Ilustrasi/akun Twitter Ledi Kurniawan ‏@ledikurniawan

Koran Sulindo – Pasangan Basuki Tjahaya Purnama-Djarot Syaiful Hadi (Ahok-Djarot) memiliki sentimen positif yang terbesar dengan presentase 55% dan sentimen negatif 45% dibanding 2 pasangan calon lainnya dalam pilkada DKI Jakarta. Pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni meraih  sentimen positif sebanyak 41% serta pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dengan 19% komentar positif.

Demikian hasil riset Center for Digital Society (CfDS) FISIPOL UGM dengan mengamati sejumlah media online ini dengan menggunakan mixed methods yang mengkombinasikan metode digital dan metode manual.

Data yang digunakan mencakup 687 komentar online yang diambil dari 3 portal berita online, yaitu Kompas.com, Detik.com, dan TribunNews.com, serta 2 platform media sosial, Facebook dan Twitter.

“Saat ini pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat menjadi yang paling konsisten menunjukkan sentimen positif di kalangan netizen,” kata Managing Director CfDS, Dr. Dedy Permadi, dalam konferensi pers yang digelar Selasa (25/10) di FISIPOL UGM, Yogyakarta.

Data riset yang dilakukan CfDS ini, menurut Dedy, cukup dapat menggambarkan preferensi dari para pemilih. Hal ini terbukti dari adanya kesamaan antara hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dengan hasil survei elektabilitas yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research Center yang menempatkan pasangan Basuki-Djarot pada posisi teratas disusul oleh pasangan Agus-Sylvi dan Anies-Sandi.

Riset ini juga mengungkapkan jumlah pengikut media sosial ketiga paslon. Ahok paling populer dengan 5.482.843 pengikut Twitter, 1.264.387 pengikut Facebook, serta 1.187433 pengikut Instagram.

“Follower Ahok di Twitter adalah yang paling banyak dengan mencapai angka lebih dari 5 juta, hampir sama dengan jumlah follower Presiden Jokowi. Untuk yang lain, Agus Yudhoyono terlihat cukup aktif di Instagram dengan memiliki 1.638.325 follower, dan Anies aktif di Twitter dengan 1.123.942 follower. Sementara itu untuk calon lain bisa dibilang biasa saja,” ujar Dedy.

Sementara itu jika dilihat dari analisis gender, terlihat adanya ketimpangan antara netizen laki-laki dan perempuan. Dari data yang diamati tampak bahwa komentar terkait pemilihan gubernur masih didominasi oleh para netizen laki-laki, dan tidak terlalu banyak ditemukan komentar dari netizen perempuan.

Hal lain yang bisa diamati dari penelitian terhadap aktivitas di media sosial ini, lanjut Dedy, adalah masih adanya sentimen berbau SARA pada komentar-komentar dari netizen di dunia maya.

Buzzer

Dalam pengamatan, CfDS juga menemukan akun-akun yang digolongkan sebagai Buzzer, yaitu mereka yang melakukan postingan yang sama di beberapa media dengan menyamarkan beberapa informasi pribadi.

“Karakteristik Buzzer ini di antaranya menghilangkan tombol add friend dan follow di Facebook, menyamarkan informasi pribadi seperti gender atau usia. Juga ada kecenderungan postingan yang mengandung isu SARA, nasionalisme berlebihan, dan meragukan hasil survei dari lembaga-lembaga tertentu,” kata research assistant CfDS, Lodang Kusumo Jati. (YUK/DAS)