Perang Dunia 2 merupakan momen di mana banyak tank berkualitas tinggi saling bertempur untuk memperoleh kemenangan. Dari pihak Uni Soviet, T-34 adalah tank yang paling legendaris.
Merangkum dari Perang Eropa oleh P. K. Ojong, T-34 mendapat banyak pujian karena kehadirannya di medan tempur membuat tank lawan mendapat perlawanan yang sepadan. Selama Operasi Barbarossa, Jenderal Wehrmacht Heinz Guderian mengatakan T-34 adalah tank yang banyak memiliki keunggulan.
Komandan 1st Panzer Group Paul von Kleist menjadi yang paling merasakan dampak T-34 dalam pertempuran, sehingga dia berpendapat tank ini adalah yang terbaik di dunia. Jenderal Paul Ludwig Ewald von Klist dari Wehrmacht juga memiliki pandangan sama.
T-34 memiliki desain yang sangat berpengaruh, paling efektif, dan efesien. Persenjataan utamanya adalah meriam Zis-5 kaliber 76 mm. Ada juga yang menggunakan meriam Zis-S-53 kaliber 85 mm, yang sebetulnya adalah meriam antipesawat.
Untuk pertempuran jarak dekat, tank ini mengandalkan dua senapan mesin Degtyaryova Pekhotny (DP) kaliber 7,62 mm. Sebagai perlindungan, T-34 dilapisi baja setebal 18-60 mm. Sedangkan untuk tenaga penggeraknya, tank ini menggunakan mesin diesel Model V-2-34 yang mampu bergerak hingga kecepatan 53 km/jam dengan radius tempur sejauh 330 km.
Sejak tahun 1940 hingga 1950, jumlah T-34 yang diproduksi tidak kurang dari 80.000 buah. Belum lagi nantinya yang diproduksi oleh negara lain berdasarkan lisensi.
Sejarah Produksi
Lahirnya T-34 tidak lepas dari pendahulunya, yaitu T-26 yang dianggap sudah tidak mumpuni lagi untuk menghadapi tank lawan yang jauh berkualitas. T-26 adalah tank yang lambat, desainnya diambil dari Vikers Mark E buatan Inggris.
Untuk menciptakan tank jenis baru, sebuah tim dibentuk pada tahun 1937. Tim ini dipimpin oleh seorang insinyur yang pernah terlibat dalam pembuatan tank seri BT, yaitu Mikhail Koshikin. Mereka berhasil menghasilkan prototipe bernama A-20 yang bertenaga mesin diesel Model V-2-34. Persenjataan utamanya adalah kanon kaliber 45 mm dan ketebalan lapisan bajanya mencapai 20 mm.
Prototipe awal ini masih perlu penyempurnaan, terutama pada sloped armour atau sudut kemiringan badan tank. Hal ini dianggap penting karena berkaitan dengan daya pantul proyektil lawan saat menghantam badan tank. Apabila kemiringannya betul-betul diperhitungkan, maka hantaman proyektil lawan pada posisi tertentu akan memantul sehingga melindungi tank dari kerusakan total.
Akhirnya, setelah mengalami berbagai hambatan dan permasalahan, T-34 diproduksi pada tahun 1940. Bagian-bagian tank ini dibuat di beberapa pabrikan: Kirovsky memproduksi kanon kaliber 76.2 mm, Kharkiv Diesel memproduksi mesin dieselnya, dan Dinamo Moskow membuat peralatan listriknya. Tempat perakitannya sendiri adalah Volgogradski traktorni zavod (pabrik traktor Volgograd) yang terletak di Stalingrad.
Selanjutnya, tank ini dibuat di beberapa pabrikan yang berbeda. Kota Chelyabinsk contohnya, mendapat julukan Tangkograd atau kota tank, mungkin karena memproduksi banyak T-34.
Performa
Dalam pertempuran, T-34 dikenal memiliki mesin yang kuat dan trak (roda) yang lebar. Ini memungkinkan tank untuk melalui berbagai kondisi medan yang tidak mulus dengan mudah. Salah satunya adalah rasputitsa, yaitu medan lumpur yang sangat luas dan menjadi momok bagi AD Jerman karena sulit untuk dilalui.
Korban pertama T-34 adalah dua buah Panzer II. Dalam Operasi Barbarossa, keduanya dilumpuhkan oleh Korps Mekanik ke-29 AD Soviet. Pasukan AD Jerman terpaksa menghadapi T-34 dengan meriam kaliber 105 mm atau meriam anti-serangan udara kaliber 88 mm, dengan larasnya diarahkan langsung kepada sasaran.
Setelah melampaui beberapa pertempuran, Uni Soviet membuat varian baru dari tank ini, yaitu T-34-85. Akhiran nomor 85 diambil dari kanonnya yang berkaliber 85 mm. Perubahan kaliber ini tidak lain karena tuntutan di medan tempur untuk menghadapi tank kelas beratnya AD Jerman seperti Tiger, walaupun sebenarnya Tentara Merah sudah memilik tank kelas berat juga, yaitu KV-1.
Penggunaannya pun tidak terbatas pada Perang Dunia 2. T-34 masih terlibat dalam beberapa pertempuran besar, mulai dari Timur Tengah, Semenanjung Korea, Vietnam, dan beberapa pertempuran di Afrika. Ketika berlangsungnya Perang Dingin, tank ini menjadi salah satu tulang punggung pasukan Pakta Warsawa atau Blok Timur.
Tidak kurang dari 46 negara yang memakainya. Bahkan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pernah menggunakan 24 buah untuk mendukung perjuangannya mendapatkan kemerdekaan. Pengguna terbanyak di luar Rusia adalah RRC, yaitu sebanyak 2.500 buah.
Kini, walaupun dianggap sudah ketinggalan zaman, T-34 masih digunakan di beberapa negara, misalnya Afrika. Sebuah T34-85 juga masih terlihat mengikuti parade pada Hari Kemenangan di Moskow pada 9 Mei 2018 lalu.
Kelemahan
Kelemahan T-34 terletak pada sudut ergonomiknya. Menurut para pengamat kemiliteran, ruang atau kompartemen pada bagian kubah (turet) sangat sempit dan tidak efisien sehingga tidak nyaman walaupun hanya ditempati oleh dua awak.
Bandingkan dengan tank milik Jerman, misalnya Panzer III yang kubahnya ditempati oleh komandan, juru tembak, dan awak senjata. Mereka masih dapat bergerak leluasa. Kelemahan ini tidak dianggap menyulitkan bagi para awak T-34, karena pada saat itu mereka tidak dapat memprotes.
Saat diproduksi secara massal, T-34 mengalami banyak masalah, seperti kualitas pengelasan yang buruk, mesinnya agak peka terhadap debu, dan perakitannya kacau. Ini semua mungkin karena para pekerjanya sangat kurang terlatih. Namun terlepas dari segala kekurangannya, T-34 adalah tank legendaris. [BP]