Ilustrasi: Gudang Bulog/bulog.co.id

Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyebut harga beras di pasar susah turun meskipun pemerintah telah mendistribusikan bantuan pangan bagi masyarakat.

Menurut Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, ada faktor biaya produksi beras yang kian meningkat sebagai penyebab. Selain itu ada kecenderungan produksi beras yang juga kian menyusut.

“Jadi kalau harga pupuknya tinggi, harga variebel cost-nya itu naik tak mungkin harga turun. Kecuali produksinya melimpah teori suplai dan demand,” kata Arief pada media ditemui di Kantor Bulog, Kamis (11/1).

Menurut kalkulasi Bapanas harga beras bisa kembali normal jika produksi mencapai 2,5 juta ton per bulan. Sementara, pada Januari-Februari tahun ini produksi beras diprediksi justru defisit sampai 2,8 juta ton karena dampak El-Nino.

Untuk menjaga harga beras tidak lebih tinggi Bapanas menugaskan Bulog untuk impor sebanyak 2 juta ton pada tahun ini.

Beras impor ini, kata Arief, nantinya juga akan digunakan untuk bantuan pangan dan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

“Kalau sekarang tidak mengimpor, terus nanti harga melambung tinggi, nanti tanya lagi pemerintah tak bisa jaga harga,” kata Arief.

Dari data Badan Pangan Nasional (Bapanas), Kamis (11/1) harga beras medium masih tinggi di atas HET yaitu Rp 13.310 per kilogram dan harga beras premium mencapai Rp 15.010 per kilogram.

Sebelunya pemerintah telah mendistribusikan bantuan pangan sejak 2023 lalu dan disalurkan sebanyak dua tahap.

Tahap pertama dilakukan pada Februari-April 2023 dan Tahap keduanya pada September-Desember. Pada tahap ini pemerintah menyalurkan bantuan pangan beras kepada 21,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan setiap KPM mendapatkan beras sebanyak 10kg setiap bulanya.

Sementara pada tahap III dilakukan pada Januari – Maret 2024. Terdapat penambahan jumlah penerima menjadi 22 KPM dan setiap KPM mendapatkan beras sebanyak 10 kg setiap bulan.

Harga beras tinggi hingga Februari

Perum Bulog mengakui bahwa bantuan pangan beras hanya ampuh menekan inflasi tapi belum bisa mengembalikan harga beras ke level Harga Eceran Tertinggi (HET).

Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi menyebut masih tingginya harga beras ini lantaran produksi beras dalam negeri cenderung menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

“Harus diakui bahwa bantuan pangan dan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) belum berhasil menurunkan harga tapi berhasil menurunkan inflasi,” kata Bayu dalam konferensi pers di Kantor Bulog, Kamis (11/1).

Pada Februari 2023 awal penyaluran bantuan pangan beras, inflasi beras mencapai 2,63%, kemudian turun setelah bantuan pangan beras disalurkan pada Maret 2023 menjadi 0,07% dan turun lagi pada bulan April 2023 menjadi 0,55%.

“Bahkan pada Mei 2023 inflasi beras turun hanya mencapai 0,02%, ini dikaitkan dengan bantuan pangan tahap pertama,” tambah Bayu.

Sedangkan, pada Bantuan Pangan tahap II yang disalurkan dari bulan September sampai dengan Desember inflasi beras turun signifikan dari 5,61% menjadi 0,43% pada Desember 2023.

Meski begitu, Bayu mengakui harga beras sampai saat ini tidak bisa turun kembali ke level HET.

Bulog juga memprediksi kondisi harga beras yang tinggi ini masih akan terjadi sampai Februari 2024 mendatang. Apalagi, Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi awal tahun ini produksi beras masih defisit. [PAR]