MANGGARAI yang merupakan salah satu wilayah di Batavia dan masuk Gemeente Meester Cornelis ini sudah dikenal sejak abad ke-17. Awalnya merupakan tempat tinggal dan pasar budak asal Manggarai, kemudian berkembang menjadi sebuah kampung.
Kereta api yang melintasi wilayah ini awalnya dibangun oleh perusahaan swasta Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) dengan lintasan antara Jakarta-Buitenzorg (Bogor). Dan sebagai tempat pemberhentian kemudian dibangun lah Stasiun Bukit Duri (kini menjadi depo KRL).
Stasiun Manggarai di Masa Lalu
Pada tahun 1913 perusahaan kereta api Negara, Staatsspoorwegen (SS) menguasai jaringan kereta api di Jakarta setelah membeli jalur Jakarta-Bekasi milik Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschappij (BOS) tahun 1899 dan Jakarta-Bogor milik NISM tahun 1913.
Kemudian SS melakukan penataan ulang jalur kereta api di Jakarta, salah satunya adalah pembongkaran Stasiun Boekit Doeri eks-NISM dan membangun Stasiun Manggarai.
Pembangunan Stasiun Manggarai dimulai tahun 1914 yang dipimpin oleh arsitek Belanda bernama Ir. J. Van Gendt. Selain stasiun dibangun pula balai yasa dan rumah-rumah dinas pegawai SS.
Pada 1 Mei 1918 Stasiun Manggarai diresmikan. Sebenarnya pada waktu peresmian masih jauh dari selesai, karena sang arsitek, Van Gendt merancang tiang peron berbahan baja. Namun karena Perang Dunia I bergejolak, pasokan baja dari Eropa tidak kunjung datang sehingga digunakan lah kayu jati sebagai pengganti tiang untuk peron.
Bertepatan ulang tahun ke-50 SS, perusahaan ini mengoperasikan kereta listrik pertama kali dengan lintas Jakarta-Tanjung Priok. SS kemudian melanjutkan proyek elektrifikasi sampai Stasiun Manggarai yang rampung pada 1 Mei 1927.
Stasiun Manggarai memang mempunyai nilai historis yang tinggi. Stasiun ini merupakan stasiun awal keberangkatan pada waktu pemindahan ibukota sementara ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946. Segala persiapan rahasia untuk perjalanan Presiden dan Wakil Presiden pun dilaksanakan di stasiun ini.
Sang Panglima Besar Jenderal Soedirman bahkan konon pernah singgah di Stasiun Manggarai dalam rangka menghadiri perundingan gencatan senjata di Jakarta. Kedatangan Sang Panglima dan rombongan di Stasiun Manggarai pada 1 November 1946 disambut sorak sorai rakyat Indonesia.
Stasiun Manggarai Saat Ini
Saat ini Stasiun Manggarai menjadi stasiun dengan lalu lintas kereta api tersibuk di Indonesia. Stasiun ini melayani perhentian KRL Commuter Line tujuan Jakarta Kota, Bogor, Tanah Abang, dan Bekasi.
Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan saat ini masih melakukan pengembangan besar-besaran di Manggarai. Salah satunya adalah menambah jalur kereta di Stasiun Manggarai menjadi 18 jalur rel, ada yang jalur layang dan juga jalur normal
Stasiun ini juga sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya yang terdaftar di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dengan nomor registrasi RNCB.19990112.04.000470 berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.13/PW.007/MKP/05, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 011/M/1999 dan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 475 Tahun 1993.
Stasiun Manggarai di Masa Depan
Stasiun Manggarai akan menjadi stasiun sentral di Jakarta. Semua pergerakan kereta baik yang jarak jauh dan kereta lokal KRL Jabodetabek bakal beroperasi dari Stasiun Manggarai.
Stasiun ini direncanakan akan dibangun menjadi 3 lantai. Lantai dasar berupa jalur rel dan peron, lantai dua difungsikan sebagai concourse atau tempat bertemu dan lalu lalang orang dalam stasiun, dan lantai 3 berupa jalur rel layang dan peron.
Nantinya, sebanyak 8 jalur dari 18 jalur tersebut akan terletak pada lantai dasar (at grade) dan 10 jalur layang di lantai 2. Pada tahap pengembangan akhir nanti, Stasiun Manggarai juga akan dilengkapi 14 lift dan 14 escalator untuk menunjang pergerakan penumpang.
Stasiun Manggarai juga dipersiapkan untuk dapat diintegrasikan dengan moda transportasi lain seperti LRT, Transjakarta, dan transportasi umum lainnya. Targetnya stasiun ini bakal melayani 1,2 juta penumpang.
Kisah Saat Stasiun Manggarai Pertama Beroperasi
Werkplaats atau bengkel kereta api di Manggarai dibangun sekitar tahun 1915. Baru pada tahun 1920 Werkplaats Manggarai dibuka operasionalnya. Kala itu, Werkplaats Manggarai merupakan bengkel kereta api terbesar dan termodern.
Semula, bengkel kereta api ini hanya melayani perawatan dan perbaikan lokomotif uap. Pasca diresmikan jalur kereta rel listrik Jakarta-Tanjung Priok pada tahun 1925 maka ditambah bagian stellos listrik. Bagian tersebut menangani perawatan dan perbaikan lokomotif dan kereta listrik.
Malaise atau krisis dunia yang melanda tahun 1930-an turut berdampak pada operasional Werkplaats Manggarai. Kurun tahun 1932-1934 pun dilaksanakannya penghematan dengan memusatkan tiap-tiap jenis pekerjaan dalam satu bengkel. Sesudah tahun 1934 ketika situasi berangsur normal maka perusahaan mulai menerima pegawai kembali.
Di Bawah Kendali Jepang
Maret 1942, Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Hal ini menandai dimulainya pendudukan Jepang di Indonesia, tak terkecuali Werkplaat Manggarai. Di bawah kendali Jepang, bengkel kereta api ini tidak hanya melayani kebutuhan kereta api melainkan juga memenuhi keperluan tentara Jepang.
Salah satu hal menarik di bawah pengelolaan Jepang ialah Bengkel Manggarai sempat membuat lokomotif. Pembuatan dipimpin oleh ahli-ahli dari bangsa Jepang yang sebagian besar dilakukan oleh pegawai orang Indonesia. Mesin yang digunakan berasal dari mesin diesel pabrikan Mercedes.
Namun pada tahun 1943, Jepang mulai memindahkan beberapa bagian Bengkel Manggarai serta mesin-mesinnya ke berbagai daerah. Hal ini dilakukan guna mengamankan kedudukan Jepang dari pasukan sekutu. Bagian instrumen dan perkakas dipindahkan ke bekas pabrik es di daerah Pegangsaan Timur. Sebagian bagian bubutan dimutasi ke bengkel milik perusahaan trem di Kalipasir, bagian kereta digeser ke bangunan pabrik gula di wilayah Arjawinangun, dan sebuah los lengkap dari bagian kereta dipindahkan ke Nagreg. [S21]