Pada 19 November 1969, astronot Apollo 12 Pete Conrad dan Alan Bean mendarat di sebuah lapisan basalt yang membentang lebih dari 3.000 km di bulan. Lapisan tersebut dinamai Oceanus Procellarum atau “Samudra Badai”.
Pendaratan ini merupakan momen penting karena mendorong studi lebih lanjut untuk mengenai lapisan tersebut.
Ada Apa di Oceanus Procellarum?
Tidak seperti namanya, Oceanus Procellarum atau Samudra Badai tidak berisi air. Melansir dari Glyph Web, permukaan bagian dalam Samudra Badai pada umumnya tidak memiliki ciri khas apa pun, selain beberapa kawah kecil.
Kawah Kepler adalah yang terbesar, dengan diameter sekitar 32 km di dekat pusat Samudra Badai. Dua kawah lain yang relatif besar juga dapat ditemukan di bagian dalam Samudra, yaitu Kawah Encke dekat Kepler di selatan, dan Kawah Marius yang agak jauh dari Kepler di sisi barat.
Di sekitar tepi Samudra Badai terdapat sejumlah fitur permukaan yang lebih menonjol. Di dataran tinggi dekat pantai utara, ke arah laut kecil Sinus Roris, terdapat kawah lain yang berbintik-bintik, yaitu Kawah Aristarchus. Ukurannya sebanding dengan Kawah Kepler dan merupakan salah satu fitur paling terang di Bulan.
Di sebelah timur Kawah Aristarchus, Samudra Badai bertemu dengan lapisan lebih kecil yang disebut Mare Imbrium atau “Laut Hujan”. Sebagian dari perbatasan bersama kedua lapisan bulan ini ditandai oleh pegunungan, yaitu Montes Carpatus atau Pegunungan Carpathian. Di sebelah selatan dari pegunungan bulan ini terdapat kawah bertingkat besar yang dikenal sebagai Kawah Copernicus, membentang hampir 100 km dari sisi ke sisi.
Kemudian ke arah selatan dari Kawah Copernicus, terdapat punggungan dataran tinggi Montes Riphaeus yang membentuk batas tenggara Samudra Badai dan memisahkannya dari lapisan Mare Cognitum atau “Laut yang Sudah Dikenal”. Wilayah ini sebelumnya dianggap sebagai bagian yang menyimpang dari Samudra Badai itu sendiri, tetapi pada tahun 1964 wilayah ini menjadi bagian pertama Bulan yang dilihat secara rinci oleh wahana dari Bumi. Itulah bagaimana Mare Cognitum atau “Laut yang Dikenal’ mendapat namanya.
Di sebelah selatan dan barat lapisan Mare Cognitum terdapat dua laut kecil lagi yang memanjang dari samudra utama, yaitu Mare Nubium atau “Laut Awan” dan Mare Humorum atau “Laut Kelembaban”. Ke arah barat dari dua laut kecil ini, batas-batas Samudra Badai tampak lebih jelas: tepi barat dayanya ditandai oleh serangkaian dataran tinggi.
Dataran tinggi ini membentang ke utara, mencapai suatu titik di dekat tepi barat Bulan. Di sana, di bagian barat Samudra Badai yang tampak, terdapat sebuah lembah kecil. Di lembah inilah pada tahun 1966 wahana pertama dari Bumi, yaitu Luna 9 milik Uni Soviet, berhasil mendarat dengan mulus. Lembah tersebut dikenal sebagai Planitia Descensus atau “Dataran Turun”.
Teori Baru tentang Oceanus Procellarum
Teori awal mengatakan bahwa Oceanus Procellarum atau Samudra Badai merupakan lokasi tumbukan asteroid purba berukuran raksasa yang menciptakan lautan magma selebar lebih dari 3.000 km dan memiliki kedalaman beberapa ratus km. Jika teori ini benar, maka cekungan yang terbentuk akan menjadi cekungan terbesar di bulan yang disebabkan oleh asteroid.
Namun melansir dari situs NASA, para ilmuwan yang mempelajari data dari misi Laboratorium Pemulihan Gravitasi dan Interior (GRAIL), yang mengorbit bulan pada tahun 2011 dan 2012, yakin bahwa wilayah ini terbentuk bukan karena tumbukan asteroid, melainkan melalui proses yang terjadi di bawah permukaan bulan.
Para ilmuwan NASA mengatakan bahwa kemungkinan ada sebuah lembah retakan (rift valley) yang terletak di bawah lava gelap Samudra Badai. Di Bumi, lembah retakan terbentuk oleh aktivitas geologi, biasanya di sepanjang batas lempeng tektonik, di tempat-tempat yang terdapat patahan, atau retakan di daratan, atau di tempat-tempat di man daratan terpisah. Tapi di bulan, lembah retakan yang dideteksi oleh data gravitasi GRAIL terkubur di bawah lava purba di sisi dekat bulan.
Wilayah ini mungkin terbentuk akibat pergolakan jauh di dalam bulan yang menyebabkan tingginya konsentrasi unsur-unsur radioaktif penghasil panas di kerak dan mantel di bagian Samudra Badai. Para ilmuwan NASA membentuk gagasan ini setelah mempelajari data gravitasi dari misi GRAIL dan menemukan bentuk persegi panjang (pola anomali gravitasi) di wilayah Samudra Badai.
Pola persegi panjang ini, dengan sudut-sudutnya yang bersudut dan sisi-sisi yang lurus, bertentangan dengan teori awal bahwa Samudra Badai merupakan situs tumbukan asteroid purba, karena tumbukan seperti itu cenderung menciptakan cekungan melingkar. Sebaliknya, penelitian baru menunjukkan bahwa proses di bawah permukaan bulan mendominasi evolusi wilayah ini.
Seiring berjalannya waktu, wilayah itu akan mendingin dan menyusut, menjauh dari daerah di sekitarnya, dan menciptakan retakan yang mirip dengan retakan yang terbentuk di lumpur saat mengering, tetapi dalam skala yang jauh lebih besar.
Studi NASA juga mencatat kesamaan yang mengejutkan antara pola struktur persegi panjang di bagian bulan tersebut dan pola yang mengelilingi wilayah kutub selatan pada bulan es Saturnus yang bernama Enceladus. Kedua pola tersebut tampaknya terkait dengan proses vulkanik dan tektonik yang terjadi di bagian dalam masing-masing.
Wahana antariksa GRAIL, yaitu Ebb dan Flow, beroperasi dalam orbit yang hampir melingkar di dekat kutub bulan pada ketinggian sekitar 34 mil (55 kilometer) dari September 2011 hingga Desember 2012. [BP]