Ilustrasi Bangsa Eropa (Foto: Pinterest)

Dalam catatan sejarah Indonesia, dahulu bangsa Eropa berlomba-lomba menjelajahi samudra untuk menemukan kekayaan yang belum tergali, dan di tengah perlombaan itu rempah-rempah dari Kepulauan Maluku menjadi harta karun yang diperebutkan. Namun, apa yang terjadi ketika dua kekuatan besar dunia, Spanyol dan Portugis, bertemu di ujung timur Nusantara? Perbedaan pandangan, ambisi, dan jalur penjelajahan mereka berujung pada konflik yang tak terhindarkan. Di sinilah Perjanjian Saragosa muncul, mencoba menengahi pertikaian demi mengukir tatanan baru dalam sejarah kolonialisme. Artikel ini mengungkap kisah di balik perjanjian penting tersebut.

Latar Belakang Perjanjian Saragosa

Perjanjian Saragosa adalah tonggak penting dalam sejarah penjelajahan dan kolonialisme bangsa Eropa. Melansir kompas.com, perjanjian ini ditandatangani pada 22 April 1529 oleh Raja John III dari Portugal dan Kaisar Habsburg Charles V di Kota Zaragoza, Spanyol, perjanjian ini bertujuan menyelesaikan perselisihan antara Spanyol dan Portugis di Kepulauan Maluku, wilayah strategis dan kaya akan rempah-rempah.

Perselisihan antara Spanyol dan Portugis bermula dari Perjanjian Tordesillas pada 1494, yang membagi dunia menjadi dua wilayah kekuasaan berdasarkan garis demarkasi di Samudra Atlantik. Wilayah barat garis diberikan kepada Spanyol, sementara wilayah timur menjadi milik Portugal.

Namun, kelemahan besar dalam Perjanjian Tordesillas adalah tidak adanya batas jelas untuk wilayah-wilayah yang dapat diklaim kedua pihak. Konflik pun memanas ketika kedua bangsa bertemu di Kepulauan Maluku. Portugis tiba di Maluku pada 1512 melalui jalur timur, sementara Spanyol mencapai wilayah tersebut pada 1521 melalui jalur barat.

Kedua negara mengklaim hak atas Maluku, yang saat itu menjadi pusat perdagangan pala dan cengkih. Konflik terjadi, melibatkan Portugis di Ternate melawan Spanyol yang bersekutu dengan Tidore. Untuk meredakan ketegangan, pada 1524 kedua negara membentuk tim ahli untuk menentukan pembagian wilayah yang adil. Namun, kurangnya pengetahuan geografis saat itu membuat proses negosiasi menemui jalan buntu.

Hubungan kedua kerajaan mulai melunak setelah pernikahan antar-anggota keluarga kerajaan pada 1525 dan 1526. Hal ini membuka jalan bagi penyelesaian melalui Perjanjian Saragosa.

Isi Perjanjian Saragosa

Perjanjian Saragosa menetapkan beberapa poin utama:

1. Penetapan garis demarkasi sekitar 952 mil laut dari Kepulauan Maluku.

2. Portugis berkuasa atas semua wilayah di barat garis itu, termasuk Kepulauan Maluku.

3. Raja Portugal membayar Kaisar Charles V sebanyak 350.000 dukat emas.

Dampak Perjanjian Saragosa Perjanjian Saragosa masih membagi Bumi menjadi bagian yang tidak sama persis. Bagian Portugal kira-kira 191° dari keliling Bumi, sedangkan bagian Spanyol kira-kira 169°.

Ada margin ketidakpastian ±4° mengenai ukuran pasti kedua bagian tersebut, karena adanya perbedaan pendapat tentang lokasi pasti dari garis yang ditetapkan Perjanjian Tordesillas. Perjanjian Saragosa membuat Spanyol harus angkat kaki dari Kepulauan Maluku. Sebaliknya, Portugis berkuasa atas semua benua dan laut di barat garis, termasuk Asia dan kepulauan-kepulauan yang ditemukannya, termasuk Kepulauan Maluku dan monopoli perdagangan rempah di sana.

Meski berdasarkan perjanjian ini wilayah Filipina menjadi hak Portugis, tetapi Raja Charles V tetap menjajah Filipina, dengan asumsi bahwa Portugal tidak akan memprotes terlalu keras karena kepulauan tersebut tidak memiliki rempah-rempah. Spanyol juga masih berkeliaran di Kepulauan Maluku meski secara resmi telah menyerahkan wilayah tersebut kepada Portugal.

Perjanjian Saragosa mencerminkan ambisi besar bangsa Eropa dalam mengeksplorasi dan menguasai dunia. Namun, meski berhasil meredakan konflik di Maluku, perjanjian ini juga memperlihatkan keterbatasan pemahaman geografis dan kerumitan hubungan diplomatik pada masa itu. Kepulauan Maluku menjadi saksi bisu perebutan kekuasaan yang menggambarkan betapa pentingnya rempah-rempah dalam membentuk sejarah dunia. [UN]