam koridor kepentingan nasional, melindungi kepentingan rakyat banyak, serta memperteguh prinsip politik luar negeri yang bebas-aktif, yang telah dijalankan sejak masa kemerdekaan. Juga, yang tak kalah pentingnya, kecurigaan tersebut tak menimbulkan kegaduhan yang kontraproduktif dan menambah kecemasan baru bagi rakyat. []