Bung Karno ketika berpidato di Sidang Majelis Umum Ke-15 Perserikatan Bangsa-Bangsa, 30 September 1960. Dokumentasi Perpusnas
Bung Karno ketika berpidato di Sidang Majelis Umum Ke-15 Perserikatan Bangsa-Bangsa, 30 September 1960. Dokumentasi Perpusnas

INDONESIA masuk PBB pada 28 September 1950 dengan urutan ke-60. Sejak itu, Indonesia telah melakukan berbagai kerja sama dengan PBB demi pembangunan negara. Bahkan sebelum Indonesia bergabung, PBB telah membantu untuk mewujudkan Konferensi Meja Bundar antara Indonesia dengan Belanda.

Namun pada tanggal 1 Januari 1965, pemerintah Indonesia memutuskan untuk keluar dari PBB karena Malaysia menjadi anggota tidak tetap dalam Dewan Keamanan organisasi tersebut lalu dideklarasikan pada tanggal 7 Januari.

Asal Mula Indonesia Keluar dari PBB

Bibit awalnya adalah ketika keinginan Federasi Malaya, yang dikenal dengan nama Persekutuan Tanah Melayu, untuk menggabungkan Borneo Utara, Sarawak, dan Singapura menjadi satu negara baru. Indonesia sudah menduga dan curiga sebagai intrik untuk memecah belah Asia Tenggara sejak 1961. Segala upaya dan kecaman sudah berusaha dikemukakan tapi tidak membuahkan hasil. Malahan pada September 1963 Malaysia lahir di bawah restu Inggris. 

Tentu saja Sukarno menilai pembentukan Malaysia ini adalah proyek kolonialisme Barat yang akan mengancam eksistensi Indonesia yang baru merdeka. Ia pun memberi label Malaysia sebagai boneka bentukan Inggris. Juga Inggris dianggap akan menggunakan negara baru di Semenanjung Malaya itu untuk mengetatkan kontrol dan kekuasaan. Dengan kata lain, mereka melakukan kolonialisme gaya baru.

Ketika suasana masih panas gara-gara konfrontasi, baik di wilayah diplomatik hingga kontak senjata di Kalimantan Utara, muncul pula rencana Malaysia akan dimasukkan sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) PBB. Mengakibatkan Sukarno tambah geram. 

Maka pada 1964, Soekarno mengancam Indonesia akan keluar dari PBB jika rencana tersebut benar-benar diwujudkan. Namun di awal 1965 Malaysia benar-benar diangkat sebagai anggota tidak tetap DK PBB. Sukarno lalu kehilangan kesabarannya. 

Menurut catatan Cordier dan Harrelson, U Thant secara personal sempat menghubungi Sukarno. Namun keputusan sang Pemimpin Besar Revolusi sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat.  Pada 20 Januari 1965 atau dua minggu usai deklarasi PBB mengenai Malaysia, Soebandrio mengirimkan surat resmi yang berisi pengunduran diri Indonesia dari PBB.

Peran Indonesia di PBB

Indonesia telah resmi menjadi anggota PBB ke-60 pada 28 September 1950 dengan suara bulat serta para negara anggota. Hal tersebut telah terjadi kurang dari setahun setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar.

Indonesia dan PBB telah memiliki keterikatan sejarah yang kuat karena mengingat kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 1945, tahun yang sama ketika PBB telah diberikan dan sejak tahun itu juga PBB secara konsisten mendukung Indonesia untuk menjadi negara yang merdeka, berdaulat, serta mandiri.

Banyak negara yang mendaulat Indonesia sebagai “truly a child” dari PBB. Hal ini dikarenakan peran PBB terhadap Indonesia pada masa revolusi fisik cukup besar seperti ketika terjadi Agresi Militer Belanda I, Indonesia dan Australia mengusulkan agar persoalan Indonesia dibahas dalam sidang umum PBB. Selanjutnya, PBB membentuk Komisi Tiga Negara yang membawa Indonesia-Belanda ke meja Perundingan Renville. Ketika terjadi Agresi militer Belanda II, PBB membentuk UNCI yang mempertemukan Indonesia-Belanda dalam Perundingan Roem Royen.

Ketika menjadi salah satu negara anggota PBB, peran Indonesia dalam menyelesaikan sengketa Irian Jaya dengan Belanda dengan mengupayakan solusi yaitu mengajukan penyelesaian permasalahan tersebut kepada PBB pada tahun 1954. Posisi Indonesia ini didukung oleh Konferensi Asia Afrika pada bulan April 1955 dengan mengeluarkan sebuah resolusi untuk mendukung Indonesia dan kemudian meminta PBB untuk menjembatani kedua pihak yang berkonflik dalam meraih solusi damai.

Namun demikian, hingga 1961 tidak ada indikasi solusi damai meskipun dalam faktanya isu tersebut dibahas dalam rapat pleno Majelis Umum PBB dan di Komite I. Pada Sidang Majelis Umum PBB ke-17 tahun 1962, penyelesaian sengketa tersebut akhirnya menemukan titik terang dengan dikeluarkannya Resolusi No. 1752 yang mengadopsi ”The New York Agreement” pada 21 September 1962. 

Selanjutnya, United Nations Executive Authority (UNTEA) sebagai badan yang diberi mandat oleh PBB untuk melakukan transfer kekuasaan Irian Jaya dari Belanda kepada Indonesia dan menjalankan tugasnya secara efektif mulai 1 Oktober 1962 dan berakhir pada 1 Mei 1963. [S21]