SETIAP tanggal 10 Desember, dunia memperingati Hari Hak Asasi Manusia yang bertujuan untuk mengakhiri segala bentuk diskriminasi, kekerasan, penyiksaan dan penghilangan nyawa sewenang-wenang.
Undang-undang nomor 39 tahun 1999 mendefinisikan HAM sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Bahasa internasional dari HAM ialah human right. Dalam sejarahnya, Majelis umum PBB mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi manusia (UDHR) pada tanggal 10 Desember 1948 yang hingga kini dikenal sebagai hari HAM sedunia. UDHR adalah standar pencapaian hak asasi secara universal atau global pertama untuk semua orang dan bangsa yang menyatakan bahwa seluruh umat manusia memiliki hak-hak yang melekat dan tidak dapat dicabut.
Konsep dasar dari HAM dibangun dalam beberapa peristiwa penting. Berawal dari Magna Carta yang menjadi tonggak lahirnya HAM dan konstitusi di suatu negara. Magna Carta merupakan sebuah piagam yang menegaskan bahwa raja Inggris tidak bisa memerintah tanpa adanya kesepakatan dari bangsawan yang berada dibawahnya. Piagam yang ditandatangani pada 15 Juni 1215 ini juga membatasi kekuasaan absolut raja Inggris.
Ada pula Habeas Corpus Act yang memberikan hak untuk tidak ditahan tanpa adanya dasar hukum yang jelas misalnya keputusan pengadilan. Serta Revolusi Amerika yang membawa pengaruh besar untuk dunia mengenai HAM dan demokrasi karena peristiwa ini lahir untuk mempertahankan kemerdekaan, kebebasan serta penghormatan untuk hak asasi manusia.
Revolusi Amerika melahirkan Revolusi Perancis yang sama besarnya berpengaruh kepada dunia yang mengatur hak ekonomi, sosial dan budaya serta tentang bantuan bagi masyarakat tidak mampu dan pendidikan gratis bagi publik tanpa diskriminasi.
Akhirnya setelah melewati berbagai macam perlawanan dan pengakuan sampai lah HAM dicatatkan sebagai pembentukan instrumen hukum internasional sesudah Perang Dunia II. Kembali naiknya nama HAM setelah Revolusi Perancis dikarenakan tindakan kejam fasisme Jepang dan Nazi saat itu.
Lahirnya Deklarasi HAM begitu dekat dengan peristiwa mengerikan yang mengguncang dunia Internasional saat itu bahkan sampai kini. Ia adalah Holocaust yang merupakan kekerasan dan penganiayaan terbesar dalam sepanjang sejarah. Pembantaian sistematis ini dilakukan terhadap 11 juta orang Yahudi Eropa yang dianggap tidak penting oleh rezim Nazi Jerman dan sekutunya. Disaat yang sama Jepang juga melakukan pembantaian kepada 200 ribu orang di China yang semakin membuat dunia terdesak untuk menciptakan sebuah peraturan yang berkaitan dengan perlindungan bagi seluruh umat maka lahir lah Deklarasi HAM.
Deklarasi HAM merupakan dokumen Internasional pertama yang membahas secara masif dan rinci terkait gagasan bahwa ada seperangkat hak dan kebebasan dasar yang wajib dijamin oleh pemerintah bagi warga negaranya. Deklarasi ini menggambarkan keadilan, kesetaraan dan martabat sebagai hak asasi manusia.
Deklarasi tersebut menyatakan bahwa semua manusia dilahirkan bebas dan setara dalam martabat dan hak. Melindungi martabat yang melekat pada semua manusia adalah dasar kebebasan, keadilan dan perdamaian di dunia. Deklarasi tersebut menjadi dasar hukum hak asasi manusia internasional. 8 anggota komite penyusun deklarasi HAM adalah Amerika Serikat, Australia, Chile, China, Prancis, Lebanon, Uni Soviet dan Inggris menyetujui bahwa deklarasi ini harus dikodifikasi oleh hukum seluruh negara di dunia.
Setelah dua tahun perdebatan dan penyusunan, deklarasi tersebut mencakup hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi, hak atas kebebasan berpendapat, berekspresi, berpikir, hati Nurani dan hak untuk bebas dari siksaan.
Meskipun ada ketidaksepakatan di antara negara-negara anggota mengenai ruang lingkup dokumen tersebut, deklarasi tersebut juga menyatakan bahwa hak-hak ini melekat pada semua umat manusia, terlepas dari ras, jenis kelamin, atau agama.
Majelis umum pun memilih untuk mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada 10 Desember 1948 yang hingga saat ini diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia Sedunia.
Tema Hari HAM Sedunia 2022: Dignity, Freedom, and Justice for All
Tahun ini Tema Hari HAM berbicara soal Dignity atau martabat, Freedom yang berarti kebebasan dan Justice for All yang memiliki arti keadilan untuk semuanya.
Jika diartikan dan diperluas satu-satu, Hari HAM tahun ini mengajak masyarakat Internasional untuk menghargai martabat orang lain dan diri sendiri. Bisa dimulai dari lingkungan sekitar seperti di rumah hingga dalam skala besar yaitu bernegara. Semua orang ingin diperlakukan dan dihormati secara etis tanpa tertindas karena keyakinan ataupun budaya yang berbeda. Bentuk pelanggaran HAM ‘Dignity’ dikatakan seperti penyiksaan, kerja paksa atau perbudakan hingga pengucilan sosial.
Berbicara soal Freedom atau kebebasan rasanya sangat dekat bahkan melekat dalam tubuh manusia itu sendiri. Bahkan “bebas” adalah salah satu bentuk awal mengapa lahirnya Hari HAM. Namun sampai kini tanpa menutup mata, bebas adalah sebuah nilai yang sangat besar namun implikasinya di dunia paling sering dilanggar.
Contoh paling mudah adalah sampai saat ini Indonesia yang mengaku negara toleran masih menemukan masyarakat yang tidak bisa beribadah dengan aman dan tentram karena pembangunan rumah ibadah dipersulit atau sering dibongkar karena tidak disetujui.
Atau sampai kini banyak perempuan yang tidak bebas karena ketakutan akibat banyaknya pelecehan seksual atau anak perempuan yang tidak bisa memilih melanjutkan pendidikan akibat menikah dini.
Terakhir Justice for All yang berarti keadilan untuk semua. Lewat tema ini Hari HAM Sedunia 2022 ingin mengimbau bahwa seluruh manusia harus diperlakukan atau mendapatkan keadilan yang sama tanpa memandang gender, status sosial, agama, suku , fisik dan lainnya. Semua orang harus mendapatkan hak untuk diperlakukan sama di depan hukum juga menjadi nilai penting dari arti Justice for All. [NS]