Bantuan militer dari Nazi Jerman dan Italia Fasis selama Perang Saudara Spanyol berhasil membuat Francisco Franco menaklukkan Madrid. (Sumber: dj-graf.ru)
Bantuan militer dari Nazi Jerman dan Italia Fasis selama Perang Saudara Spanyol berhasil membuat Francisco Franco menaklukkan Madrid. (Sumber: dj-graf.ru)

Pada 18 November 1936 Jerman dan Italia mengakui pemerintahan Spanyol di bawah pimpinan Francisco Franco. Dia menaiki tampuk kekuasaan selama Perang Saudara Spanyol ketika pasukan Nasionalisnya berhasil menggulingkan Republik Kedua yang terpilih secara demokratis. Keberhasilan ini dicapainya berkat bantuan Nazi Jerman dan Italia Fasis.

Dengan menggunakan gelar “El Caudillo” (Pemimpin), Franco menganiaya lawan-lawan politiknya, menekan budaya dan bahasa daerah Basque dan Catalan di Spanyol, menyensor media, dan mengontrol negara secara penuh. Dekade pertama pemerintahan fasis Franco berisi penindasan keras oleh pengadilan militer, pembersihan politik, dan kesulitan ekonomi.

Pemulihan ekonomi sangat sulit karena kehancuran selama Perang Saudara Spanyol, terutama pada sarana perkeretaapian dan komunikasi secara umum, hilangnya tenaga kerja terampil, serangkaian kekeringan parah, dan kekurangan devisa serta pembatasan impor barang modal.

Kesulitan-kesulitan ini bertambah karena kebijakan autarki Franco yang salah arah. Kebijakan ini bertujuan mencapai kemandirian ekonomi melalui pengendalian harga oleh negara dan pembangunan industri dalam ekonomi nasional yang terlindungi dan terputus dari pasar internasional.

Perang Saudara Spanyol

Melansir dari Holocaust Encyclopedia, Perang Saudara Spanyol dimulai pada 17 Juli 1936, ketika jenderal Emilio Mola dan Francisco Franco melancarkan pemberontakan untuk menggulingkan republik yang terpilih secara demokratis. Mereka menyebut diri mereka sebagai kaum Nasionalis.

Upaya awal kaum Nasionalis untuk memicu pemberontakan militer di seluruh Spanyol hanya berhasil sebagian. Di daerah pedesaan dengan kehadiran politik sayap kanan yang kuat, konfederasi Franco umumnya menang. Mereka dengan cepat merebut kekuasaan politik dan menerapkan darurat militer.

Di daerah lain, terutama kota-kota dengan tradisi politik kiri yang kuat, pemberontakan mendapat perlawanan keras dan sering kali berhasil dipadamkan. Beberapa perwira Spanyol tetap setia kepada Republik dan menolak untuk bergabung dengan pemberontakan.

Dalam beberapa hari setelah pemberontakan, baik Republik maupun Nasionalis meminta bantuan militer asing. Awalnya, Prancis berjanji untuk mendukung kaum Republik, tetapi segera mengingkari tawarannya demi menjalankan kebijakan resmi non-intervensi dalam perang saudara. Inggris juga menolak memberi dukungan kepada kaum Republik.

Kaum Nasionalis Franco lebih beruntung. Mereka meminta bantuan Nazi Jerman dan Italia Fasis. Permintaan ini segera dikabulkan. Berkat dukungan militer dari kedua negara fasis tersebut, Franco berhasil mengangkut pasukan dari Maroko ke daratan utama untuk melanjutkan serangannya ke Madrid.

Dukungan dari Nazi Jerman dan Italia Fasis

Selama tiga tahun konflik, Hitler dan Mussolini memberikan dukungan militer yang penting kepada Tentara Nasionalis Spanyol.

Sekitar 5.000 personel angkatan udara Jerman bertugas di Legiun Condor, yang memberikan dukungan udara untuk serangan darat terkoordinasi terhadap posisi Republik dan melakukan pengeboman udara di kota-kota Republik. Italia Fasis memasok sekitar 75.000 tentara (selain pilot dan pesawatnya) untuk kaum Nasionalis Spanyol.

Serangan paling terkenal terjadi pada tanggal 26 April 1937, ketika pesawat Jerman dan Italia menghancurkan kota Guernica di Basque dalam operasi tiga jam, menewaskan 200 warga sipil atau lebih.

Karena bantuan dari Jerman dan Italia sangat krusial, Spanyol tampaknya tidak keberatan dijadikan laboratorium militer untuk menguji persenjataan terbaru di medan perang.

Konflik Spanyol dengan cepat menimbulkan ketakutan di seluruh dunia. Banyak negara khawatir konflik itu akan meledak menjadi perang Eropa yang besar. Pada bulan Agustus 1936, lebih dari dua lusin negara, termasuk Prancis, Inggris, Italia, Nazi Jerman, dan Uni Soviet, menandatangani Perjanjian Non-Intervensi terhadap Spanyol.

Akan tetapi tiga negara penandatangan terakhir secara terbuka melanggar kebijakan tersebut. Italia dan Jerman khususnya terus memasok pasukan Franco, sementara Uni Soviet menyediakan penasihat militer, tank, pesawat, dan perlengkapan perang lainnya kepada kaum Republik.

Di Amerika Serikat, pemerintahan Presiden Franklin D. Roosevelt memilih untuk tidak mengintervensi konflik tersebut, meskipun Presiden berusaha secara diam-diam memberikan sejumlah bantuan kepada Republik yang terkepung setelah tahun 1937. Isolasionisme menjadi alasan utama untuk tidak ikut campur.

Perang Saudara Spanyol menimbulkan kekerasan politik besar-besaran. Kaum Nasionalis meliputi kaum monarki ultra-reaksioner (Carlist), kaum fasis (Falangist) serta kaum konservatif tradisional. Mereka memandang para pendukung Republik sebagai “Bolshevik tak bertuhan” (Komunis) yang perlu diberantas untuk menciptakan Spanyol baru.

Sementara itu, Pasukan Republik (Loyalis) mencakup spektrum posisi politik yang luas dari kaum demokrat moderat, kaum liberal, dan sosialis hingga kaum kiri yang lebih radikal seperti komunis (baik Stalinis maupun Trotskyis), dan kaum Anarkis.

Tentara Franco, yang meliputi pasukan Moor dari Maroko, menggambarkan pertempuran itu sebagai “perang salib” atau “perang suci” melawan konspirasi “Yahudi-Masonik-Bolshevik”. Propaganda antisemit, termasuk Protokol Para Tetua Zion (The Protocols of the Elders of Zion), beredar di seluruh wilayah yang dikuasai kaum Nasionalis. Kaum Nasionalis juga mencoba memerangi nasionalisme Basque dan Catalan, yang dianggap sebagai ancaman bagi persatuan nasional.

Pengakuan Pemerintahan Franco

Pada Kamis, 19 November 1936, Hitler dan Mussolini mengakui Pemerintah Franco pada malam hari secara hampir bersamaan di Berlin dan Roma.

Jerman mengirimkan pengumuman melalui koneksi nirkabel. Sebuah komunike resmi yang menjelaskan posisi Jerman mengatakan bahwa Pemerintah Reich akan mengirim Kuasa Usaha (Charge d’Affaires) atau seorang diplomat ke Spanyol untuk membuka hubungan diplomatik.

Kuasa usaha Jerman yang baru itu nantinya akan menyerahkan surat kepercayaannya kepada pemerintahan Jenderal Franco dalam waktu dekat. Sementara itu, Kuasa usaha Jerman yang sebelumnya berada di Alicante akan ditarik kembali.

Pemerintah Fasis Italia juga akan mengirim Kuasa Usahanya untuk menunjukkan dukungan terhadap kepemimpinan Franco.

Juru bicara resmi Kementerian Propaganda mengonfirmasi bahwa pemerintah Jerman, yang bertindak bersama Italia, mengantisipasi jatuhnya Madrid dalam hitungan jam. Franco mengerahkan seluruh kekuatannya dalam pertempuran, dan pesawat-pesawat Jerman menggempur Madrid.

Jerman dan Italia berharap langkah diplomatik ini akan memperkuat posisi Franco dan melemahkan pendirian serta moral kaum Republik.

Madrid Jatuh ke Tangan Fasis

Pada tanggal 28 Maret 1939, pukul 9 pagi, pasukan Nasionalis Jenderal Franco memasuki Madrid. Tiga jam kemudian, seluruh kota jatuh ke tangan pasukan tersebut.

Kemudian pada pukul sebelas, penyerahan secara resmi diumumkan melalui jaringan nirkabel Madrid. Segera setelah masuknya pasukan Franco, semua tahanan politik dibebaskan. Mobil van radio berkeliling jalan-jalan di Madrid, menjanjikan “perdamaian, roti, dan keadilan” kepada penduduk, sementara konvoi makanan di luar sedang menunggu untuk masuk.

Perang Saudara Spanyol terbukti menjadi tempat berkecamuknya kekejaman massal dan pertentangan ideologi, menewaskan sekitar 500.000 orang. Dari jumlah tersebut, sekitar 200.000 di antaranya merupakan korban pembunuhan sistematis, kekerasan massa, penyiksaan, atau kebrutalan lainnya.

Kaum anarkis dan kaum radikal lainnya sering melampiaskan kemarahan mereka terhadap pendeta Katolik, yang mereka lihat sebagai hambatan bagi reformasi besar. Hampir 7.000 pendeta, biarawan, dan biarawati Katolik terbunuh, terutama pada bulan-bulan pertama pemberontakan.

Pertempuran dan penganiayaan mengakibatkan jutaan orang Spanyol mengungsi untuk mencari perlindungan di tempat lain. Hanya beberapa negara, seperti Meksiko dan Republik Dominika, yang membuka pintu bagi para pengungsi Spanyol. Sekitar 500.000 warga Republik Spanyol lainnya melarikan diri ke Prancis. Banyak di antara mereka yang ditempatkan di kamp-kamp interniran di selatan, seperti Gurs, St. Cyprien, dan Les Milles. [BP]