Kondisi Sungai Citarum. Foto: beritalingkungan.com

Koran Sulindo – Kondisi Sungai Citarum di Jawa Barat sekarang ini bukan saja bikin miris, tapi juga mengkhawatirkan. Airnya umumnya berwarna hitam pekat karena tercemar limbah, sehingga sungai dengan panjang kurnag-lebih 300 kilometer ini masuk dalam kategori sungai tetkotor di dunia.

Beberapa bulan lalu diberitakan, ada tumpukan sampah sekitar 500 ton yang menutupi aliran anak Sungai Citarum di perbatasan wilayah Kota Bandung dengan Kabupaten Bandung, tepatnya di Muara Cikapundung Kolot. Berbagai jenis sampah menutupi sekitar 150 meter aliran sungai tersebut. Juga banyak limbah industn yang dibuang ke sungai itu.

Selain itu, gundulnya kawasan hulu juga semakin memperburuk kondisi Sungai Citarum, yang membuat tingkat erosi semakin tinggi. Setiap turun hujan, tanah langsung terbawa mengalir, lalu mengendap di wilayah hilir. Akibatnya, Sungai Citarum semakin dangkal dan airnya pun meluap saat hujan lebat turun. Banjir pun akhirnya menjadi masalah rutin setiap tahun.

Menurut Ketua Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI) Sudibyakto, bencana banjir yang terjadi di Kota Bandung pada 24 Oktober 2016 lalu merupakan akibat adanya perubahan tata guna lahan dan tata ruang wilayah hulu daerah aliran sungai (DAS) Citarum. “Perubahan tata guna lahan dan tata ruang wilayah hulu DAS Citarum berpengaruh besar terhadap banjir Kota Bandung,” kata Sudibyakto di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, 25 Oktober 2016 lalu. Banjir Bandung tersebut, tambahnya, merupakan banjir yang paling parah sejak 10-20 tahun terakhir ini.

Dengan kondisi seperti itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun menjadikan Program Citarum Berstari (Bersih, Sehat, Indah, dan Lestari) sebagai program superprioritas. Salah satu implementasi program Citarum Bestari adalah membentuk Satuan Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Citarum Bestari, agar penanganan Sungai Citarum lebih terarah, seperti saat penanganan Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang. Samsat Citarum Besrta diisi oleh unsur pemerintah, mulai dan tim pusat hingga kabupaten/kota, akademisi serta penegak hukum. “Kami akan lebih senus lagi membenahi Citarum,’ kata Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan alias Aher.

Ia juga mengatakan, pihaknya akan memberdayakan masyarakat, pembangunan komunal, agar mengelola limbah rumah tangga, sehingga tidak dibuang ke sungai. Selain itu, akan mencegah pembuangan limbah industri ke sungai serta tersebut. Melakukan pengawasan instalasi pengolahan air limbah yang lebih baik lagi.

Dijelaskan Aher, pemerintah pusat telah mengalokasikan anggaran sekitar Rp 280 miliar pada tahun 2017 untuk konservasi hulu Sungai Citarum dan Sungai Cimanuk. “Sepengetahuan saya, ada Rp 280 miliar dana yang disediakan pada APBN tahun 2017 untuk konservasi Citarum dan Cimanuk,” kata Aher di Gedung Negara Pakuan, Bandung, Selasa (27/12).

Dijelaskan Aher lagi, program konservasi hulu Sungai Citarum dan Sungai Cimanuk juga akan digabungkan dengan penanaman bibit pohon kopi. “Pada tahun depan, bagian konservasi adalah tanaman kopi. Konservasi itu tanaman yang ditegakkan dan di sela-selanya ada tanaman kopi. Kopi kurang bagus kalau di lahan terbuka langsung,” tuturnya. Kopi bisa ditanam disela-sela tanaman konservasi yang biasanya merupakan tanaman tegakan. “Jadi secara hidrologi air, pelestarian hutan bagus, serapan air menjadi bagus, banjir menjadi berkurang.”

Ditargetkan, 5 juta bibit tanaman kopi akan disebarkan ke daerah-daerah. Diharapkan, selain konservasi, melalui program ini bakal menjadikan Jawa Barat sebagai penghasil kopi terbanyak dan terbaik dalam skala nasional dan internasional.

Aher optimistis anggaran Rp 280 miliar untuk konservasi hulu Sungai Citarum dan Sungai Cimanuk bisa direalisasi karena Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menginstruksikan pengalokasikan anggaran tersebut. “Karena rapat dengan Pak Wapres seperti itu. Kira-kira anggaran itu bergerak-gerak tapi yang jelas anggaran yang kami dengar Rp 280 miliar untuk konservasi tersebut,” tuturnya. [RAF]