Mahathir Mohammad/YUK

Koran Sulindo – Islam mengajarkan tentang kejujuran (honest), amanah, dan untuk memperhatikan sesama manusia serta anak-anak. Islam mengajarkan tentang hidup yang baik, namun manusialah yang tidak menjalankan hidup dengan baik dengan membunuh satu sama lain.

Hal ini ditegaskan Tun Dr. Mahathir Muhammad dalam Kuliah Umum Mahathir Global Peace School (MGPS) ke-5 di Sportorium Kampus Terpadu UMY pada Senin (5/12).

“Islam melarang umatnya untuk membunuh. Tetapi yang kita lihat di negara-negara muslim, mereka membunuh satu sama lain, bahkan saling membunuh umat sesama muslim sendiri. Dan mereka menyuarakan kalimat Allahu Akbar sebelum membunuh, sesungguhnya mereka melakukan perbuatan dosa dengan menyebut nama Allah. Padahal dalam hukum Islam disebutkan bahwa jika seseorang mengambil satu nyawa, maka balasannya adalah nyawanya,” tegas Mahathir.

Membunuh atau melakukan peperangan, menurut Mahathir, sebagai cara yang tidak beradab (uncivilized) untuk menyelesaikan masalah.

“Dengan perang, maka tidak ada stabilitas di dunia ini. Manusia akan hidup dalam ketakutan. Kita membutuhkan perdamaian. Datangnya Islam sejak awal adalah untuk membawa umat manusia kepada kedamaian,” kata Mahathir.

Dalam kuliah umum yang dihadiri Wakil Gubenur DIY Pakualam X, Rektor UMY Prof. Dr. Bambang Cipto, MA, serta  Prof. Dr. Din Syamsudin itu Mahathir menyinggung ASEAN.

Menurutnya, negara-negara kawasan Asia Tenggara memiliki beberapa permasalahan antar satu sama lain, terutama pada konflik sengketa wilayah. Beberapa wilayah atau pulau diklaim sebagai milik wilayah negara satu dan yang lain. Namun meski demikian, penyelesaian atas konflik perebutan wilayah tersebut dapat diselesaikan dengan damai, tidak satupun dari negara-negara tersebut yang berperang satu sama lain.

“Indonesia dengan Malaysia mempersengketakan dua pulau. Tetapi kita juga tidak berperang. Kita sampaikan permasalahan tersebut ke United Nations dan mereka yang memutuskan bahwa pulau tersebut adalah milik Malaysia. Meskipun Indonesia bersedih, namun Indonesia tetap menerima keputusan Internasional tersebut. Begitu pula Malaysia yang mempersengketakan Pulau Batu dengan Singapura, namun keputusan Internasional memutuskan bahwa Pulau tersebut menjadi milik Singapura. Malaysia pun tetap dapat menerima keputusan tersebut,” ujar mantan Perdana Menteri Malaysia tersebut.

Mahathir juga mengatakan bahwa perang juga dipicu oleh pihak penjual senjata perang. Para penjual senjata tersebut mengkonfrontasi pemikiran sebuah negara untuk membeli senjata sebagai alat pertahanan (defence). Industri senjata perang juga dinilai sebagai industri terbesar di dunia.

Dikatakan Mahathir, industri tersebut menginginkan kita untuk membunuh satu sama lain dengan senjata yang mereka jual. Sedangkan mereka sendiri mendapatkan keuntungan dari pembunuhan tersebut. Hal ini tidaklah beradab (uncivilized). Industri tersebut juga sering menawarkan senjata kepada negara yang sedang tidak berperang.

“Mereka memanipulasi dengan berkata jika negara tersebut tidak memiliki senjata maka akan diserang oleh negara lain. Padahal kenyataannya tidak ada yang menyerang,” ujarnya.

Dalam penilaian Mahathir, perdagangan senjata hanya membuat dunia penuh kekerasan, serta menyebabkan pembunuhan di mana-mana. Manusia tak lagi menggunakan logika berpikir, hanya kekuasaan yang dipikirkan. Saat ini peperangan tidak saja membunuh tentara namun juga masyarakat sipil.

“Kalau membunuh satu orang maka dianggap kriminal, tapi ketika membunuh ribuan orang malah dielu-elukan dan mendapat penghargaan. Ada yang salah dengan kemanusiaan kita,” ujar Mahathir.

Seharusnya, lanjutnya, ajaran agama menjadi sebuah dasar manusia berperilaku. Agama diciptakan sebagai penuntut perdamaian di dunia. Ketika manusia meninggalkan agama, maka perdamaian ditaruhkan.

“Agama jangan hanya diyakini saja, tapi juga diresapi dan diterapkan sebagai jalan hidup. Sesuai agama, kita harus hidup dalam perdamaian, mencintai sesama,” kata Mahathir. [YUK]