Koran Sulindo – Kabupaten Natuna terdiri dari tujuh pulau, dengan ibukota di Ranai. Pada 1597, kepulauan Natuna sebetulnya masuk dalam wilayah Kerajaan Pattani dan Kerajaan Johor di Malaysia. Namun pada abad 19, Kesultanan Riau menjadi penguasa pulau yang berada di jalur strategis pelayaran internasional tersebut.
Setelah Indonesia merdeka, delegasi dari Riau ikut menyerahkan kedaulatan pada republik yang berpusat di Jawa. Pada 18 Mei 1956, Indonesia resmi mendaftarkan kepulauan itu sebagai wilayahnya ke PBB.
Pemerintah Indonesia sudah membangun pelbagai infrastruktur di kepulauan seluas 3.420 kilometer persegi ini. Etnis Melayu jadi penduduk mayoritas, mencapai 85 persen, disusul Jawa 6,34 persen, lalu Tionghoa 2,52 persen.
Natuna yang seluas sekitar 141.901 kilometer persegi memiliki kekayaan alam melimpah. Disebut cadangan gas alam di kepulauan ini terbesar di Asia Pasifik, bahkan dunia. Hitungan pemerintah mengacu pada salah satu ladang gas alam yaitu Blok Natuna D-Alpha, yang menyimpan cadangan gas dengan volume 222 triliun kaki kubik (TCT). Jika diambil cadangan itu tidak akan habis untuk 30 tahun mendatang.
Sementara, potensi gas yang recoverable atau yang bisa diperkirakan di Kepulauan Natuna sebesar 46 tcf (triliun cubic feet) setara dengan 8,383 miliar barel minyak. Total digabung dengan minyak bumi, terdapat sekitar 500 juta barel cadangan energi hanya di blok tersebut. Maka wajar saat sejumlah ahli mengklaim wilayah ini memiliki cadangan energi terbesar di dunia.
Menurut hitungan kasar, jika diuangkan, kekayaan gas Natuna bernilai mencapai Rp 6.000 triliun. Angka ini didapat dari asumsi rata-rata minyak selama periode eksploitasi sebesar USD 75 per barel dan kurs Rp 10.000 per USD. Bisa dibilang, negara manapun – terutama China– tertarik dengan potensi yang sedemikian menggiurkan.
China secara sepihak pada 2009 menggambar sembilan titik ditarik dari Pulau Spratly di tengah Laut China Selatan, lalu diklaim sebagai wilayah Zona Ekonomi Eksklusifnya.
Pemerintah Indonesia di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah memprotes lewat Komisi Landas Kontinen PBB.
Garis putus-putus yang diklaim pembaruan atas peta 1947 itu sebenarnya kebijakan pemerintahan Partai Kuomintang (kini berkuasa di Taiwan). Mazhab politik Kuomintang menafsirkan wilayah China mencapai 90 persen Laut China Selatan.
Kini lebih dari 20 ribu personil TNI dikerahkan menjaga perairan Natuna itu dan terus bertambah sejak 1996.
Saat ini selain proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, Cina- Indonesia meneken perjanjian kerjasama pertahanan (cooperative activity in the fields of defense) di Beijing, dimana Pemerintah China serius menjajaki pengembangan kerjasama sektor industri pertahanan di Indonesia. China juga menawarkan kepada Indonesia untuk memberi dana pembangunan galangan kapal dan menghidupkan kembali PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAL.
Poros Jakarta-Beijing belum akan bisa bergandengan erat sebelum konflik ini selesai. (DS)