Anak Nelayan di Kampung Muluq desa Sengkol, Mandalika, menatap pemukiman yang terdampak pembangunan kawasan Mandalika - ASLI Mandalika
Anak Nelayan di Kampung Muluq desa Sengkol, Mandalika, menatap pemukiman yang terdampak pembangunan kawasan Mandalika - ASLI Mandalika

AJANG World Super Bike (WSBK) penuh hingar bingar raungan mesin dengan tenaga besar, namun siapa sangka ada pula sura jeritan hari masyarakat yang lahannya digunakan sebagai sirkuit Mandalika. Masyarakat masih menuntut ganti rugi atas tanahnya yang hingga kini belum diganti pemerintah dan pengembang.

Masyarakat pun mengeluarkan surat terbuka atas berlarut-larutnya kasus ini sekaligus sebagai pernyataan sikap atas situasi yang dialami. Berikut adalah surat warga mandalika yang tergabung dalam ASLI Mandalika (Aliansi Solidaritas Masyarakat Lingkar Mandalika.

Surat Terbuka Warga Mandalika

….World Super Bike (WSBK) kembali di Gelar di Mandalika International Street Circuit, Lombok, untuk keduakalinya. WSBK kali ini digelar sejak tanggal 11 kemarin hingga tanggal 13 besok. Pengerahan pasukan keamanan, TNI-POLRI juga telah dilakukan, untuk penjagaan super ketat seperti biasanya.

Bising suara kendaraan yang dikendarai para pembalap (Rider), terus berpacu menyusuri tikungan-demi tikungan yang berkelok. Tidak terhindarkan seskali para rider saling senggol berebut peluang saling mendahului menuju garis finish untuk meraih trofi juara. Pada waktu yang bersamaan, sorak-sorai penonton-pun terdengar riuh, teriakan-teriakan dan, tepuk tangan terdengar semarak untuk memotivasi jagoan yang diunggulkan. Bahkan sesekali juga muncul ketegangan yang mengangkat adrenalin, atas kekhawatiran sang jagoan ditinggalkan, atau terhenti karena kecalakaan. Semuanya adalah nuansa yang sungguh membahagikan.

Pada saat bersamaan pula, mungkin tidak banyak orang menyadari, bahwa tempat mereka sedang bersorak-sorai, jalan berkelok tempat mereka terus berpacu merebut kebanggaan dari trofi kemenangan, disitu ada tanah masyarakat yang tidak terbayarkan, ada masyarakat yang digusur dan dipinggirkan, ada ruang hidup secara ekonomi, budaya dan nilai-nlai sosial lainnya telah dihilangkan.

Mungkin tidak banyak yang memperhatikan bahwa diluar arena balap itu, dibalik pagar besi itu, dan dibalik seluruh kemegahan pembangunan dan kemewahan hiburan yang dipertontonkan, serta berbagai ilusi kemakmuran sebagai ambisi masa depan pembangunan Kawasan ini, ternyata ada hati yang terus terluka, ada mata yang terus menangis, ada ruang hidup masyarakat yang terampas dan dihilangkan. Dibalik itu, ada masyarakat yang terus bertahan ditengah sakitnya, ada masyarakat yang terus berjuang dengan segala pengharapan.

Mungkin kebanyakan orang akan sangat berbangga dengan terbangunnya kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika ini dengan sirkuit internasional sebagai icon-nya. Demikian juga masyarakat yang sebenarnya tidak pernah menolak rencana atau pembangunan apapun yang akan dijalankan oleh pemerintah. Hanya saja, masyarakat tidak akan pernah sudi jika ruang hidup mereka dihancurkan tanpa pemulihan, mereka tidak sudi jika tanah, tempat tinggal dan, sumber-sumber penghidupannya dirampas tanpa dibayar secara adil dan layak. Mereka tidak akan pernah sudi jika budaya dan tradisinya dihilangkan.

Sudah terlalu banyak pengalaman pahit dan penderitaan yang masyarakat alami dan rasakan. Namun mereka terus bertahan dan menuntut pembayaran atas lahan dan pemenuhan atas hak-haknya, karena mereka tidak pernah putus harap akan mendapatkannya, mereka masih yakin jika pemerintah tidak akan menyia-nyiakan rakyatnya. Masyarakat tidak ingin percaya bahwa pembangunan kawasan ini adalah petaka bagi mereka, tapi kenyataannya lebih dari 30 tahun mereka berjuang mempertahankan tanah dan hak atas hidupnya, terus saja diabaikan. Jika kenyataan terus berlangsung sebaliknya, masyarakat tidak akan pernah lupa, bahwa pembangunan KEK Mandalika adalah gerbang kehancuran yang telah memerosotkan penghidupan mereka. Sehingga mereka akan tetap bertahan, berjuang dan, terus melawan hingga tanah dan hak-haknya terbayarkan.

Penyelenggaraan WSBK kali ini memang tidak seheboh dan seramai MotoGP maupun WSBK sebelumnya. Namun, proses dan skema pengamannya tetap menjadi sorotan bagi masyarakat. Hal tersebut terutama bagi masyarakat terdampak lingkar kawasan Mandalika yang memang memiliki banyak pengalaman pedih dan meninggalkan trauma mendalam atas perlakuan aparat yang dikerahkan oleh pemerintah dan pengembang, baik dalam proses pembebasan lahan sejak puluhan tahun silam yang terus meningkat dan, semakin masif sejak pemerintah mendapatkan komitmen pinjaman dari Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) untuk pembiayaan proyek ini, sejak tahun 2018.

Pengamanan WSBK kali ini juga masif dilakukan, dengan pengerahan pasukan keamanan gabungan TNI-POLRI. Terdapat sekitar 11 (Sebelas) pos keamanan gabungan TNI-POLRI diluar kawasan, mulai dari Bundaran Bandara International Lombok (BIL) di Tanak Aw, hingga gerbang masuk kawasan Mandalika yang tidak bisa dilalui secara bebas. Bahkan aktifitas didalam Kawasan, untuk memastikan tidak-adanya “penyusup”, ITDC meliburkan semua buruh konstruksi hingga selesai penyelenggaraan WSBK.

Mobilitas warga dari permukimannya keluar Kawasan, atau mobilitas melintasi sirkuit, warga diberikan stiker sebagai tanda bahwa mereka adalah pemukim sekitar sirkuit. Namun demikian, meskipun membawa stiker, warga tetap saja harus adu mulut terlebih dahulu dengan apparat yang berjaga baru bisa lewat. Stiker tersebut bahkan tidak dibagikan kepada seluruh masyarakat, hanya kepada Sebagian orang saja.

Pada hari kedua pagelaran WSBK hari ini, sekitar 50 personil Brimob kembali mendatangi rumah warga (Bapak Sibawaih) didalam Kawasan, mereka mencopot paksa Baliho yang dipasang oleh warga sebagai media kampanye untuk menuntut penyelesaian sengketa lahnnya yang masih diabaikan. Sekitar dua hari sebelumnya, masyarakat juga telah memasang baliho dilahan-lahan mereka, namun telah dicopot kembali secara diam-diam oleh apparat. Sebelumnya, masyarakat juga sudah mulai membajak lahannya dan telah siap untuk ditanami kacang, jagung dan singkong. Bagi masyarakat, selain rencana pengolahan lahan tersebut untuk tujuan ekonomi, hal tersebut juga sebagai bentuk protes terhadap pemerintah dan ITDC yang terus menggantung nasib mereka.

Selain di pos-pos pengamanan di sepanjang Bypass dan ruas-ruas jalan KEK Mandalika, pasukan keamanan juga masuk ke wilayah permukiman warga di Ebunut dan Ujung lauk. Walaupun mereka tidak melakukan apa-apa dan hanya pengawasan saja, tapi kehadirannya tetap merupakan intimidasi bagi warga. Sebab sebagian besar warga, terutama perempuan dan anak-anak masih trauma dengan kondisi yang mereka alami sebelumnya. Mereka sangat mengkhawatirkan akan terjadinya pengalaman buruk serupa saat pagelaran WSBK tahun lalu dan MotoGP Maret 2022 yang masih membekas dalam pikiran mereka.

Event tersebut sebelumnya, dijaga super ketat, dimana tidak ada siapapun yang boleh keluar-masuk secara bebas ke dalam kawasan. Masyarakat terdampak yang masih tinggal didalam kawasan, terjebak dan terkurung tidak bisa kemana-mana. Mereka tidak diijinkan keluar-masuk permukimannya. Mereka terkurung tanpa perbekalan ekonomi dan kebutuhan pokok yang cukup, mereka kelaparan, namun tidak bisa keluar untuk bekerja ataupun untuk meminta bantuan kepada sanak keluarganya diluar kawasan. Pada waktu yang bersamaan, disetiap sudut kawasan, dijalan-jalan, di area perkampungan, bahkan disekitar rumah mereka, dipenuhi oleh aparat keamanan, baik tantara maupun polisi. Mereka (TNI dan Polri) yang berjaga bahkan sangat bebas keluar-masuk kedalam rumah, dapur, hingga kamar mandi masyarakat setempat. Kehadiran dan semua tindakan mereka adalah intimidasi yang sangat menakutkan bagi masyarakat.

Berdasarkan situasi tersebut ASLI Mandalika meminta agar intimidasi, kekerasan dan pengerahan apparat keamanan TNI-POLRI, serta setiap bentuk pelanggaran HAM di lingkar Kawasan Mandalika dihentikan. Warga pun menuntut penuntasan sengketa lahan warga terdampak pembangunan KEK Mandalika serta meminta diberi pemukiman Kembali yang layak, adil dan jaminan pemulihan kembali atas penghidupan masyarakat yang terusir dari kawasan Mandalika. Masyarakat juga meminta ganti rugi yang adil dan layak atas rusak dan hilangnya tanaman, property dan, akses hidup masyarakat terdampak KEK Mandalika. [PAG]