Ilustrasi: Soeharto di museum Pancasila Sakti Lubang Buaya jakarta/g30spki.com
Ilustrasi: Soeharto di museum Pancasila Sakti Lubang Buaya jakarta/g30spki.com

Koran Sulindo – Tanggal 30 September setiap tahunnya dikenang sebagai momen yang menggores sejarah Indonesia dengan darah. Peristiwa yang dikenal sebagai Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) ini terjadi antara malam 30 September hingga awal 1 Oktober 1965, saat upaya kudeta yang melibatkan pembunuhan enam perwira tinggi militer Indonesia berlangsung. Tragedi ini, yang hingga kini masih menjadi topik perdebatan dan kontroversi, berupaya mengubah sistem pemerintahan Indonesia menjadi komunis di bawah pimpinan DN Aidit, tokoh penting PKI.

Kelahiran PKI dan Peran Sneevliet

Akar dari tragedi G30S/PKI berawal dari sejarah panjang berdirinya Partai Komunis Indonesia (PKI), yang tak terlepas dari pengaruh sosialis di awal abad ke-20. Menurut buku Mengapa G30S/PKI Gagal? karya Mayjen (Purn) Samsudin, PKI berkembang dari Indische Social-Democratische Vereniging (ISDV), organisasi politik yang didirikan oleh Sneevliet, seorang aktivis sosialis dari Belanda, pada tahun 1913. Bertransformasi menjadi partai komunis pertama di Asia, ISDV berkembang pesat dan berganti nama menjadi PKI pada tahun 1924.

Keberadaan PKI selama lebih dari empat dekade tidak hanya mengubah arah politik Indonesia, tetapi juga menimbulkan konflik internal dalam berbagai organisasi massa, termasuk Sarekat Islam (SI). Dengan pengaruh komunis yang makin kuat, Sarekat Islam terpecah menjadi dua faksi: SI Merah (Komunis) dan SI Putih (Islam). Pertentangan ini memicu ketidakstabilan yang berujung pada berbagai konflik politik di tahun-tahun berikutnya.

Kronologi Peristiwa G30S/PKI

Pada malam 30 September 1965, Pasukan Cakrabirawa, pasukan elite pengawal Presiden Soekarno, bersama sejumlah anggota PKI, mulai melancarkan aksinya. Di bawah pimpinan Letkol Untung Syamsuri, kelompok ini menculik dan membunuh enam jenderal Angkatan Darat serta beberapa tokoh lainnya.

Target utama mereka adalah Dewan Jenderal yang diyakini akan menggulingkan Soekarno. Namun, usaha kudeta ini berujung pada kematian beberapa perwira tinggi yang dibunuh dengan keji dan dimasukkan ke dalam sumur tua di Lubang Buaya.

Korban-korban peristiwa G30S/PKI, termasuk Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal R. Suprapto, Mayor Jenderal MT Haryono, Brigadir Jenderal DI Panjaitan, Brigadir Jenderal Sutoyo Siswodiharjo, dan Kapten Pierre Tendean, menjadi saksi bisu kekejaman gerakan ini. Pembunuhan ini berhasil memicu kemarahan publik dan membuka jalan bagi tindakan balasan dari pihak militer yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto.

Dampak dan Pembubaran PKI

Peristiwa G30S/PKI menjadi titik balik sejarah politik Indonesia. Tidak lama setelahnya, pada tanggal 12 Maret 1966, melalui Keputusan Presiden No. 1/3/1966, PKI resmi dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang.

Pembubaran ini diperkuat oleh Ketetapan MPRS No. 25 Tahun 1966, yang melarang penyebaran ideologi komunisme di seluruh wilayah Indonesia. PKI tidak hanya dibubarkan, tetapi juga dihapuskan dari peta politik Indonesia, dan sejak saat itu paham komunisme dilarang berkembang di negara ini.

Akhir dari Sebuah Bab Kelam

Tragedi G30S/PKI meninggalkan luka mendalam bagi bangsa Indonesia, bukan hanya karena korban jiwa yang jatuh, tetapi juga karena pengaruhnya terhadap arah politik dan sejarah Indonesia.

Gerakan yang awalnya direncanakan untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno justru memperkuat posisi Mayor Jenderal Soeharto, yang pada akhirnya menggantikan Soekarno sebagai presiden.

Peristiwa ini hingga kini masih menjadi bahan perdebatan, dengan banyak versi dan narasi yang berkembang terkait aktor-aktor di balik kejadian tersebut. Namun satu hal yang pasti, peristiwa ini akan terus dikenang sebagai salah satu babak paling tragis dalam sejarah Indonesia. [UN]