Koran Sulindo – Lagu Indonesia Raya berkumandang dinyanyikan ribuan orang peserta Parade Kebhinekaan yang berkumpul di seputaran Patung Kuda Arjuna Wijaya, Medan Merdeka Barat, Jakarta, Sabtu (19/11) pagi tadi. Sebagian besar berpakaian merah putih dan membawa bendera Indonesia, dan poster serta spanduk yang menyerukan persatuan.
Nong Darol Mahmada, pegiat keberagaman yang turut menyelenggarakan acara ini menolak tudingan yang mengaitkan Parade Bhinneka Tunggal Ika dengan pembelaan pada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok).
“Lihat saja, tidak ada bendera atau poster pro-Ahok. Juga tidak ada spanduk yang menyerang pihak lain. Saya punya pilihan dalam Pilgub DKI, tapi parade ini murni merupakan ungkapan keprihatinan pada maraknya sikap radikal dan pemaksaan kehendak berdasarkan sentimen agama. Juga manipulasi umat untuk kepentingan politik. Silakan beda pandangan, beda pilihan politik, tapi jangan korbankan kebhinnekaan kita, karena kebhinnekaan itu pilar yang menjaga kehidupan kebangsaan kita,” kata Nong.
Pawai yang menampilkan keberagaman suku bangsa, agama serta ras di Indonesia, diikuti sekitar 97.000 orang dari masyarakat sipil.
Penggagas Parade Bhinneka Tunggal Ika itu mengharapkan pawai semacam rutin diselenggarakan. Alasannya, akhir-akhir ini ada kecenderungan beberapa kelompok yang ketika ada orang yang berbeda baik itu individu maupun kelompok ataupun komunitas ada yang dikucilkan, ada pula yang dimaki.
“Itu menciptakan ketakutan. Sekarang ini kami ingin memperlihatkan bahwa kita jangan takut, kita harus merayakan kebhinnekaan ini. Justru dengan kondisi seperti ini kita harus bangga sebagai bangsa untuk berbeda,” kata Nong.
Penggagas lain acara ini, Hasan Nasbi, mengatakan sasaran yang dituju dalam aksi damai ini adalah merawat Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebhinnekaan Indonesia. Selain itu mempertahankan pemerintahan yang terpilih secara konstitusional dan menyerukan penegakan hukum yang tidak bisa diintervensi pihak mana pun.
Menurut Hasan, sejumlah masyarakat sipil gelisah karena dibiarkannya kelompok yang dinilai tidak menghargai perbedaan, tidak memiliki ke-Bhinekaan, namun ingin mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan ideologi yang bertentangan dengan NKRI.
“Yang bisa menerima keberagaman itu hanya Pancasila, tapi ada sebagian orang muncul seolah bukan orang Indonesia. Kita harus memuliakan bangsa sendiri, bukan meniadakan sesama bangsa hanya karena ia lahir berbeda,” kata Hasan, seperti dikutip Antara.
Info acara ini disebarluaskan sejak sepekan lalu melalui berbagai sosial media, seperti Facebook, Twitter dan Instagram.
Antusiasme masyarakat dari berbagai wilayah pun terlihat dengan datangnya warga dari Nias, Kalimantan Barat, Banten dan Jabodetabek dengan memakai kaos merah/putih dan baju adat.
Sebanyak 680 personel aparat gabungan dari Kepolisian dan Satpol PP diturunkan ke jalan untuk mengamankan jalannya acara.
Acara ini menjadi trending topic di Twitter dan dikicaukan lebih dari 12.000 kali dan memuncak hari ini. “Garuda di dadaku, untuk tanah airku, dengan #IndonesiaBhinneka kami tak akan menyerah memajukan bangsa ini.” [DAS]