Di balik setiap helaian kain kebaya, tersimpan sejarah panjang, nilai luhur, dan semangat perempuan Indonesia yang tak pernah padam.
Kebaya bukan hanya sekadar busana tradisional; ia adalah simbol warisan budaya yang merepresentasikan keanggunan, keberanian, dan kebanggaan perempuan Nusantara. Dari ujung Sumatera hingga pelosok Papua, kebaya hadir dalam berbagai rupa dan makna, menyatukan keragaman etnis dan budaya dalam satu simpul identitas nasional.
Sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai luhur yang melekat pada kebaya, pemerintah Indonesia menetapkan 24 Juli sebagai Hari Kebaya Nasional melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2023.
Dalam Keppres tersebut dijelaskan sejumlah alasan mengapa peringatan Hari Kebaya Nasional penting dan layak untuk dirayakan.
Pertama, kebaya dipandang sebagai bagian dari identitas nasional yang tidak hanya merepresentasikan budaya satu etnis, tetapi menyatukan berbagai kelompok masyarakat di seluruh Nusantara.
Dalam keberagaman bentuk, warna, dan detailnya, kebaya justru memperlihatkan keutuhan budaya Indonesia. Nilai filosofis yang terkandung di dalamnya perlu terus dirawat dan diwariskan lintas generasi.
Kedua, kebaya kini telah melampaui batas lokalitas dan tampil sebagai busana nasional yang mendapat tempat istimewa dalam berbagai forum resmi, baik di dalam negeri maupun mancanegara.
Perempuan Indonesia kerap mengenakannya dalam pertemuan diplomatik, acara kenegaraan, atau perhelatan budaya internasional sebagai wujud kepercayaan diri sekaligus diplomasi budaya.
Ketiga, kebaya juga memiliki keterkaitan sejarah yang penting. Dalam Kongres Perempuan Indonesia X, yang secara langsung dihadiri oleh Presiden Soekarno, seluruh peserta perempuan hadir mengenakan kebaya.
Peristiwa tersebut bukan hanya simbolis, tetapi menegaskan peran perempuan dalam perjuangan bangsa dan revolusi sosial-politik Indonesia. Kebaya, dalam konteks itu, menjadi manifestasi dari keberanian dan keterlibatan perempuan dalam membentuk sejarah bangsa.
Tahun 2025 ini menandai peringatan kedua Hari Kebaya Nasional yang dirayakan secara resmi di seluruh Indonesia. Berbagai lapisan masyarakat, dari lembaga pemerintahan hingga komunitas, diajak untuk mengenakan kebaya dan merayakan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Peringatan ini bukan hanya selebrasi busana, tetapi juga bentuk kesadaran kolektif untuk melestarikan warisan leluhur serta memperkuat jati diri bangsa Indonesia di tengah arus globalisasi.
Untuk itu, mari kita telusuri lebih dalam makna, sejarah, serta ragam jenis kebaya yang memperkaya ragam budaya Indonesia, sekaligus menegaskan bahwa kebaya bukan hanya milik masa lalu, tetapi juga bagian dari masa kini dan masa depan bangsa.
Sebagai warisan budaya, kebaya memiliki banyak ragam bentuk dan ciri khas di berbagai daerah. Berikut lima jenis kebaya yang paling populer di Indonesia, masing-masing mencerminkan kekayaan nilai estetika, sosial, dan historis dari daerah asalnya yang di kutip dari berbagai sumber:
1. Kebaya Jawa
Kebaya Jawa merupakan bentuk klasik dari kebaya yang berkembang sejak masa Kerajaan Majapahit pada abad ke-15. Awalnya, kebaya ini dikenakan oleh kalangan bangsawan di Surakarta dan Yogyakarta. Terbuat dari bahan mewah seperti sutra, brokat, atau nilon, kebaya ini biasanya dihiasi dengan bordiran emas di bagian lengan, leher, dan dada.
Ciri khas lainnya adalah kerah berbentuk V dan panjang kebaya yang mencapai panggul atau lutut, sering kali menggunakan bahan transparan dan dikenakan dengan kemben serta stagen sebagai pelapis dalam. Warna yang umum digunakan adalah warna-warna gelap, seperti hitam atau merah tua, dan kebaya jenis ini kerap dikenakan dalam acara adat maupun pernikahan.
2. Kebaya Bali
Kebaya Bali dikenal dengan keunikan warna-warna cerah yang mencerminkan keceriaan dan keanggunan perempuan Bali. Warna seperti oranye, merah muda, kuning, biru, dan ungu menjadi pilihan umum, menambah semarak penampilan.
Kebaya ini dilengkapi dengan obi, yaitu kain ikat di pinggang yang berfungsi mempertegas bentuk tubuh dan juga memiliki makna filosofis: sebagai pengingat akan pengendalian diri dalam perilaku sehari-hari. Kebaya Bali sering dikenakan bersama kamen, yakni kain lilit tenunan khas Bali. Bahannya bervariasi, mulai dari brokat hingga katun yang ringan dan nyaman.
3. Kebaya Encim (Betawi)
Kebaya Encim merupakan hasil akulturasi budaya antara Betawi, Tionghoa, dan Melayu. Nama “Encim” sendiri berasal dari bahasa Hokkien, berarti “bibi”, yang mencerminkan asal-usul komunitas perempuan yang pertama kali memakainya.
Kebaya Encim biasanya terbuat dari bahan tipis dan ringan, dihiasi dengan bordiran halus bertema flora dan fauna, terutama di bagian kerah dan lengan. Salah satu ciri khas paling menonjol adalah teknik kerancang, bordiran berlubang yang memberikan kesan elegan dan mewah. Awalnya digunakan oleh kalangan menengah atas, kini kebaya Encim menjadi simbol budaya Betawi yang dikenal luas di seluruh Indonesia.
4. Kebaya Sunda
Kebaya Sunda memiliki ciri khas pada bentuk kerah yang beragam, seperti segi lima atau model sabrina, serta kancing panjang yang memberi kesan anggun. Detail renda dan bordir halus sering kali menghiasi bagian lengan dan dada, sementara ujung lengan dibuat sedikit melebar.
Kebaya ini umumnya dipadukan dengan kain jarik atau sinjang bundel, yaitu kain tradisional khas Sunda yang dikenakan sebagai bawahan. Warna-warna cerah seperti merah muda, kuning, dan biru mendominasi, mencerminkan karakter ceria dan lembut masyarakat Sunda. Kebaya ini lazim dikenakan dalam upacara adat, resepsi pernikahan, maupun acara resmi.
5. Kebaya Rancongan (Madura)
Kebaya Rancongan, atau dikenal juga dengan sebutan Baju Aghungan, berasal dari Madura. Model kebaya ini dibuat pas di badan dengan lengan panjang, menampilkan siluet tegas dan elegan. Bagian perut biasanya dililit dengan stagen, dan kebaya ini sering dikenakan bersama sarung batik Madura, seperti motif Lasem atau storjan.
Keunikan kebaya Rancongan juga terletak pada perhiasan yang digunakan. Aksesori seperti kalung brodong (berbentuk rentengan biji jagung dari emas) dan giwang (anting besar) menjadi pelengkap penampilan. Di bagian dada sering dipasang perahu emas berundak tiga, memberikan kesan kemewahan sekaligus menjadi lambang status sosial.
Lebih dari sekadar busana, kebaya menyimpan narasi panjang perjuangan perempuan Indonesia dalam berbagai lini kehidupan, baik sebagai ibu, pejuang, tokoh masyarakat, maupun penggerak budaya.
Peringatan Hari Kebaya Nasional pada 24 Juli setiap tahun hendaknya dijadikan momentum untuk menghidupkan kembali semangat cinta budaya, menanamkan nilai-nilai luhur pada generasi muda, dan memperkuat identitas perempuan Indonesia dalam bingkai keberagaman. [UN]

