Sejarah hari intergrasi Timor Timur. (Ist)

Setiap tanggal 17 Juli, bangsa Indonesia mengenang sebuah bab penting dalam sejarah nasional: Hari Integrasi Timor Timur. Tanggal ini menandai saat Timor Timur resmi menjadi provinsi ke-27 Indonesia pada 17 Juli 1976.

Meski kini wilayah itu telah berdiri sebagai negara merdeka bernama Republik Demokratik Timor Leste (Republica Democratica de Timor Leste/RDTL), sejarah panjang hubungan antara Timor Timur dan Indonesia tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari narasi geopolitik kawasan Asia Tenggara.

Jejak Penjajahan: Dari Portugis hingga Revolusi Anyelir

Seperti banyak wilayah lain di Nusantara, Timor Timur memiliki sejarah kolonialisme yang panjang. Sekitar tahun 1520, bangsa Portugis datang dan menjadikan wilayah tersebut sebagai koloni.

Di bawah kekuasaan Portugal, Timor dikenal dengan nama Timor Português. Penjajahan ini berlangsung selama hampir empat abad, menjadikan Portugal sebagai penjajah terlama dalam sejarah kepulauan Indonesia, meskipun sempat kehilangan kendali atas wilayah itu ketika Jepang mendudukinya selama Perang Dunia II.

Perubahan besar terjadi pada 25 April 1974, ketika kudeta tak berdarah di Portugal—dikenal sebagai Revolusi Anyelir—menggulingkan pemerintahan Marcello Caetano.

Imbas dari perubahan rezim di Lisbon menjalar hingga ke Timor Português. Di tengah ketidakpastian politik, muncul tiga kekuatan besar di wilayah tersebut: Apodeti (pro-integrasi dengan Indonesia), UDT (pro-Portugal), dan Fretilin (mendorong kemerdekaan penuh).

Persaingan antar partai ini memicu ketegangan sosial dan akhirnya pecah menjadi perang saudara. Fretilin, yang memiliki dukungan militer lebih kuat, keluar sebagai pemenang dan memproklamasikan kemerdekaan Timor Timur pada 28 November 1975, dengan Xavier do Amaral sebagai presiden dan Nicolau dos Reis Lobato sebagai wakil presiden merangkap perdana menteri.

Namun, proklamasi kemerdekaan Fretilin tidak diakui oleh Indonesia. Presiden Soeharto, yang saat itu sangat antikomunis, menganggap pemerintahan Fretilin sebagai ancaman ideologis.

Dengan restu dari Amerika Serikat dan Australia—dua negara besar yang juga menentang komunisme—Indonesia melancarkan invasi militer ke Timor Timur pada 7 Desember 1975 dalam operasi yang dikenal sebagai Operasi Seroja.

Operasi militer terbesar dalam sejarah Indonesia itu melibatkan tiga matra militer: TNI AD, AU, dan AL. Target utamanya adalah militer Fretilin, yang dikenal sebagai Falintil. Meski mendapat perlawanan sengit, Fretilin kewalahan menghadapi kekuatan militer Indonesia yang lebih unggul.

Di tengah tekanan militer dan politik, sejumlah partai pro-integrasi seperti UDT, Apodeti, KOTA, Partai Buruh, dan ADITLA mendeklarasikan negara tandingan di Denpasar, Bali, pada 30 November 1975. Deklarasi yang dikenal sebagai Deklarasi Balibo itu diprakarsai oleh Fransisco Xavier Lopes da Cruz.

Dengan kekuatan yang melemah dan dukungan internasional yang minim, Fretilin akhirnya kehilangan kontrol atas wilayahnya. Pada 17 Juli 1976, Indonesia secara resmi mengintegrasikan Timor Timur sebagai provinsi ke-27, dengan Dili sebagai ibu kota dan Arnaldo dos Reis Araújo dilantik sebagai gubernur pertama.

Namun, proses ini tidak lepas dari kontroversi, terutama karena tingginya angka korban jiwa yang tercatat mencapai 180 ribu orang—terdiri dari warga sipil dan anggota militer Fretilin—selama masa konflik.

Referendum dan Kemerdekaan Timor Leste

Setelah dua dekade berada di bawah pemerintahan Indonesia, situasi di Timor Timur terus diwarnai konflik dan tekanan internasional.

Akhirnya, di bawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), diselenggarakan sebuah referendum pada 30 Agustus 1999. Hasilnya, mayoritas rakyat Timor Timur memilih untuk merdeka dari Indonesia.

Pasca-referendum, Timor Timur mengalami masa transisi yang penuh tantangan, hingga akhirnya secara resmi merdeka pada 20 Mei 2002. Negara baru ini memilih nama resmi República Democrática de Timor-Leste, dan kini diakui sebagai negara berdaulat dengan sistem pemerintahan demokratis.

Peringatan 17 Juli bukan hanya menjadi penanda sejarah integrasi Timor Timur ke dalam wilayah Indonesia, tetapi juga menjadi momen reflektif bagi bangsa Indonesia untuk menilik kembali dinamika sejarah, kebijakan luar negeri, serta relasi antarbangsa yang kompleks.

Meski Timor Timur kini telah menjadi negara sendiri, hubungan antara Indonesia dan Timor Leste terus berkembang dalam semangat persahabatan dan kerja sama regional.

Sejarah Timor Timur adalah pelajaran penting bagi bangsa Indonesia tentang arti dari kedaulatan, hak menentukan nasib sendiri, serta kompleksitas politik internasional yang kerap membingkai realitas di lapangan.

Hari Integrasi Timor Timur menjadi pengingat bahwa sejarah bukan hanya soal menang atau kalah, tetapi tentang bagaimana kita memahami masa lalu demi membangun masa depan yang lebih bijak. [UN]