TEMUAN Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahwa uang hasil kejahatan lingkungan atau green financial crime (GFC) mengalir ke anggota partai politik bisa saja bertujuan untuk keperluan pemenangan Pemilu 2024 perlu diwaspadai.
Menurut PPATK jumlah uang hasil kejahatan lingkungan itu mencapai Rp 1 triliun dalam salah satu kasus yang ditelusuri. Sedangkan dana kejahatan lingkungan yang diungkap PPATK pada akhir tahun 2022 lalu hampir mencapai 5 triliun rupiah.
Plt Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK Danang Tri Hartono menjelaskan, uang satu triliun itu berasal dari satu kasus kejahatan lingkungan. Uang tersebut mengalir ke sejumlah pihak yang salah satunya anggota parpol.
“Dan itu alirannya ke mana? Ada yang ke anggota parpol. Ini (menunjukkan) bahwa sudah mulai dari sekarang persiapan dalam rangka (Pemilu) 2024 itu sudah terjadi,” ungkap Danang dalam rapat koordinasi (Rakornas) PPATK di Jakarta, Kamis (19/1).
Hal ini dianggap bukan sesuatu yang baru kerena sudah dijumpai pada pemilu-pemilu sebelumnya.
Green Financial Crime (GFC) adalah kegiatan ilegal terkait lingkungan, keanekaragaman hayati, atau sumber daya alam. Secara umum ada lima jenis kejahatan lingkungan utama: penebangan liar, penangkapan ikan, dan pertambangan ilegal, dan kejahatan yang membahayakan satwa liar dan menghasilkan polusi.
Tingkat pertumbuhan Kejahatan Hijau mengkhawatirkan; menurut perkiraan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), senilai $91 miliar hingga $258 miliar per tahun dicuri oleh pelaku kejahatan lingkungan. Hal ini akan menjadikan GFC sebagai tindakan kriminal paling menguntungkan keempat di dunia, setelah obat-obatan terlarang, perdagangan manusia, dan pemalsuan.
Deputi PPATK Danang mengajak semua pihak untuk memberikan perhatian khusus terkait aliran dana hasil kejahatan lingkungan ini. Sebab, kasus GFC adalah kejahatan yang terjadi secara berjamaah, bukan kejahatan independen.
Usai Rakor, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan, pihaknya menemukan aliran uang Rp 1 triliun itu ketika sedang melakukan riset permodalan Pemilu 2024. Sebagian dari dana Rp 1 triliun itu diketahui mengalir ke anggota partai politik sejak tiga tahun lalu.
Ivan mengatakan, temuan ini bermula ketika PPATK memantau transaksi keuangan pihak-pihak yang diduga terlibat maupun terdakwa kasus pembalakan liar atau illegal logging. Setelah ditelisik, ternyata orang-orang yang sedang terjerat kasus hukum lingkungan itu mengalirkan uang hasil kejahatannya ke anggota partai politik.
“Begitu kita lihat aliran transaksinya itu terkait dengan pihak-pihak tertentu yang secara kebetulan mengikuti kontestasi politik. Berdasarkan aliran dana, ini kita sebutkan bahwa ada upaya pembiayaan yang diperoleh dari tindak pidana,” kata Ivan. [DES]