Koran Sulindo – Undang Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty akan digugat ke Mahkamah Konstitusi pada pekan depan karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945 terutama Pasal 23A dan Pasal 28D ayat 1.
Pasal 23A berbunyi “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.” Sementara, Pasal 28D ayat 1 berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”
“Sementara Pasal 1 angka 1 dalam UU Tax Amnesty menyebutkan pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana perpajakan, dengan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini,” kata Ketua Yayasan Satu Keadilan Sugeng Teguh Santoso saat dihubungi di Jakarta, Senin [11/7].
Sugeng menuturkan, sesuai dengan UUD itu, maka jelas pajak sifatnya adalah memaksa. Sementara berdasarkan UU Tax Amnesty, pajak justru dapat diampuni dengan syarat membayar uang tebusan yang besarannya ditentukan secara berjenjang.
Karena itu, kata Sugeng, UU ini bersifat diskriminatif terhadap para wajib pajak yang taat membayar pajak. Berdasarkan itulah UU ini akan digugat ke MK terutama setelah diundangkan dan tercatat dalam lembaran negara. Dan patut diduga UU ini juga ditujukan untuk melegalisasi pencucian uang, kata Sugeng.
Menurut Sugeng akan ada 11 pasal yang akan digugat ke MK, yaitu Pasal 1 angka 1 dan 7, pasal 3 ayat (1), (3) dan (5), pasal 4, pasal 11 ayat (2) dan (3), pasal 19, pasal 21, pasal 22, dan pasal 23. Selain Pasal 1 angka 1, Sugeng juga menyoroti Pasal 22 tentang impunitas terhadap pejabat yang berwenang melaksanakan UU tersebut.
Pasal 22 berbunyi “Menteri, Wakil Menteri, pegawai Kementrian Keuangan dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pengampunan pajak, tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau dituntut, baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.”
Pada pekan lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan, telah menandatangani UU Tax Amnesty. Setelah ditandatangani, maka otomatis UU tersebut akan berlaku untuk diundangkan. Pemerintah juga disebut telah mempersiapkan instrumen ekonomi untuk menampung uang-uang yang masuk dari hasil pengampunan pajak tersebut.
Jokowi juga memastikan, lewat UU Tax Amnesty, pengusaha tidak perlu khawatir akan dikenakan sanksi pidana atau administrasi. UU ini, kata Jokowi, tidak berarti pengampunan bagi koruptor atau pemutihan terhadap pencucian uang. [Kristian Ginting]