Komisi Pemilihan Umum (KPU RI) menyampaikan bahwa terdapat 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon terdaftar dalam Pilkada serentak 2024. Pasangan calon tunggal terdaftar ada di 1 Provinsi dan 40 Kabupaten/Kota. Sesuai dengan peraturan KPU maka nantinya calon tunggal akan berhadapan dengan kotak kosong dalam pemungutan suara.
KPU sebelunya sudah memberikan perpanjangan waktu pendaftaran hingga 4 September bagi daerah yang terdapat hanya satu pasangan calon, namun hasilnya hanya ada dua daerah yang mendapat tambahan calon kepala daerah.
“Yang awalnya pada tanggal 27-29 Agustus 2024 hanya satu pasangan calon, kini sudah dua pasangan calon, yaitu di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo dan Kabupaten Kepulauan Sitaro, Provinsi Sulawesi Utara,” kata Ketua Divisi Teknis KPU, Idham Holik.
Menurut keterangan KPU, setelah masa perpanjangan pendaftaran berakhir, proses Pilkada 2024 di setiap daerah akan berjalan sesuai jadwal, meskipun hanya memiliki calon tunggal.
Pilkada dengan diikuti hanya satu pasangan calon (paslon) tetap sah dan konstitusional sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016, Pasal 54 C ayat (1) huruf a. Aturan hukum ini menyatakan setelah dilakukan penundaan dan sampai dengan berakhirnya masa perpanjangan pendaftaran, hanya terdapat satu paslon yang mendaftar dan berdasarkan hasil penelitian paslon tersebut memenuhi syarat. Calon tunggal yang terpilih maju dalam Pilkada 2024 ini akan melawan kotak kosong.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai fenomena kotak kosong dalam Pilkada 2024 sebagai kenyataan demokrasi yang harus diterima.
“Ya, memang kenyataannya di lapangan seperti itu. Itu kotak kosong pun juga ada proses demokrasinya,” kata Jokowi melalui media sosial Youtube, Jumat (6/9).
Ia juga memberikan perbandingan antara 41 daerah yang menghadirkan kotak kosong dengan total keseluruhan sekitar 500-an daerah yang terlibat dalam Pilkada serentak 2024. Presiden Jokowi menyebut kotak kosong ada juga proses demokrasinya.
Kotak kosong menang, KPU Gamang
Pilkada dengan hanya menyertakan satu pasangan calon atau calon tunggal berhadapan dengan kotak kosong akan memunculkan dua skenario. Skenario pertama, pasangan calon akan dinyatakan memenangkan pilkada jika memperoleh 50 persen suara atau lebih. Skenario kedua adalah kotak kosong memenangkan pilkada jika paslon tidak memenuhi syarat minimal meraih separuh jumlah suara pemilih sah.
Skenario kotak kosong berhasil memenangkan pemilihan kepala daerah akan menjadi masalah tersendiri. Sebagaimana aturan yang berlaku, Pilkada ulang akan dilakukan jika kotak kosong menang atau calon tunggal kalah dalam Pilkada 2024.
Ketentuan itu mengacu pada pasal 54 D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Berdasarkan aturan, KPU provinsi maupun kabupaten/kota dapat menetapkan pasangan calon terpilih jika mendapat suara lebih dari 50 persen suara sah. Jika kurang dari itu, pasangan calon yang kalah bisa mencalonkan lagi dalam pemilihan berikutnya. Pemilihan lalu diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan.
Meskipun sudah ada aturan yang cukup jelas namun KPU masih mempertimbangkan opsi-opsi jika calon tunggal gagal memenangkan pilkada. Komisioner KPU RI, August Mellaz ada beberapa opsi salah satunya adalah menyelenggarakan pilkada ulang untuk memastikan kepala daerah terpilih benar-benar ditentukan oleh suara rakyat. Opsi lain adalah penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah oleh pemerintah pusat untuk daerah yang dimenangkan kotak kosong.
Namun penunjukan Pj memiliki konsekuensi semakin lamanya suatu daerah tidak memiliki pemimpin definitif. Selain itu masalah persiapan Pilkada ulang tentu memakan waktu dan biaya tidak sedikit. KPU sendiri memperkirakan butuh waktu setidaknya 9 bulan untuk menggelar pilkada ulang. KPU merasa berbagai pilihan itu masih perlu dibahas lebih lanjut dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Komisi II DPR RI sebelum diputuskan.
Calon tunggal: masalah serius sistem demokrasi
Pemilihan kepala daerah secara langsung adalah suatu proses perjuangan panjang dalam demokrasi di Indonesia. Pada era Orde Baru, di bawah kekuasaan Rezim Soeharto, kepala daerah diangkat oleh pemerintah dan umumnya berasal dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Pemilihan kepala daerah langsung adalah buah dari reformasi 98 yang berhasil menumbangkan rezim otoriter Orde Baru berikut sistem politik otoriternya.
Siapa sangka bila Pilkada langsung sebagai sistem yang lebih demokratis ternyata memiliki celah lebar bahkan dapat dimanipulasi. Bagaimana mungkin belasan partai dengan latar belakang dan garis politik berbeda bisa mencalonkan pasangan yang sama secara seragam. Apalagi syarat untuk mendaftarkan pasangan calon semakin mudah dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK), mestinya makin banyak calon muncul.
Fenomena calon tunggal melawan kotak kosong merupakan peringatan bahaya bagi kelangsungan demokrasi. Sebab, pondasi utama demokrasi adalah terbukanya pilihan beragam dalam pemilihan calon pemimpin. Adanya kotak kosong dalam Pilkada dinilai dapat terjadi karena sistem kaderisasi dan rekrutmen partai politik belum berjalan baik.
Calon tunggal juga menggambarkan semakin pragmatisnya partai politik dalam menghadapi pemilihan kepala daerah. Pragmatisme ini terlihat dari minimnya pertimbangan ideologis dan perjuangan politik dari setiap partai dalam mengusung calonnya. Hampir seluruh calon lahir dari kompromi politik di permukaan demi memenangkan pasangan calon.
Kehadiran calon tunggal dan kotak kosong jelas membawa kekecewaan bagi rakyat yang diabaikan suaranya. Dalam Pemilu Legislatif 2024 rakyat dengan aspirasi berbeda-beda dapat terpuaskan dengan adanya 24 partai yang dapat dipilih sesuai keyakinan politik masing-masing. Namun dalam Pilkada 2024 justru menjadi titik balik ketika ada fenomena penyeragaman pilihan melalui calon tunggal di berbagai daerah. [NUR]