Atlet Indonesia, Harun Al-Rasjid, berlari membawa obor untuk menyalakan tungku api Ganefo di Gelora Bung Karno, 10 November 1963.
Atlet Indonesia, Harun Al-Rasjid, berlari membawa obor untuk menyalakan tungku api Ganefo di Gelora Bung Karno, 10 November 1963.

INDONESIA mendirikan GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) atau Pesta Olahraga Negara-negara Berkembang setelah kecaman IOC (International Olympic Committee) yang bermuatan politis pada Asian Games 1962.

Penyelenggaraan GANEFO merupakan buntut dari konflik Komite Olimpiade Internasional (IOC) dengan Indonesia, selaku panitia penyelenggara Asian Games ke-4 tahun 1962.

Lahirnya Ganefo

Kala menyelenggarakan Asian Games, Indonesia tidak mengundang Israel dan Taiwan. Tindakan ini kemudian menuai kritik dari berbagai pihak, terutama IOC karena dua negara tersebut merupakan anggota IOC.

Pemerintah tak memberikan visa kepada kontingen Israel, dengan alasan resmi karena tak mempunyai hubungan diplomatik. Alasan sebenarnya adalah politik antiimperialisme Bung Karno. Apalagi saat itu negara-negara Arab sedang memerangi Israel yang ditopang Barat itu.

“Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel,” kata Bung Karno dalam pidato 1962.

Beberapa bulan setelah Asian Games ke-4 rampung dilaksanakan, tepatnya pada 7 Februari 1963, IOC menangguhkan keanggotaan Indonesia, dan Indonesia diskors untuk mengikuti Olimpiade Musim Panas 1964 di Tokyo.

Indonesia dinilai telah melakukan pelanggaran berupa memasukkan pertimbangan politik dalam ajang olahraga. Bagi IOC, ajang olahraga harus lepas dari politik, harus netral. Penangguhan tersebut, kata IOC, bakal dicabut andaikata Indonesia mau berjanji untuk tidak mengulangi kejadian seperti ini lagi.

Keputusan IOC ini membuat Soekarno kesal. Bagi Soekarno, IOC juga mencampuradukkan politik dan olahraga. Beberapa hari setelah keputusan IOC tersebut keluar, tepatnya ketika berpidato pada 13 Februari 1963, Soekarno lantas mengumumkan bahwa Indonesia keluar dari keanggotaan IOC dan mengusulkan membentuk GANEFO.

“Selaku Presiden Republik Indonesia, selaku Panglima Tertinggi Republik Indonesia, selaku Pemimpin Besar Revolusi Indonesia, dan selaku Pemimpin Besar Partai Nasional Indonesia, saya memerintahkan Indonesia: Keluar dari IOC,” kata Soekarno dalam pidatonya tersebut, sebagaimana yang dicatat George Modelski dalam buku New Emerging Forces: Documents on the Ideology of Indonesian Foreign Policy.

“Saudara-saudaraku, selain perintah untuk keluar dari IOC, saya juga perintahkan: Persiapkan GANEFO secepat-cepatnya, Games of The New Emerging Forces, untuk Asia, Afrika, Amerika Latin, dan negara-negara sosialis lainnya,” lanjut Soekarno.

Langkah Soekarno tersebut jelas mendapat dukungan dari rakyat. Masyarakat Indonesia kala itu memandang langkah Pemimpin Besar Revolusi tersebut sebagai sikap yang berani.

Penyelenggaraan Ganefo

Ketika Indonesia menyelenggarakan Games of the New Emerging Forces (Ganefo), pekan olahraga negara-negara dunia ketiga, di Jakarta tahun 1964, negara-negara sekutu Amerika Serikat—seperti Israel, Taiwan, dan Malaysia—tidak diundang.

Dalam pidato pembukaan konferensi di Hotel Indonesia, Presiden Sukarno menjelaskan Ganefo memiliki tujuan politis untuk menandingi IOC dan kubu imperialisme di dalamnya. Dia tidak menentang idealisme Olimpiade yang dicetuskan Baron de Coubertin (pendiri sistem olimpiade modern) sebagai sarana persatuan, perdamaian, dan persahabatan antarmanusia di seluruh dunia.

“Kami dengan senang hati bergabung ke dalam IOC karena kami sependapat dengan ide yang disampaikan oleh Baron de Coubertin. Tapi apa yang ternyata kami dapatkan dari IOC? Sikap mereka menunjukkan bahwa mereka sekarang hanyalah sebuah alat imperialisme dan politik! Kami punya pengalaman pahit dengan Asian Games! Bagaimana perasaanmu, komunis Cina! Ketika kamu dikucilkan dari olahraga internasional hanya karena kamu negara komunis? Ketika mereka tidak bersahabat dengan Republik Persatuan Arab, ketika mereka mengucilkan Korea Utara, ketika mereka mengucilkan Vietnam Utara, bukankah itu keputusan politik?” kecam Sukarno.

Satu hal yang menarik dalam penyelenggaraan Ganefo Pertama di Jakarta adalah minimnya ongkos penyelenggaraan yang dikeluarkan tuan rumah, Indonesia.

Tercatat Tiongkok menyumbang 18 juta dolar untuk transportasi semua delegasi Ganefo. Kompleks olahraga sudah tersedia yang pembangunannya didanai Uni Soviet pada saat Asian Games IV. Pihak Amerika menyelesaikan jalan yang mempermudah akses dari Tanjung Priok ke Senayan. Sedangkan Jepang mengucurkan dana untuk membangun hotel berstandar internasional untuk mengakomodasi peserta Ganefo.

Menurut Ewa T Pauker dalam artikel “Ganefo I: Sports and Politics in Djakarta” yang termuat dalam Jurnal Asian Survey, Vol 5, No.4, April 1965, yaitu “Meskipun ongkosnya rendah, namun timbal balik politiknya sangat tinggi bagi Indonesia.”

GANEFO I diadakan di Jakarta pada 10-22 November 1963. Ada 51 negara peserta yang berlaga. Ganefo bukan hanya pesta olahraga semata, namun juga sarana pertukaran budaya di antara negara-negara berkembang di dunia yang hubungannya telah dibina sejak Konferensi Asia Afrika 1955.

Rencana GANEFO II akan diadakan di Kairo, Republik Arab Bersatu pada 1967. Namun karena pertimbangan politik, akhirnya dipindahkan ke Phnom Penh, Kamboja pada 25 November-6 Desember 1967.

Sedangkan GANEFO III direncanakan diadakan di Beijing, Tiongkok. Namun Beijing membatalkan niatnya dan diserahkan ke Pyongyang, Korea Utara. Namun GANEFO III tidak pernah sempat diadakan karena GANEFO pun kemudian bubar. [*]