Sekelompok anak di rumah sakit Katharinenhof Großhennersdorf dekat Dresden, 1939-1940. Anak-anak dalam foto ini sebagian besar dibunuh dalam Program Eutanasia Nazi. (Sumber: War Documentary)
Sekelompok anak di rumah sakit Katharinenhof Großhennersdorf dekat Dresden, 1939-1940. Anak-anak dalam foto ini sebagian besar dibunuh dalam Program Eutanasia Nazi. (Sumber: War Documentary)

Program Eutanasia merupakan operasi pembunuhan sistematis Nazi yang menargetkan orang-orang dengan disabilitas mental dan fisik di Jerman dan wilayah yang dianeksasi Jerman. Dimulai pada September 1939, program ini merupakan salah satu dari banyak tindakan eugenetika radikal yang bertujuan memulihkan “integritas” dan memurnikan ras Arya.

Awalnya, Program Eutanasia Nazi dilaksanakan dengan membuat para korban kelaparan dan menyuntik mereka dengan obat mematikan. Tapi kemudian para personel beralih ke pembunuhan dengan gas beracun di instalasi-instalasi yang didirikan di Bernburg, Brandenburg, Grafeneck, Hadamar, Hartheim, dan Sonnenstein.

Beberapa dokter yang aktif dalam studi eugenetika melihat Nazisme sebagai “biologi terapan” dan dengan antusias mendukung Program Eutanasia. Namun para pejabat Nazi menugaskan orang-orang ke program ini sebagian besar berdasarkan produktivitas ekonomi mereka.

Program Eutanasia Anak

Melansir dari situs Holocaust Encyclopedia, Program Eutanasia Nazi dimulai dengan menargetkan anak-anak. Sejumlah orang mulai merencanakan operasi pembunuhan rahasia untuk program ini pada musim semi dan musim panas tahun 1939. Kelompok tersebut dipimpin oleh Philipp Bouhler, direktur kanselir pribadi Hitler, dan Karl Brandt, dokter pribadi Adolf Hitler.

Pada tanggal 18 Agustus 1939, Kementerian Dalam Negeri Reich mengeluarkan dekrit yang mengharuskan semua dokter, perawat, dan bidan di Jerman untuk melaporkan bayi baru lahir dan anak-anak di bawah usia tiga tahun yang menunjukkan tanda-tanda disabilitas mental atau fisik yang parah.

Kemudian mulai Oktober 1939, otoritas kesehatan mulai mendorong orang tua dari anak-anak penyandang disabilitas untuk memasukkan anak-anak mereka ke salah satu dari sejumlah klinik pediatrik yang ditunjuk secara khusus di seluruh Jerman dan Austria. Klinik-klinik tersebut sebetulnya adalah bangsal pembunuhan. Para staf medis yang direkrut secara khusus menghabisi anak-anak yang mereka asuh dengan obat-obatan berdosis mematikan atau membuat mereka kelaparan.

Pada awalnya, para staf ini hanya menargetkan bayi dan balita. Seiring meluasnya cakupan tindakan program, mereka juga menghabisi remaja hingga usia 17 tahun. Perkiraan menunjukkan bahwa sedikitnya 10.000 anak-anak Jerman penyandang disabilitas mental dan fisik tewas akibat Program Eutanasia Anak selama tahun-tahun perang.

Aktion T4

Aktion T4 adalah langkah yang diambil untuk memperluas Program Eutanasia Nazi sehingga dapat menjangkau pasien dewasa di institusi-institusi kesehatan. Kode nama T4 berasal dari nama jalan yang menjadi lokasi kantor koordinasi Program Eutanasia di Berlin, yaitu Tiergartenstrasse 4.

Phillip Bouhler dan Karl Brandt memimpin Aktion T4 berdasarkan arahan Hitler. Di bawah kepemimpinan mereka, para agen T4 mendirikan instalasi gas beracun untuk orang dewasa di Bernburg, Brandenburg, Grafeneck, Hadamar, Hartheim, dan Sonnenstein.

Dengan menggunakan praktik yang dikembangkan dalam Program Eutanasia Anak, para perencana T4 mendistribusikan kuesioner yang diformulasikan dengan cermat kepada semua pejabat kesehatan masyarakat, rumah sakit umum dan swasta, lembaga kesehatan mental, dan panti jompo untuk orang sakit kronis dan lanjut usia pada musim gugur tahun 1939.

Keterbatasan ruang dan kata-kata pada formulir, serta petunjuk dalam surat pengantar yang menyertainya, memberi kesan seolah survei tersebut dimaksudkan hanya untuk mengumpulkan data statistik.

Formulir tersebut memberi penekanan pada kapasitas pasien untuk bekerja dan kategori kondisi pasien. Kategori tersebut adalah:
1. Penderita skizofrenia, epilepsi, demensia, ensefalitis, dan gangguan kejiwaan atau neurologis kronis lainnya
2. Orang-orang yang bukan berdarah Jerman atau yang “terkait”
3. Para pelaku tindak pidana
4. Orang-orang yang telah ditempatkan di institusi kesehatan selama lebih dari lima tahun

“Ahli medis” dan para dokter yang direkrut oleh Nazi bekerja dalam tim yang terdiri dari tiga orang untuk mengevaluasi formulir tersebut. Berdasarkan keputusan mereka, para fungsionaris Aktion T4 mulai memilih dan memindahkan para pasien dari institusi asal mereka ke instalasi gas beracun dengan bus atau kereta api.

Dalam beberapa jam, para korban dimasukkan ke kamar gas yang disamarkan sebagai kamar mandi dan disembur gas karbon monoksida murni. Fungsionaris T4 kemudian membakar mayat-mayat di krematorium yang terhubung dengan fasilitas gas. Pekerja lain mengambil abu jenazah dari tumpukan umum dan menaruhnya dalam guci. Pihak keluarga korban menerima guci tersebut bersama dengan surat kematian palsu dan dokumen lainnya.

Karena Program Eutanasia Nazi dirahasiakan, para perencana dan fungsionaris Aktion T4 mengambil langkah-langkah rumit untuk menyembunyikan rancangannya. Dokter-dokter dan administrator memalsukan catatan resmi dalam setiap kasus untuk menunjukkan bahwa para korban meninggal karena sebab alamiah. Program Eutanasia dan Aktion T4 dengan cepat menjadi rahasia umum.

Program Eutanasia Nazi memicu protes publik dan pribadi, terutama dari para pendeta Jerman. Di antara para pendeta tersebut adalah uskup Münster, Clemens August Count von Galen, yang memprotes Aktion T4 dalam sebuah khotbah pada tanggal 3 Agustus 1941. Karena protes semakin melebar, Hitler memerintahkan penghentian Program Eutanasia pada akhir Agustus 1941.

Menurut perhitungan internal T4 sendiri, Program Eutanasia Nazi telah merenggut nyawa 70.273 penyandang disabilitas mental dan fisik yang dirawat di enam intalasi gas antara Januari 1940 dan Agustus 1941.

Fase Kedua

Keputusan Hitler untuk menghentikan Aktion T4 tidak mengakhiri pembunuhan, sebab Program Eutanasia anak-anak berlanjut seperti sebelumnya.

Pada bulan Agustus 1942, para profesional medis dan pekerja perawatan kesehatan Jerman melanjutkan pembunuhan dengan cara yang lebih tersembunyi dan terdesentralisasi daripada sebelumnya. Fase kedua Program Eutanasia ini menggunakan metode yang sama, yaitu overdosis obat, suntikan mematikan, dan membuat korban dewasa dan anak-anak kelaparan.

Program Eutanasia Nazi berlanjut hingga hari-hari terakhir Perang Dunia 2 dan mencakup korban yang semakin beragam, termasuk pasien geriatri, korban pemboman, dan pekerja paksa asing. Para sejarawan memperkirakan sekitar 250.000 orang tewas karena program ini.

Orang-orang penyandang disabilitas di wilayah timur yang telah diduduki, seperti Pomerania, Prusia Barat, Polandia, dan negara-negara Balkan, juga menjadi korban kekejaman Nazi. Di sana, pembunuhan dilaksanakan oleh pasukan SS (Schutzstaffel), tentara Wehrmacht, dan polisi, bukan oleh dokter, pengasuh, dan administrator T4.

Metode yang digunakan adalah penembakan massal dan semburan gas dari mobil gas. Pembunuhan ini kemungkinan tidak memiliki komponen ideologis yang terkait dengan Program Eutanasia terpusat, sebab SS lebih termotivasi oleh masalah ekonomi dan material.

Pasukan SS, tentara Wehrmacht, dan polisi segera memanfaatkan rumah sakit yang telah dikosongkan sebagai barak, rumah sakit cadangan, dan depot penyimpanan amunisi. Dalam kasus yang jarang terjadi, SS menggunakan fasilitas kosong tersebut sebagai lokasi pelaksanaan Aktion T4 resmi. Contohnya adalah fasilitas eutanasia Tiegenhof di dekat Gnesen, sekarang Gniezno, Polandia. [BP]