sumber: istimewa

Koran Sulindo – Jika berbicara mengenai hari bersejarah, maka hari ini adalah hari paling bersejarah terutama bagi warga Jakarta. Dua puluh empat tahun yang lalu, tepatnya pada Rabu, 13 September 2000, Jakarta diguncang oleh sebuah peristiwa mengerikan yang menggemparkan publik.

Kawasan Gedung Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, menjadi saksi sebuah tragedi ledakan bom yang menelan banyak korban jiwa.

Pada saat itu, suasana di gedung dengan 31 lantai tersebut masih sibuk dengan aktivitas pekerja kantoran. Namun, sekitar pukul 15.17 WIB, kedamaian sore hari berubah menjadi kepanikan ketika sebuah ledakan dahsyat terdengar dari area parkir gedung.

Ledakan Bom dan Kepanikan Massal

Dilansir dari berbagai sumber, ledakan yang terjadi sore itu berasal dari sebuah bom yang disembunyikan di dalam bagasi mobil Toyota Corona Mark II dengan nomor polisi B 2676 WL, yang diparkir di lantai parkir P2 gedung BEJ.

Akibat ledakan tersebut, dua mobil terbakar habis, sementara beberapa kendaraan lain mengalami kerusakan parah. Asap hitam membumbung tinggi di udara, disertai dengan kepanikan massal di dalam gedung.

Para pekerja berlarian, menangis histeris, dan berusaha menyelamatkan diri. Tragedi ini menelan korban jiwa, dengan 10 orang tewas dan 34 orang lainnya terluka.

Penyelidikan dan Penangkapan Pelaku

Aparat kepolisian bergerak cepat untuk menyelidiki peristiwa berdarah ini. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan mengumpulkan barang bukti, dalam waktu 12 hari, polisi berhasil menangkap enam orang yang terlibat dalam pengeboman tersebut.

Mereka adalah Tengku Ismuhadi Jafar, Irwan alias Irfan, Ibrahim Hasan, Iswadi H. Jamil, Ibrahim AMD bin Abdul Wahab, dan Nuryadin.

Tengku Ismuhadi, yang diketahui merupakan mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM), diduga sebagai otak di balik aksi pengeboman ini. Bom yang digunakan dalam serangan ini dirakit di sebuah bengkel bernama Krung Baro, yang terletak di Ciganjur, Jakarta Selatan, milik Ismuhadi.

Pembuatan bom tersebut dibantu oleh dua anggota TNI, yaitu Serda Irwan yang merupakan anggota Grup V Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dan Praka Ibrahim Hasan dari Detasemen Markas Komando Strategi Cadangan Angkatan Darat (Kostrad).

Bom tersebut dirakit dengan bahan peledak TNT dan RDX, dan dioperasikan oleh Irwan serta Ismuhadi. Para pelaku, yang memiliki keinginan untuk cepat kaya, mencoba memanfaatkan ketidakstabilan situasi untuk memperoleh keuntungan dengan menggunakan uang dolar Amerika Serikat yang mereka miliki.

Vonis Pengadilan

Pada akhirnya, para pelaku dihukum dengan putusan yang berbeda-beda. Misalnya, pada 22 Agustus 2001, Irwan dan Ibrahim Hasan divonis hukuman seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sementara itu, dua pelaku lainnya, yaitu Nuryadin dan Tengku Ismuhadi, menerima hukuman 20 tahun penjara.

Motif dan Rekonstruksi Kejadian

Rekonstruksi kejadian menunjukkan bahwa para pelaku melakukan diskusi perencanaan pada 8 September 2000 di bengkel Krung Baro. Pertemuan tersebut dihadiri oleh Tengku Ismuhadi, Ibrahim Manaf, Ibrahim Hasan, dan Sayed Mustopha. Mereka merencanakan pengeboman dengan motif ingin mengambil keuntungan di tengah situasi tak menentu.

Pada 12 September 2000, Sayed Mustopha dan Zulkifli membawa bahan peledak TNT dan RDX yang kemudian dirakit menjadi bom oleh Irwan dan Ibrahim Hasan. Keesokan harinya, 13 September 2000 pukul 10.00 WIB, bom yang sudah dirakit dimasukkan ke dalam bagasi Toyota Corona Mark II warna merah oleh Nuryadin.

Mobil tersebut kemudian dikemudikan oleh Irwan, diikuti oleh sebuah mobil Suzuki Sidekick ungu yang dikendarai oleh Ibrahim Hasan, dengan penumpang Ibrahim Manaf dan Tengku Ismuhadi.

Peristiwa Bom Bursa Efek Jakarta tahun 2000 adalah salah satu tragedi kelam dalam sejarah Indonesia yang menyebabkan kepanikan dan menelan korban jiwa. Penanganan cepat oleh aparat kepolisian berhasil menangkap para pelaku yang akhirnya dihukum sesuai dengan kejahatan mereka.

Meski demikian, peristiwa ini meninggalkan luka mendalam bagi para korban dan keluarga yang kehilangan orang terkasih. Tragedi ini juga menjadi pengingat akan pentingnya keamanan dan kewaspadaan di tengah masyarakat. [UN]