Koran Sulindo – Kendati presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump berniat menghentikan Kemitraan Trans Pasifik (TPP), Indonesia masih tetap mengkaji tentang kemungkinan bergabung dalam blok perdagangan bebas regional itu. Kajian tersebut tidak lagi berpangkal pada soal untung rugi jika ikut TPP.
Menurut Menteri Perindustrian Enggartiasto Lukito, pihaknya fokus pada dua hal yaitu bergabung dengan TPP dan juga berkaitan dengan British Exit atau Brexit. Keluarnya Inggris dari Uni Eropa disebut Enggar menjadi persoalan tersendiri bagi Indonesia.
Apalagi Inggris perlu waktu untuk membangun kembali kemitraan dengan Uni Eropa maupun Indonesia. Itu sebabnya, Indonesia pun sedang mengkaji kemitraan dengan Uni Eropa tanpa Inggris yang disebut sebagai Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA).
Tak hanya TPP, Brexit dan CEPA, pemerintah, kata Enggar, juga menjajaki kemitraan dengan berbagai negara dan kelompok negara lainnya. Antara lain Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Bahkan putaran ke-16, pertemuan dan pembahasan RCEP akan diadakan di Indonesia, 6 hingga 10 Desember mendatang.
Blok perdagangan ini menyertakan seluruh anggota negara-negara Asean ditambah dengan Jepang, Korea Selatan, Tiongkok, India, Australia, dan Selandia Baru. “Kami memang sedang menggarap pasar-pasar baru terutama dengan negara-negara yang belum ada prefential trade agreement,” kata Enggar di Jakarta pada Kamis (24/11).
Pasca-terpilihnya Trump, dunia secara ekonomi dan politik mengalami ketidakpastian. Pasalnya, Trump membawa gagasan berbeda dari Presiden Barrack Obama. Ia akan menghapuskan TPP dan kembali memperkuat perekonomian AS melalui proteksionisme.
Kebijakan ini tentu berdampak bagi sekutu dan rival mereka di Asia Pasifik. Bagi Jepang kebijakan menghentikan TPP tentu akan memperburuk perekonomiannya yang kini berada diĀ tubir depresi. Sementara bagi Tiongkok kebijakan Trump tersebut justru memuluskan langkah negeri tirai bambu itu memperluas pengaruhnya di kawasan Asia Pasifik
Obama sebelumnya berulangkali menyatakan TPP merupakan strategi ekonomi AS untuk menguasai Asia dan mencegah pengaruh Tiongkok yang semakin meningkat. Melalui TPP, AS akan mendapatkan manfaat yang besar di Asia.
Akan tetapi, Trump dalam kampanyenya menyatakan akan membuat AS besar lagi dengan melindungi kelas pekerja dalam negeri walau mengorbankan sekutunya. Beberapa media Barat lantas menyebarkan ilusi bahwa Trump mungkin akan membatalkan niatnya menghentikan TPP ketika resmi menjabat sebagai presiden kelak.
Persaingan pengaruh dan “perang” ekonomi ini mengingatkan banyak orang pada era 1930-an. Perang dagang ini kelak akan berujung pada perang militer. Kemenangan Trump oleh karena itu boleh jadi merupakan titik awal atau pemicu perang akan pecah di kawasan Asia Pasifik. Pemenangnya kelak menjadi penguasa di wilayah tersebut. [KRG]