Iskaq Tjokrohadisurjo (kiri) bersama Sukarno dalam kunjungan kerja di Bukittinggi, Sumatera Barat.

Suluh Indonesia  – Ikut mendirikan Partai Nasional Indonesia pada 1927. Memutuskan tidak mau ke PDI ketika PNI dipaksa berfusi.

Sewaktu masih menuntut ilmu di Universitas Leiden Belanda Iskaq Tjokrohadisoerjo tidak pernah terlihat ikut kegiatan Perhimpunan Indonesia, organisasi mahasiswa Hindia Belanda di negeri penjajah itu. Ia lulus kuliah tepat waktu, 3 tahun.

Namun setelah mendapatkan gelar Master in de Rechten dan pulang ke tanah air, jiwa nasionalisme Iskaq seolah tiba-tiba meledak. “Tanaman yang merambat d di bagian muka rumah dipotong karena bunganya berwarna oranye, dan bukan merah putih. Cangkir-cangkir di rumah harus berwarna merah putih,” tulis Mr Sunario, teman sejawat Iskaq dalam pengantar buku Iskaq Tjokrohadisurjo, Alumi Desa Bersemangat Banteng (R. Nalenan; 1982)

Sejak pulang kampung pada 1926 itu, karena sejak awal ingin menjadi orang bebas, Iskaq membuka kantor advokat di Bandung, padahal pemerintah kolonial menempatkannya di Batavia. Tiga orang teman sejak di negeri Belanda bergabung dalam firma hukum Iskak itu yaitu Sartono, Wiryono Kusumo, dan Ali Sastroamidjojo.

Setahun kemudian, Iskaq menjadi satu dari tujuh orang yang pertama berkumpul di jalan Regentsweg (kini jl Dewi Sartika) Bandung mendirikan Partai Nasional Indonesia. Saat itu dia diputuskan menjabat sekertaris merangkap bendahara. Nama Iskaq sejak itu tak dapat dipisahkan dari PNI dan pergerakan nasional yang mulai bangkit dan berhimpun pada masa-masa itu.

Rapat untuk mendirikan PNI itu dihadiri Iskaq, Soekarno, Sartono, Budiarto Martoatmojo, Suanrio, Samsi Sastrowidagdo, Anwari, dan Cipto Mangoenkusumo. Cipto tidak setuju berdirinya partai, karena pasti akan dihantam pemerintah kolonial, apalagi baru setahun sebelumnya Partai Komunis Indonesia yang memberontak dibabat habis-habisan dan para kadernya dibuang ke Tana Merah Papua. Cipto saat itu memang berstatus orang buangan, yang dipaksa pindah dari Surabaya ke tanah priangan itu, sebelum di buang ke Makassar.

Pada rapat 4 Juli 1927 itu wadah yang didirikan belum berupa partai. Bernama Perserikatan Nasional Indonesia, PNI berubah menjadi partai pada konggres pertama di Surabaya pada 28-30 Mei 1928. Selain keputusan penting itu, PNI memutuskan menerbitkan surat kabar bernama Persatuan Indonesia. Konggres  memutuskan Soekarno menjadi ketua dan Iskaq menjadi sekertaris merangkap bendahara. Acara yang diselenggarakan di gedung Stadstuin-Theater dihadiri lebih dari 3.000 orang.

Jalan Iskaq melawan pemerintahan Belanda sudah diputuskan.

Konggres kedua PNI diadakan setahun berikutnya di Jalan Kenari 15 Jakarta. Soekarno masih didapuk menjadi ketua, Iskaq tetap sekertaris, tapi bendahara kini dijabat Sartono. Hasil Konggres ini yang paling jelas adalah menjalin kerjasama dengan Perhimpunan Indonesia di Belanda. Sebelum menutup acara Soekarno menyeru hadirin percaya diri sendiri dan terus bekerja menuju Indonesia Merdeka. “Kita bersumpah dihadapanmu,” kata Soekarno.

Baca juga Gerak Sejarah PNI

Sebelum PNI berdiri, orang-orangnya mencoba menghimpun seluruh gerakan di tanah jajahan itu. Organisasi yang bernama Permufakatan OPerhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) itu didirikan pada 17 Desember 1927, hanya 5 bulan setelah berdirinya PNI.

Ketua PPPKI terpilih adalah Iskaq, dengan sekertaris Anwari. Aksi pertama PPPKI adalah rapat umum pada 25 Maret 1928. Rapat yang diikuti PNI, PSII, Budi Utomo, Kaum Betawi, dan Serikat Sumatera itu adalah sambutan kegembiraan atas dibebaskan 4 aktivis PI di Belanda. PPPKI menghimpun dana saweran dari para anggotanya untuk para aktivis yang berjuang di negeri penjajah itu.

Konggres pertama PPPKI di Surabaya memutuskan Bank Bumiputera diubah menjadi Bank Nasional Indonesia dan meluncurkan aksi massa bersama serentak di 4 kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Mataram pada 1 September 1929. Konggres kedua yang dijadwalkan pada Desember 1929 gagal karena penjajah melakukan penangkapan besar-besaran anggota PKI termasuk Soekarno dan Iskaq.

Ini adalah penangkapan besar-besaran untuk kedua kalinya selama Pergerakan Nasional. Pemerintah kolonial menangkapi tokoh-tokoh PNI dengan alasan akan mengadakan pemberontakan. Perintah itu keluar dari Pokrol Jenderal pada 24 Desember 1929.

Jumlah penggeledahan sebanyak 789 yakni 400 di Jawa, 50 di Sumatera, 28 di Sulawesi dan beberapa di Kalimantan.   Penangkapan dilakukan pada 37 tempat, yakni 27 di Jawa, 8 di Sumatera, 1 di Sulawesi dan 1 lagi di Kalimantan.  Sebanyak 180 pimpinan PNI ditahan.

Sekelompok polisi bersenjata lengkap memasuki rumah Iskaq pagi-pagi subuh. Mereka membawa Iskaq, sedang rumahnya diporak-porandakan oleh polisi-polisi itu untuk mencari dokumen-dokumen yang menyangkut PNI. Polisi tak memberi kabar di mana Iskaq ditahan.

Saat yang sama, Soekarno juga ditangkap. Kelak dalam pengadilan karena penangkapan sewenang-wenang ini lahirlah pledoi Soekarno yang bersejarah, Indonesia Menggugat”.

Sementara Iskaq tidak lama berada di tahanan kepolisian Kosambi. Ia segera dipindahkan ke bui Banceuy. Berminggu-minggu lamanya diperiksa.

Banceuy adalah bui tingkat rendahan. Terletak ditengah-tengah kota, di situ dipisahkan tahanan kelas bawah dengan tahanan politik yang termasuk tahanan elit. Kalau tahanan kelas bawah tidur di lantai, maka tahanan politik tidur di felbet besi beralas tikar.   Makanannya hanya sambal dengan nasi beras tingkat rendahan.

Di dalam penjara itu Iskaq bertemu lagi dengan pimpinan PNI yang diseret dari Yogya tadi.